oleh Zulkarnain Nasution

Pendidikan di Jepang mengenal tiga sistem; home education, school education, dan social education. Pendidikan sosial di Jepang ditekankan pada dua asas pokok yaitu (1) menjamin hak-hak setiap warga  negara untuk belajar, khususnya mereka yang kurang mampu untuk bersekolah, dan (2)  memajukan demokrasi yang partisipatif kepada masyarakat melalui proses pembelajaran di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Perkembangan pendidikan sosial sangat pesat sejak mendapatkan pengesahan tahun 1949 sampai pada saat disusunnya aturan tentang life long learning promotion law tahun 1990. Salah satu bentuk kegiatannya adalah Community Cultural Learning Center (Kominkan).


Kominkan berdiri satu tahun setelah berakhirnya Perang Dunia ke-2.  Sehingga Kominkan telah berkembang  dan dikenal begitu lama, hampir setengah abad lebih. Dengan demikian, Kominkan didirikan sekitar tahun 1946 atau lebih tua empat tahun dari Undang-Undang Pendidikan Sosial. Landasan tersebut telah diwujudkan melalui sebuah proses dan kegiatan pembelajaran gratis atau murah dalam   Kominkan yang tersebar di seluruh wilayah Jepang, khususnya Kota Tokyo
Implementasi program pendidikan sosial di Jepang lebih menekankan pada hal-hal yang berhubungan dengan berbagai budaya, gaya hidup, olahraga dan rekreasi, serta kegiatan pembelajaran masyarakat lainnya. Kominkan didirikan dan disosialisasikan di tengah-tengah masyarakat Jepang sebagai wujud dari kepedulian pemerintah akan pentingnya rekonstruksi bidang pendidikan dalam mengembalikan  kejayaan Jepang sebagai negara yang berdaulat dan demokrasi.
Pemerintah Jepang  pada saat itu menganggap bahwa rekonstruksi bidang pendidikan melalui sekolah atau pendidikan anak-anak tidaklah cukup, sehingga diperlukan model pendidikan yang betul-betul mampu menyatu dan melayani seluruh kebutuhan pendidikan bagi masyarakatnya.

Maka, model pendidikan orang dewasa dan pendidikan masyarakat merupakan sebuah konsep yang dianggap dapat melayani seluruh kebutuhan pendidikan  bagi masyarakat di antaranya program-program keterampilan bagi pendidikan orang dewasa. Pada saat itulah konsep  citizens’ public halls direkomendasikan oleh pemerintah sebagai sebuah fasilitas pendidikan sosial di setiap pemerintahan kota. Dengan harapan, Kominkan dapat membangun dan meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan kepercayaan diri masyarakat Jepang.
Pada saat pertama kali didirikan, Kominkan bertujuan  untuk memperkenalkan demokrasi secara partisipatif di tengah-tengah masyarakat Jepang, memberikan kesempatan kepada masyarakat Jepang untuk memperoleh pendidikan yang layak, serta memberdayakan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Kegiatan-kegiatan Kominkan pada saat itu lebih diarahkan pada program-program pendidikan dan program-program keterampilan bagi orang dewasa. Di samping itu pula, keberadaan Kominkan di tengah-tengah masyarakat diharapkan dapat memfasilitasi kegiatan-kegiatan pendidikan orang dewasa yang memadai dan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dengan pemerintahan setempat,  serta sebagai pusat interaksi sosial budaya masyarakat setempat. Kominkan dikembangkan berdasarkan aturan dalam life long learning in Japan yang menjelaskan tentang berbagai kegiatan yang harus dilakukan kantor pendidikan kota sehubungan dengan social education.
Ada dua model Kominkan di bawah pengawasan social education administration, yakni Urban Kominkan dan Rural Kominkan. Kedua Kominkan ini seringkali disebut dengan legal Kominkan karena pengelolaannya di bawah aturan administrasi pemerintah kota. Di samping kedua model Kominkan tersebut, ada juga Kominkan yang didirikan oleh masyarakat, asosiasi (organisasi) sukarela atau lembaga independent (non pemerintah). Kominkan jenis ini dikenal dengan Autonomous Kominkan (Kominkan Mandiri).
Perjalanan penulis selama sepuluh hari di Kota Metropolitan Tokyo dari tanggal 23 Desember 2017 hingga 3 Januari 2018 menjadi salah satu pengalaman dan pembelajaran. Hal yang diperolehnya adalah bagaimana program dan aktivitas pendidikan sosial di Jepang, khususnya di Tokyo, dengan mengunjungi salah satu penggerak lembaga pendidikan sosial   Kominkan. Salah satu yang dikunjungi adalah aktivitas Kominkan “Nojiven” sebagai lembaga independent (non-pemerintah). Lembaga ini memberikan subsisten dan kesejahteraan bagi tunawisma  melalui program-program pelatihan peningkatan keterampilan untuk meningkatkan pendapatan para tunawisma.
Kominkan sebagai salah satu fasilitas layanan pendidikan sosial yang terintegrasi memiliki tugas dalam mengembangkan pendidikan masyarakat dan pendidikan orang dewasa dengan fasilitas-fasilitas pendidikan sosial lainnya  seperti perpustakaan, museum, pusat pengembangan pemuda dan anak-anak, pusat pengembangan perempuan dan pusat-pusat pengembangan layanan pendidikan sosial lainnya.
Setiap kota memiliki Kominkan yang berbeda, baik pengelolaannya maupun pengembangannya. Besar kecilnya Kominkan sangat disesuaikan dengan luas area serta jumlah sasaran penduduk di daerah tersebut. Kominkan didirikan untuk mendukung berbagai kegiatan masyarakat. Sejalan dengan perubahan  dan  perkembangan masyarakat Jepang terutama perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan orang dewasa dan pendidikan masyarakat melalui  Kominkan  tidak lagi hanya sekadar memperhatikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat sebagai sebuah kebutuhan dasar, akan tetapi  sudah bergeser kepada peningkatan self-actualization dan  self-development.
Hal ini sesuai dengan tujuan Kominkan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan. Program-program yang dikembangkan  Kominkan  biasanya secara teratur disosialisasikan atau ditawarkan kepada seluruh masyarakat melalui berbagai media seperti internet, televisi, radio, surat kabar, majalah Kominkan, atau buletin juga papan pengumuman Kominkan. Dengan media tersebut, Kominkan semakin menjadi pengikat bagi tumbuhnya kebiasaan dan budaya belajar masyarakat.
Penulis adalah dosen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan anggota penyunting Majalah Komunikasi