IMG_0235

kalyana Mitra merupakan sebuah komunitas yang bergerak dalam bidang edukasi. Komunitas yang berfokus pada bidang kesejarahan ini berada di kampus Universitas Negeri Malang (UM), tepatnya berada di Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Komunitas ini semakin menyedot perhatian mahasiswa, khususnya mahasiswa baru, untuk belajar sejarah dalam lingkup Jawa kuno. Komunitas yang didirikan oleh salah satu dosen Sejarah, yaitu Deny Yudo Wahyudi, S.Pd., M.Hum. ini diikuti oleh mahasiswa semester I sampai mahasiswa semester VIII.


“Kalyana Mitra dibentuk bertujuan untuk belajar bersama, diskusi bersama. Jadi memang suatu kebutuhan bagi mahasiswa untuk berdiskusi. Pada awalnya beberapa mahasiswa yang se-visi berdiskusi tentang mata kuliahnya, dari beberapa ini mengajak temannya kemudian terbentuklah komunitas Kalyana Mitra yang berarti teman diskusi yang baik,” tutur Candra, pengurus Laboratorium Sejarah. Mahasiswa yang tergabung dalam komunitas ini bisa belajar banyak hal tentang mata kuliah yang diampunya. Jika ada permasalahan yang berkaitan dengan mata kuliah dan setelah didiskusikan masih terdapat masalah atau tidak paham, maka diperbolehkan menggunakan fasilitas  Laboratorium Sejarah.
“Daya tarik mahasiswa untuk beberapa waktu ini memang di mata kuliah Sejarah Indonesia Kuno, terutama dalam mempelajari bahasa Jawa kuno,” tutur Candra. Kumpulan mahasiswa ini mulai belajar aksara-aksara kuno, sejarah klasik masa Hindu Buddha, ikonografi arca, dan relief. Dalam kajian ikonografi, arca Hindu sangatlah banyak. Seperti halnya Syiwa, Ganesha, dan Durga sebagai dewa yang diarcakan.
Komunitas yang berdiri pada Senin Kliwon, 2 November 2015 ini sangat menarik. “Selain belajar di dalam kelas ataupun di Laboratorium Sejarah, kita juga praktik membaca prasasti yang terkadang pola tulisannya berbeda dengan yang biasa dipelajari di dalam kelas,” ungkap Izzu, anggota Kalyana Mitra. Beberapa bulan yang lalu, para pecinta sejarah ini melakukan kunjungan ke situs-situs dan candi, seperti Candi Penataran, Candi Kidal, Candi Jawi, Patirthan Jolotundo, dsb. Hasil yang mereka dapat sangat memuaskan. Mereka mempelajari relief Sri Tanjung di pendopo teras Candi Penataran dan relief Garudeya di Candi Kidal. Selain itu, yang lebih menarik lagi, komunitas ini kerap diundang dalam acara komunitas-komunitas di UM, seperti mengisi atau membuat stand di acara inagurasi beberapa jurusan tertentu.
Komunitas tersebut juga melayani jasa tour guide wisata sejarah. Tak jarang beberapa sekolah dasar yang berada di sekitar kampus meminta bantuan mahasiswa yang tergabung dalam komunitas ini untuk memandu proses belajar mengajar di situs-situs bersejarah. Kalyana Mitra perlahan bisa menepis anggapan bahwa belajar sejarah itu membosankan.
Upaya untuk memajukan komunitas ini sangat diharapkan. Seperti yang diungkapkan oleh Dimas, salah satu anggota, upaya pertama yang harus dilakukan ialah tetap melanjutkan kegiatan rutin dengan agenda yang lebih terarah, seperti adanya evaluasi  di setiap pembelajaran agar kualitas lebih meningkat. Kedua, dengan mengadakan event-event dan kunjungan ke situs sejarah agar pengetahuan dapat berkembang, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan yang menunjang organisasi, baik dalam segi hubungan dengan organisasi atau komunitas lain, maupun yang berkaitan dengan disiplin ilmu tentang Jawa kuno.
Penyampaian materi sejarah perlu dikemas secara dinamis, sehingga minat untuk belajar sejarah dapat meningkat. Dengan begitu, persepsi bahwa mempelajari sejarah itu membosankan akan terus berkurang. Seperti yang dilakukan oleh Kalyana Mitra, pendidik bukan hanya memaparkan fakta-fakta sejarah yang ada, melainkan harus mampu memetik hikmah dari sejarah dan mengajak siswa sekaligus mahasiswa untuk belajar dari sejarah.Amey