Oleh : Setiyawan Febrianto

Setiap orang tentu ingin meraih sukses dalam hidupnya, tidak hanya sekedar sukses di dunia, tetapi juga sukses di akhirat.  Pandangan tentang definisi sukses bagi setiap orang berbeda-beda sesuai latar belakang, pendidikan, lingkungan, dan sebagainya. Ada yang menganggap sukses kalau berpendidikan tinggi dengan sederet gelar kesarjanaan, ada yang merasa sukses dengan karir yang prestisius, dan bagi orang tua merasa sukses jika mampu membiayai pendidikan anaknya. Sukses merupakan titik puncak yang harus dikejar, bukan jalan sementara menuju kesuksesan. 1Terkadang masih banyak yang terjebak di dalam jalan menuju sukses.
Sukses bisa dicapai oleh siapa saja,  tetapi tidak semua orang pasti bisa mendapatkan sukses karena sukses perlu strategi. Memang meraih sukses tidak semudah membalikkan tangan, diperlukan perjuangan, pengorbanan, dan kerja keras. Strategi merupakan kunci menuju sukses, ibarat orang yang tak berilmu pasti akan berjalan mengikuti aliran air yang deras atau tiupan udara yang kencang. Sukses perlu direncanakan dengan cermat dan tepat karena sukses tidak akan terjadi tanpa disengaja. Ibaratnya seorang kempetitor bisa meraih gelar juara tentu akibat usahanya bukan faktor kebetulan atau keberuntungan.
Perkembangan ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang semakin pesat dan tantangan zaman semakin berat menjadikan semua orang harus memiliki kompetensi unggul. Kompetensi yang dimiliki merupakan bekal meraih sukses sesuai dengan tuntutan zamannya. Dulu berbekal ijazah tingkat SMA/SMK sederajat untuk mencari pekerjaan cukup mudah, tetapi sekarang lulusan sarjana pun kesulitan mendapat pekerjaan. Oleh karena itu, untuk meraih sukses harus bisa memahami tuntutan zaman yang sekarang berbasis teknologi multimedia, jaringan internet, dan globalisasi.
Belajar di perguruan tinggi dengan status mahasiswa merupakan salah satu usaha untuk meraih sukses. Dewasa ini setiap orang tua menginginkan anaknya untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi agar bisa mengubah nasib yang lebih baik. Tentu saja impian setiap orang bisa berkesempatan mengggali ilmu di Perguruaan Tinggi Negeri (PTN) yang tersebar di wilayah Indonesia. Masyarakat umum menganggap berstatus sebagai mahasiswa di PTN ternama adalah jaminan untuk meraih sukses di masa depan. Namun, pernyataan tersebut tidak akan berlaku bagi mahasiswa yang  duduk manis dan berdiam diri hanya mengikuti perkuliahan saja.
Mahasiswa yang dikenal sebagai agent of change dikatakan telah sukses tidak hanya lulus bermodal IPK cumlaude tetapi juga memiliki soft skill dan prestasi non akademik. Terutama ketika wawancara kerja pasti ditanyakan tidak sekedar berapa IPK yang diperoleh, tetapi juga pengalaman organisasi yang pernah diikuti. Gelar mahasiswa memang patut diberikan karena mahasiswa dituntut untuk mampu menyeimbangkan kemampuan akademik dan non akademik sesuai dengan Tridarma. Apalagi untuk menghadapi persaingan global salah satunya Masyarakat Ekonomi ASEAN diperlukan kemampuan komunikasi bahasa asing. Sudah bukan zamannya lagi menjadi mahasiswa yang konsumtif terhadap teori dan pemikiran lama.
Kehidupan perguruan tinggi yang berbeda dengan sekolah akan menjadikan mahasiswa untuk bisa mandiri dan bertanggung jawab. Di sebuah perguruan tinggi pasti terdapat berbagai jenis organisasi yang digolongkan dalam dua jenis, Organisasi Pemerintahan Mahasiswa (OPM) dan Organisasi Non Pemerintahan Mahasiswa (ONPM). Adanya kedua organisasi tersebut berfungsi sebagai wadah pengembangan potensi mahasiswa sesuai minat dan bakat. Kabar terbaru dari bidang kemahasiswaan Universitas Negeri Malang, yaitu wacana mewajibkan mahasiswa mengikuti minimal satu organisasi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengasah kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan manajemen diri sehingga lulusan nanti siap bersaing di dunia kerja. Selain itu, kebijakan ini muncul akibat minimnya minat mahasiswa terhadap keaktifan berorganisasi karena dianggap akan mengganggu perkuliahan.
