oleh: Hasanudin I Arbi

Seru namaku, Nak, Kampung Halaman, kekuatan siang dan malam, cahaya bulan dan api matahari dari masa silam, dari bercak darah atau belulang yang bergelegak di tubuhmu dan talu bersemayam.


Meski terpisah raga dari segala musim yang berbeda, dari jalanan kota, sentuhan angin atau aroma pagi. Percayalah, aku ada selamanya. Dan menjaga saat kau lelap atau terjaga.


Seru namaku, Nak, Kampung Halaman, lautan maha dalam yang memeluk kapal karam, gunung julang yang menangkis mendung datang, dan mimpi buruk bagi mereka yang ingin menumpas cita-citamu turun ke tanah.
Walau aku terhalang dermaga Ujung Pandang dan Tanjung Perak, juga pulau-pulau jauh di lekuk samudera, dan kabut-kabut tebal udara. Yakinlah, aku mengatap dan mengatupmu selalu.


Tegaplah berdiri, tegakkan tubuhmu. Jangan tunduk dan merasa kalah, selama langit masih kau junjung, kebenaran dan nama leluhur masih kau dekap, juga bahasa ibu tak kau luputkan, maka aku berakar dalam tubuhmu seluruh. Selamanya selalu.


Ingat namaku, Nak, Kampung Halaman, penjaga silsilah sejarah, rahim yang melindungimu dari segala badai, juga ruang pendiam yang menunggumu pulang rebahkan risau, rebahkan lelahmu yang panjang.


Meski kau serupa ombak gegabah yang mengais diri di laut jauh, tetapi aku dirimu selalu. Hulu yang menggaris muaramu, setelah kau hanguskan suara ayah di pintu dan kau kosongkan air mata ibu di ruang tamu karena kepergianmu, aku satu-satunya yang tak pudar di tubuhmu. Dan yang akan memerah lukamu ketika orang-orang menolak perbedaanmu, menolak keberadaanmu.


Lagi, aku satu-satunya tempat yang tak henti menanti gemerincing langkahmu tiba di beranda rumah. Serukan aku, Nak!
Malang, 2019


Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia dan Juara 1 dalam Kompetisi Penulisan Majalah Komunikasi tahun 2019