Oleh Asri Diana Kamilin

Kafilah UM Berpose Bersama Menristek Dikti

Kafilah UM di ajang MTQ Mahasiswa Nasional (MTQMN) XIV 2015 layak disebut “the Golden Team”. Tim yang memperlihatkan kilau emas dalam bentuk kegigihan perjuangan mulai dari awal pembinaan hingga pembacaan pengumuman. Mereka layak menang bukan hanya karena kemampuan, tetapi karena penyerapan nilai-nilai keagamaan yang terwujud dalam kelakuan.

Air dan Sambutan Kekeringan
Pagi itu, suara perempuan memecah keheningan. Fitri Annisa, peserta cabang Hifzil Quran 5 Juz (Hafalan Alquran) menggedor pintu kamar putra. Diiringi suara serak karena terlalu sering latihan, ia menyatakan air di Wisma Ringgit Jalan TGP No. 11 Malang mati total! Wisma ini adalah tempat penginapan kafilah sebelum esok hari menempuh perjalanan panjang yang diawali prosesi pelepasan. Jika air mati, bagaimana mereka akan mempersiapkan penampilan diri terbaik dihadapan rektor dan para pimpinan nanti?
Mulailah perjuangan mereka berpencar mencari air menuju berbagai sudut yang bisa digapai. Kegigihan mereka ternyata merupakan “jalan Allah” untuk menunjukkan kondisi sebenarnya di penginapan asrama yang disedikan Universitas Indonesia (UI) Depok nantinya. Kafilah perempuan mendapatkan kamar lantai empat yang sangat jarang air. Selama perlombaan, setiap pagi mereka naik turun tangga untuk menemukan sumber air. Poin yang ingin ditekankan di sini bukan sekadar pencarian air, melainkan efektivitas model pembinaan karantina yang dirancang oleh penanggung jawab kafilah UM, Dr. Yusuf Hanafi, M.Fil.I. sebagai upaya menyamakan kondisi dengan medan perlombaan.
Pembinaan kafilah UM dilakukan dengan beberapa model, yakni pembinaan lepas (tanpa menginap), karantina di wisma kampus, dan dimagangkan ke sejumlah pesantren. Selain upaya optimalisasi kemampuan, kafilah UM juga dipersiapkan secara fisik, psikis, serta spiritual. Segala keperluan selama pembinaan mulai dari tempat tinggal, konsumsi, kesehatan, dan berbagai macamnya disediakan oleh pihak kampus. Peserta juga mendapatkan dukungan psikis melalui training motivasi oleh konselor senior, Dr. Hj. Muslihati, M.Pd. Selain itu, tiap malam kafilah juga melakukan istigasah sebagai bentuk penyerahan diri atas usaha yang telah dilakukan.
Perjalanan via Bus selama 62 Jam
Suatu kali, Pak Ali, sopir senior yang ditugaskan kampus untuk menemani perjalanan kami menuju UI berkomentar, ”Rombongan iki tenang yo, penak”. Berdasarkan pengalaman beliau, biasanya rombongan selalu ramai dan rewel. Namun, kafilah MTQ UM dinilai relatif santun dan penurut. Ketenangan ini berbanding terbalik jika Pak Ali dimasukkan dalam grup WhatsApp yang sengaja dibuat untuk koordinasi kegiatan MTQMN XIV ini. Selama di UI, model koordinasi kelompok memafaatkan teknologi ini merupakan hal yang sangat efektif.
Grup WA Kafilah UM sengaja dibuat untuk memudahkan koordinasi berbagai pihak dalam keikutsertaan di ajang MTQMN XIV. Anggotanya beragam, mulai dari jajaran pejabat kampus yang berkaitan dengan bidang kemahasiswaan, dosen, pembina, dan peserta. Segala perkembangan lomba, mulai dari waktu, nomor tampil, hingga hal-hal ringan, di share melalui grup WA ini. Jika salah seorang akan tampil, semua anggota kafilah UM yang sedang tidak berlomba dimobilisasi agar bergerak menuju lokasi untuk mendukung. Rekaman suara, video, maupun foto selanjutnya diunggah di grup untuk evaluasi sekaligus dukungan moral bagi peserta lainnya.

