salam redaksiPembaca Komunikasi yang budiman. Kini kami hadir dengan menyuguhkan suatu inovasi, sekaligus mengajak pembaca untuk berpartisipasi dalam mengaktualisasikan visi misi Universitas Negeri  Malang (UM) untuk menjadi universitas yang unggul dan menjadi rujukan. Inovasi bukanlah barang biasa, inovasi bukanlah barang sulapan, dalam inovasi terkandung keuletan, keseriusan, dan kerja keras. Inovasi adalah tentang kejelian melihat kemungkinan, keberanian menjalani ketidakpastian, serta untuk mewujudkan kemahakaryaan. Begitu pula inovasi bukan sekadar perbaikan demi mengejar ketertinggalan, melainkan senantiasa menjadi relevan dan dibanggakan sepanjang zaman.
Satu-satunya syarat yang harus dipenuhi dalam inovasi adalah berani dan mau, yaitu berani bermimpi, berani berubah, berani berkreasi, berani berintegritas, berani bermakna, berani berkuasa, berani berdaulat, dan berani ber-Indonesia. Ditambah adanya kemauan, yaitu mau bereksperimen, mau berimajinasi, berempati, progresif, berdisiplin, berprinsip, berteknologi, dan berani mendobrak, serta berani mendunia.
Tampaknya materi kuliah kontekstual saja tidaklah cukup. Apalagi hanya mengandalkan doktrin seorang guru, namun harus menunjukkan basis kehidupan, begitu pula kompeten saja tidaklah cukup, maka harus ditambah kapabel. Oleh karena itu, harus memanfaatkan dan mendasarkan life-based learning. Memang life-based learning bukanlah tujuan, melainkan salah satu cara untuk segera mengaktualisasikan keunggulan dan menjadi rujukan. Gagasan-gagasan tentang life-based learning pada dasarnya sudah pernah dituangkan dalam Komunikasi edisi 305 Juli-Agustus yang lalu dengan tema UM Menuju Pusat Inovasi yang dihantar oleh Pak Djajusman dengan ungkapan memacu inovasi untuk kemajuan bangsa.
Tembok-tembok lama yang berupa cara pandang lama harus dikikis habis dan bahkan digempur. Mengapa demikian, karena hanya melalui pengubahan cara pandang lama menjadi cara pandang baru sajalah inovasi dapat dihasilkan. Bukan hanya melalui pembelajaran yang mendekatkan mahasiswa pada kehidupan riil masyarakat, melainkan juga  mendekatkan diri pada kebutuhan masyarakat senyatanya. Digempurnya pandangan lama dan belum mengkristalnya pandangan baru memang akan membuat rasa tidak nyaman dan dalam situasi kondisi gamang, namun ketangguhan dan keuletan lah yang akan membuktikan suksesnya inovasi.
Inovasi bukan hanya terjadi di dalam kurikulum dan tenaga sumber daya manusia akademik, melainkan civitas academica yang lain mestilah saiyek saekapraya (kompak) menjalankannya. Dengan demikian, inovasi yang terpenting haruslah menjadikan proses belajar menjadi lebih dinamis dan bermakna. Betapa pun kurikulum baru disusun dengan berlandaskan pada life-based learning, masih harus pula dipadu dan dipandu oleh KKNI di satu pihak dan SN Dikti di pihak lain.
Akhir kata, dengan mengharapkan keunggulan segera terealisasi, serta rujukan segera menjadi kenyataan, maka semua pihak civitas akademika UM sebagai perguruan tinggi berani mengambil keputusan, yaitu keputusan untuk melakukan inovasi dalam berbagai segmen dan unsurnya dengan penuh keberanian dan tanggung jawab. Semoga.
Penulis adalah Dosen P.IPS dengan tugas tambahan Koorprodi FIS UM sekaligus anggota Dewan Penyunting Komunikasi