Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting di masa modern ini. Dengan pendidikan, setiap orang berpeluang untuk tidak hanya mampu meraih kesuksesan besar atau sebauh cita-cita, tetapi juga bisa melakukan hal-hal luar biasa yang awalnya tidak mungkin bisa dilakukan. Kecerdasan, jabatan, kehormatan, martabat, pekerjaan dengan gaji selangit semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan. Ya, pendidikan memang menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Namun sebelum itu semua tercapai, tentunya dengan ketekunan, dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit.

Dimulai dari tingkatan awal. Kebijakan pemerintah Wajib Belajar 9 tahun (SD sampai SMP atau setingkatnya) merupakan solusi yang sangat membantu. Dengan kebijakan ini setidaknya para penduduk yang awalnya tidak mampu menyekolahkan anaknya dapat tertolong. Pertanyaannya seberapa jauh kebijakan ini dapat membantu? Seberapa jauh kebijakan ini dapat menolong para penduduk yang tergolong kurang mampu dan penduduk miskin? Biaya SPP SD dan SMP memang gratis, tapi masih banyak biaya lain yang harus dibayar tidak hanya biaya SPP. Pihak sekolah dari tahun ke tahun akan selalu mengatakan butuh dana untuk pengembangan sekolah agar lebih maju. Untuk masa sekarang ini sekolah mana yang mau ketinggalan dari sekolah lain, bukan hanya di bidang akademik tapi juga di bidang fasilitas. Kemana lagi dana dikeruk kalau bukan dari peserta didik.

Tingkatan atas lebih parah lagi. Di SMA (setingkat), dengan SPP yang tidak lagi gratis, lebih banyak lagi biaya yang dikeluarkan. Dari tahun ke tahun biaya pendidikan, khususnya SPP, cenderung selalu meningkat. Mengapa demikian? Hanya ada satu jawaban yakni untuk peningkatan mutu sekolah. Inilah awal permasalahan para penduduk kurang mampu dan miskin. Adakah yang biayanya murah? Tentu ada. Namun ibarat membeli roti, roti macam apa yang dapat dibeli dengan uang sedikit. Pemerintah tidak dapat berbuat banyak akan hal ini. Bahkan nasib para guru yang diagung-agungkan sebagai pahlawan juga terabaikan.

Pengorbanan paling banyak terjadi di perguruan tinggi. Peningkatan biaya kuliah dari tahun ke tahun sangat signifikan dibanding SMA. Bahkan bukan hanya biaya kuliah yang harus dibayar melainkan juga biaya kontrakan atau kost tempat tinggal. Biaya kontrakan sekarang ini sangat selangit. Bayangkan untuk kamar seukuran 3×3 M saja dihargai 3,5 hingga 4,5 juta per tahunnya. Tentu ini hanya berlaku bagi mahasiswa yang berasal dari daerah yang jauh. Lalu sekarang ini ada kebijakan UKT (Uang Kuliah Tunggal) menggantikan sistem SPP. Katanya sistem UKT untuk menyesuaikan dengan besarnya penghasilan orangtua mahasiswa, namun pelaksanaanya malah jauh lebih berat dari SPP. Coba bayangkan, seorang mahasiswa dengan penghasilan orangtua dibawah 1 juta setiap bulan harus membayar UKT sebesar 3,5 juta per semester. Belum lagi biaya kontrakan, misalkan saja 4 juta per tahunnya. Jadi harus ada uang sebesar 11 juta setiap tahunnya. Itu belum termasuk biaya yang lainnya. sangat berat.

Ya, tidak perlu diperdebatkan bahwa pendidikan itu sangat mahal. Seolah pendidikan diidentikkan dengan uang. Anda punya uang maka anda dapat pendidikan. Sedangkan lembaga pendidikan tanpa uang tidak berjalan. Parahnya lagi mutu pendidikan ditentukan oleh uang. Apakah itu hanya sebuah anggapan atau kenyataan? Kita dapat lihat di lembaga-lembaga pendidikan sekarang ini. Contohnya saja di perguruan tinggi, semakin berkualitas mutu suatu universitas maka semakin besar pula biaya yang dibebankan kepada mahasiswanya. Lulusan yang dihasilkan universitas seperti ini memang bermutu pula. Tetapi hal ini bukannya tidak berdampak. Tumbuh pemikiran untuk mengembalikan modal selama menempuh pendidikan. Gejala seperti ini sering terjadi. Sehingga saya pribadi berpendapat bahwa salah satu penyebab tingginya angka korupsi di Indonesia dikarenakan adanya rasa ingin mengembalikan modal (biaya) selama proses pendidikan atau proses sebelum mendapat pekerjaan yang ditekuni sekarang.

Uang, jika dilihat dari sudut pandang terkini, telah dianggap mutlak menjadi tiket untuk mendapatkan pendidikan. Seolah pendidikan bukanlah fitrah setiap mausia. Seharusnya pendidikan tidaklah ditentukan oleh uang. Pendidikan merupakan kegiatan mulia. Bahkan dalam agama Islam disebutkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan mendapatkan pahala dari Yang Maha Kuasa. Pendidikan adalah jalan mulia untuk menghindari kebodohan menuju kehidupan yang lebih baik. Pendidikan bukanlah soal uang semata. Memang uang dibutuhkan dalam pendidikan tapi jelaslah salah jika secara absolut tanpa uang pendidikan tidak bisa berjalan.

Lalu siapa yang akan memecahkan persoalan ini? Jawabannya selalu ditujukan kepada pemerintah semata. Seolah kesalahan itu hanya terletak di pundak pemerintah. Seolah hanya pemerintahlah yang harus bertanggungjawab. Jika kita selalu berpandangan seperti ini maka tidak akan pernah ditemukan solusinya. Pemerintah telah melakukan banyak cara tetapi diakui bahwa pelaksanaannya sering menyimpang dan tidak sesuai dengan rencana awal. Seperti program beasiswa yang distribusinya sering tidak merata dan timpang. Lalu solusi yang seharusnya seperti apa? Jawabannya terletak pada kita semua. Mari kita peduli terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan demi masa depan Indonesia yang lebih jaya.

Penulis:

*Nama: Zafriadi, NIM: 140731600044, Fakultas: Ilmu Sosial, Jurusan: Sejarah,