Keberhasilan Kaligrafer yang Tertunda dan Fasilitas Pijat Plus-Plus
Para pendukung final kaligrafer UM merapat di sekitar lokasi lomba. Mereka berdiri sembari memberikan semangat untuk Vemi Latifah Hidayah, finalis kaligrafer putri UM yang mendapatkan penghargaan peserta terbaik kedua. Seorang juri menghampiri rombongan pendukung ini dan menanyakan perihal asal kampus. Beliau menanyakan tentang kaligrafer putra UM, Alfiyan Arief Mahfudzi.
“Sebenarnya, kaligrafer putra UM itu favorit semua juri. Dekorasinya paling bagus, tulisannya paling sempurna karena mengikuti hampir semua kaidah. Awalnya, karya kaligrafer putra UM ini ada di urutan pertama, tapi setelah diperiksa lagi, ada satu kata yang salah total. Ini kesalahan fatal, bukan cuma satu huruf tapi satu kata. Karena itulah, dia tidak bisa melanjutkan ke babak final.”
Kami semua tercengang mendengar penjelasan beliau. Kaligrafer putra UM, Alfiyan, merupakan kaligrafer yang sangat berbakat. Ketika pameran karya, kaligrafi miliknya mendapat banyak perhatian. Sangat rapi dan bagus, namun karena Allah belum berkehendak, maka terjadilah kesalahan yang benar-benar di luar dugaan itu. Di sisi lain, kami percaya bahwa Allah merupakan perencana kehidupan terbaik. Kemenangan Alfiyan yang masih semester lima itu hanyalah tertunda.
Cabang kaligrafi merupakan cabang perlombaan terberat, apalagi untuk seorang wanita. Peserta membuat karya kaligrafi selama sembilan jam dengan ukuran media 80 x 60 cm. Selepas babak penyisihan dan dinyatakan masuk babak final, Ustadz Yusuf Hanafi mempersilahkan Vemi untuk mendapatkan fasilitas spa untuk menyegarkan kondisi tubuh. Mulanya kami mencari tempat spa yang bisa didatangi pada malam hari. Kami mendapatkan rekomendasi di sebuah tempat pijat yang konon informasinya berafiliasi dengan hotel tempat pembina menginap.
Malam itu, kami (dua perempuan) mendatangi tempat pijat yang direkomedasikan. Hati berdegup kencang ketika melihat apa yang ada di hadapan. Tempat remang-remang dengan lelaki pemijat. Kami memberanikan diri masuk ruangan, mencari kebenaran. Ada seorang resepsionis (perempuan berjilbab) menyambut kedatangan kami. Kami pun berbincang dan menyampaikan maksud. Saya pun menanyakan kepada Vemi, apakah ia tetap akan dipijat? Dengan tegas, ia pun menolak. Dengan cara sopan, kami pun pergi dari tempat tersebut. Sebagai upaya pengganti, badan Vemi ditutupi koyo sebagai penghangat dan penghilang nyeri.