Kebijakan ‘Mahasiswa Wajib Berorganisasi’ tentu mendapat respon antara yang pro dan kontra. Sebelum memberikan respon tentu sebaiknya menilai apakah berorganisasi memang seharusnya diwajibkan atau justru memang kewajiban bagi mahasiswa. Bagi mahasiswa di PTN tentu wajib bersyukur karena biaya yang dikeluarkan orang tua tidak penuh karena pihak PTN mendapat dana Batuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang berasal dari APBN. Perlu diketahui BOPTN untuk tahun 2014, yaitu sebesar Rp 4,5 triliun dengan kenaikan Rp 1,5 triliun dari tahun sebelumnya. Coba bayangkan jika tidak ada BOPTN atau nilainya minim maka berapa rupiah yang harus dikeluarkan dari dompet orang tua. Sumber APBN yang berasal dari pajak masyarakat secara tidak langsung dinikmati mahasiswa tentu mengakibatkan sebuah konsekuensi. Masyarakat telah mempercayakan dana mereka kepada mahasiswa untuk mampu membawa perubahan bangsa ke arah lebih baik. Jadi dapat disimpulkan, berorganisasi merupakan sebuah kewajiban bagi mahasiswa.
Tanggapan atas kebijakan ‘Mahasiswa Wajib Berorganisasi’ yang tidak sepihak tentu harus diluruskan. Bagi kalangan study oriented tentu menganggap dengan berorganisasi akan menghambat studi dan prestasi akademik. Asumsi itu hanyalah bentuk ketakutan karena organisasi tidak ada kaitannya dengan studi dan prestasi akademik. Oleh karena itu, perlu diketahui bahwa mengikuti organisasi disesuaikan minat dan bakat sehingga dapat berperan aktif dan mengembangkan diri. Tahap awal untuk mengikuti organisasi, yaitu mengenal lebih jauh tentang profilnya dan selanjutnya mengonfirmasi apakah sudah sesuai minat. Jika ikut organisasi hanya sebagai follower tentu hasilnya akan berbeda dengan aktif memberikan konstribusi berupa karya dan prestasi. Bidang organisasi tidak hanya tentang politik dan sosial tetapi beragam mulai bidang religi, iptek, seni, olahraga, kepenulisan, dan wirausaha.
Mahasiswa yang sukses tentu mampu berprestasi di bidang akademik dan non akademik. Ketika aktif sebagai mahasiswa yang tidak hanya sekedar kuliah tentu memberikan konsekuensi untuk memiliki manajemen diri yang baik. Waktu yang tersedia 24 jam sehari tentunya harus bisa di-manage misalnya untuk kuliah, organisasi, karya ilmiah, dan hobi. Porsi waktu yang ditentukan sebaiknya disesuaikan prioritas dan urgensi sehingga tidak ada yang dikorbankan. Selain manajemen waktu yang optimal, mahasiswa perlu memilih lingkungan organisasi yang tepat sehingga bisa memberikan kenyamanan mengasah potensi untuk meraih prestasi. Telah terbukti beberapa tahun terakhir kandidat Mahasiswa Berprestasi tingkat universitas lahir dari kesuksesan mereka baik di bidang akademik maupun non akademik.
Sukses ada di tangan tiap orang, selagi tangan masih berpangku tangan sukses tidak akan pernah menghampiri. Tiada kata terlambat untuk memulai sebuah kebaikan untuk merencanakan kesuksesan. Semangat mahasiswa yang tidak mudah padam adalah bekal untuk memulai sebagai mahasiswa sejati. Mahasiswa yang bertanggung jawab dan peduli terhadap nasib bangsa dengan berkontribusi melalui karya atau prestasi. Indonesia telah menanti generasi baru untuk mengubah kehidupan negeri ini. Tunjukkan bahwa mahasiswa memang agent of change dengan sukses akademik dan non akademik. Hidup Mahasiswa!
Penulis adalah mahasiswa Teknik Mesin. Opini ini Juara Harapan I kategori Opini  Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015