imron

Oleh Ali Imron

Selamat berjumpa kembali para pembaca. Komunikasi edisi ini melaporkan tentang serah terima jabatan rektor, dari Prof. Dr. H. Suparno kepada Prof. Dr. H. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd.. Serah terima jabatan tersebut dilakukan di Gedung Sasana Budaya, Jumat 28 November 2014, sesaat setelah dilakukan pelantikan rektor oleh Menristek Dikti, Prof. Muhammad Nasir. Semua kru Komunikasi mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak Suparno yang telah memimpin selama dua periode. Juga kami sampaikan selamat datang dan bertugas kepada Bapak Ahmad  Rofi’uddin, yang akan memimpin UM untuk periode 2014-2018.
Dari perspektif teori organisasi, pergantian pemimpin suatu institusi dipandang sebagai peristiwa biasa, karena hal tersebut selalu terjadi dalam siklus-siklus yang disepakati oleh para anggotanya. Yang justru menjadi luar biasa dalam peristiwa pergantian pemimpin adalah pemaknaaan setiap anggota organisasi akan hadirnya harapan-harapan baru. Harapan baru itu akan terwujud ketika seluruh potensi anggota organisasi dapat terfokus. Dasar pandangan inilah yang tampaknya mengharuskan seluruh civitas akademika untuk mengambil bagian dalam perjuangan mencapai  harapan tersebut.
Saat pelantikan rektor, Menristek Dikti, Prof. Muhammad Nasir, berharap agar UM bisa berubah dari universitas yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berstatus Badan Hukum (PTN BH) serta dapat masuk lima ratus besar perguruan tinggi kelas dunia (World Class University) pada tahun 2017. Harapan tersebut tampaknya sejalan dengan program yang telah dipaparkan oleh  Prof. Dr. H. Ahmad Rofi’uddin, M.Pd. Harapan ini juga kiranya sejalan dengan harapan civitas akademika yang menginginkan PT-nya sejajar dengan universitas maju lainnya. Dua harapan besar inilah yang berkesinambungan dengan kehormatan sebagai insan perguruan tinggi, masa depan, dan kesejahteraan lahir maupun batin civitas akademika.
Namun, pencapaian harapan tersebut tidaklah mudah. Walaupun bukan berarti bahwa yang tidak mudah itu tidak bisa dicapai. Sebagaimana yang pernah ditulis oleh Gordon Dryden & Jeannette Vost (1999) dalam The Learning Revolution: To Change the Way the Word Learn, bahwa kesuksesan diri dan lembaga itu akan dicapai ketika diri dan lembaga itu mensinergikan tiga hal, yaitu visi, gairah, dan aksi. Ada gairah dan aksi yang tanpa visi akan menempatkan diri dan lembaga di posisi yang kurang tepat. Ada visi dan aksi, tetapi jika tidak disertai dengan gairah hanya  akan menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna.  Sebaliknya, ada visi dan gairah jika minus aksi hanya akan menempatkan kita di posisi berangan-angan. Oleh karena itu, pilihan satu-satunya yang harus dilakukan oleh civitas akademika adalah mengambil bagian dalam simfoni besar yang diprakarsai oleh pemimpin dalam mensinergikan visi-gairah-aksi besar itu.
Lantas, langkah konkret apa yang sepatutnya kita lakukan agar dapat memfokuskan diri dalam dua harapan besar itu? Pertama, semua civitas akademika diharapkan meningkatkan produktivitas dalam  karya ilmiah seraya  memublikasikan seluruh karya yang dimiliki agar dapat ditelusur oleh siapa pun dari seluruh belahan dunia. Jika setiap keyword yang dimasukkan oleh seluruh penelusur browser selalu memunculkan UM di dalamnya, maka nama UM-pun akan mendunia. Kedua, seluruh civitas akademika untuk berperan aktif dalam pemenuhan persyaratan perubahan UM sebagai BLU menjadi PTN BH. Senantiasa berikhtiar meraih  status akreditasi A pada sebagian besar prodi yang ada di UM, pastilah sebuah perjuangan yang patut  didukung oleh siapa pun. Juga diharapkan  adanya kerja sama kelembagaan antara UM dengan jurnal-jurnal internasional.
Demikianlah pembaca yang budiman! Selamat menikmati sajian-sajian tulisan yang kami kemas dalam berbagai rubrik. Semoga UM kita dengan nahkoda baru tersebut semakin lama semakin jaya.
Penulis adalah Guru Besar Manajemen  bidang Pendidikan