Menonton Musabaqah Hafalan Alquran yang Menegangkan
Siang itu, lomba hifz Alquran (hafalan) diberhentikan mendadak. Penonton yang memenuhi ruangan hingga duduk di bawah dirapikan oleh panitia. Beberapa saat setelahnya, datang tamu perwakilan dari negara Arab dan negara tetangga lainnya. Mereka datang untuk menyaksikan final lomba hafalan Alquran pada ajang MTQ. Para tamu ini datang tepat ketika final hifzil Quran 10 juz hendak akan dimulai. Seolah hendak turut serta mendukung dua kafilah UM pada cabang 10 juz yang masuk final, yaitu Fazlur Rahman Rahawarin dan Makiatul Madaniah.
Kafilah putra UM, Fazlur Raharawin mendapatkan nomor urut tampil pertama. Penampilannya menjadi pembuka yang dinikmati berbagai kalangan. Semua terpukau oleh keindahan suara menggunakan lagu berbeda pada lima pertanyaan yang diberikan dewan juri. Mahasiswa Jurusan Akuntansi ini merupakan hafizh 30 juz, santri Pondok Pesantren Salaf Alquran Asy-Syadzili. Penampilannya mendapatkan penghargaan sebagai juara kedua dan menyumbangkan tiga poin untuk UM. Sesaat setelahnya, peserta putri UM pun dipanggil untuk tampil.
Pendukung kafilah UM pun tegang. Pasalnya, nada yang digunakan oleh Makiyah, perwakilan putri UM ini, sangat merdu dan lambat sehingga semua ikut terbawa dalam hanyutan hafalannya. Ternyata, sempurna! Dari lima pertanyaan yang diajukan, Makiyah berhasil melanjutkan ayat tanpa ada kesalahan. Hal unik dari mahasiswi Jurusan Sastra Arab yang sudah hafal 30 juz ini adalah ia selalu menangis setiap selesai tampil. Tangisnya baru berhenti setelah ditenangkan oleh Ustadz Yusuf Hanafi. Juri pun mengakui kemampuan Makkiyah dengan menganugerahkan medali emas juara pertama kepadanya.
Cabang hifz Alquran 10 juz memberikan sumbangan poin terbesar dalam keberhasilan UM sebagai juara umum. Dari total 16 poin yang diperolah, 8 di antaranya berasal dari cabang ini. Keduanya juga merupakan hafizh-hafizhah 30 juz yang secara tidak sengaja dimiliki UM dan dibina secara intensif. Mahasiswa potensial seperti mereka hendaknya bisa dikader secara berkala di kampus kita. Misalnya, dengan membuka jalur khusus beasiswa prestasi tahfizh bagi calon mahasiswa UM. Dalam hal ini, Menristek Dikti juga menyampaikan bahwa akan adanya penambahan cabang untuk bidang tahfizh untuk MTQMN XV 2017 mendatang, yakni hifz Alquran 15 juz.

Qira’at Sab’ah
Banyak peserta Qira’at Sab’ah yang menyatakan mengundurkan dari perlombaan. Pasalnya, riwayat bacaan yang harus dibaca pada saat perlombaan berbeda dengan ketentuan awal. Perwakilan kampus UM merupakan qari’ah yang telah berpengalaman dan mendapatkan banyak penghargaan bidang qira’ah. Rofi’atul Muna telah berjuang keras untuk mempelajari riwayat bacaan dari berbagai Imam qira’at. Mahasiswi semester tujuh Jurusan Sastra Arab ini telah mendapatkan medali emas pada MTQMN XIII 2013 sebelumnya pada cabang Tilawatil Quran. Pengalaman yang disertai doa dan kerja keras membuatnya mulus mendapatkan nilai tertinggi yang jauh dari pesaingnya.

Gotong Royong Membangun Semangat
Total kafilah UM berjumlah dua puluh delapan orang. Semuanya telah berjuang ekstra selama pembinaan hingga usainya perhelatan MTQMN XIV 2015. Pembina pun telah berupaya optimal untuk memberikan diskusi dan pelatihan terbaik bagi kafilah, namun lomba hanya diikuti oleh pemenang: pemenang yang mendapatkan predikat juara dan pemenang yang tertunda predikatnya. Ya, sejatinya semua peseta adalah pemenang. Mereka telah berhasil melawan keinginan diri yang beragam dan berfokus untuk meningkatkan kemampuan. Dari merekalah, UM mendapatkan kehormatan untuk kembali menyandang predikat Juara Umum MTQ MN. Kali ini, ada dua piala umum berjejer di kampus tercinta kita.

Penulis adalah Pembina sekaligus official Kafilah MTQ UM.