Krisis energi yang menimpa Indonesia ditandai dengan dicabutnya subsidi pada BBM menyebabkan kenaikan harga berbagai jenis BBM. Kenaikan ini memengaruhi kehidupan masyarakat baik secara langsung. Kenaikan ini diperparah dengan tidak jalannya jalur distribusi BBM kepada masyarakat yang disebabkan dialihkannya tanggung jawab mengenai perminyakan dari Pertamina kepada BP Migas berdasarkan UU yang baru. Hal-hal yang disebutkan di atas tentu menambah penderitaan masyarakat terutama dari golongan ekonomi lemah. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan suatu langkah-langkah untuk menghadapi masalah-masalah yang disebutkan di atas.

Masyarakat di daerah pinggiran sudah mulai memakai kayu bakar dari hutan-hutan di sekitar mereka. Pemerintah mulai menganjurkan pemakaian briket batu bara sebagai bahan bakar alternatif walaupun memiliki banyak kelemahan di sana-sini. Langkah yang terlalu adalah pemberian subsidi kepada masyarakat dengan elpiji tabung 3 kg.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam jangka pendek tersebut memang sudah menyentuh permasalahan masyarakat. Namun, untuk jangka panjang bukan suatu solusi yang tepat. Pemberian subsidi kepada elpiji juga adalah suatu solusi jangka pendek karena suatu saat akan habis dan kita sudah tentu akan mengimpor lagi. Selain itu, sekarang, DAS merupakan salah satu komoditas dari sektor migas. Sehingga tampak langkah yang diambil pemerintah hanya untuk jangka pendek dan hanya bersifat mengalihkan masalah. Sebaiknya langkah yang perlu diambil pemerintah selain hal di atas adalah pemberian bantuan dana penelitian. Dana itu bisa digunakan untuk pemanfaatan bahan-bahan di sekitar kita menjadi bahan alternatif dan sosialisasinya kepada masyarakat.
Sosialisasi ini awalnya dapat dilakukan dengan pendanaan di kantor-kantor pemerintahan baik yang bersifat struktural maupun fungsional. Jangan ada lagi sosialisasi yang bersifat sepihak yaitu masyarakat disuruh berhemat dan menggunakan bahan bakar alternatif. Namun, pihak pemerintah tidak pernah berhemat dan menghamburkan uang negara serta tidak menggunakan energi alternatif dengan alasan ini dan itu seperti yang terjadi selama ini. Hal-hal seperti ini mudah-mudahan tidak terjadi lagi di masa datang.
Selama ini, ada beberapa penelitian mengenai pemanfaatan sampah-sampah organik. Sampah organik tersebut untuk dijadikan energi alternatif yang secara swadaya dilakukan oleh individu atau lembaga-lembaga penelitian yang masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Salah satu penelitian mengenai pemanfaatan limbah organik adalah mengenai pemanfaatan limbah padat kelapa sawit yang berupa cangkang kelapa sawit dan tandan kosong kelapa sawit untuk dibuat menjadi briket bio arang.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa briket yang dihasilkan mempunyai nilai bakar yang cukup baik (5301.02 kal/gr). Hal ini telah dilakukan beberapa uji lainnya yang semua menunjukkan nilai yang cukup baik terutama mengenai emisi CO2 yang cukup rendah (28.12 mg/l). Selain itu, juga sudah dicoba untuk memasak beberapa jenis masakan yang juga menunjukkan hasil yang cukup baik dan masakan yang dihasilkan cukup wangi. Selain dari cangkang dan tandan kosong sawit sampah-sampah organik lainnya dapat dibuat menjadi briket arang dimana. Hal ini sudah tentu dapat membantu pemerintah dalam menanggulangi sampah perkotaan dan masalah penyediaan TPA (Tempat Pembuangan sampah Akhir). Selama ini, masalah tersebut yang selama ini hanya menggunakan sistem open dumping yang membutuhkan lahan yang luas dan menimbulkan masalah akibat bau busuk dan limbah yang dapat mencemari air tanah penduduk. Belum dimanfaatkan sistem sanitari landfill yang membutuhkan infestasi yang tinggi serta keuntungan penjualan kompos dan biogas belum dapat diprediksi menambah kompleksnya permasalahan persampahan di Indonesia. Oleh sebab itu, diusulkan teknologi pembuatan briket dikombinasikan dengan sistem persampahan sekarang (open damping) untuk mengatasi masalah sampah di beberapa daerah di Indonesia. Usul ini perlu dikaji lagi lebih mendalam dan dapat dijadikan bahan penelitian lanjutan kepada rekan-rekan dosen dan peneliti  di tanah air.
Energi alternatif  lain yang dapat digunakan adalah minyak nabati. Mengapa minyak nabati sebaiknya dipilih? Para ilmuan mengatakan minyak ini jauh lebih ramah lingkungan karena lebih bisa diuraikan dibanding minyak bumi. Bila tertumpah di tanah, minyak ini akan terurai hingga 98%nya. Sedangkan produk minyak bumi hanya akan terurai 20–40% saja. Minyak nabati adalah sumber yang bisa diperbaarui. Saat pasokan berkurang, tanaman-tanaman seperti kedelai atau jagung bisa segera ditanam untuk diambil minyaknya, suatu hal yang sekaligus memberi keuntungan industri pertanian. Minyak bumi, di lain pihak, adalah sumber yang tidak dapat diperbarui. Saat persediaan menipis maka kita tidak dapat membuat minyak bumi. Tambahan lagi, berdasarkan penelitian Departemen Energi AS, minyak nabati yang dipakai pada mesin mengurangi hamper semua bentuk polusi udara disbanding penggunaan minyak bumi. Minyak ini juga tidak menghasilkan emisi karbondioksida yang menjadi penyebab utama pemanasan global. Lebih dari itu, penggunaan minyak nabati sebagai pengganti minyak bumi diperkirakan dapat mengurangi resiko kanker hingga 94%.

Penulis adalah mahasiswa jurusan Biologi angkatan 2006