Oleh Dewi Aminatul Maesyaroh

Gambar di samping adalah salah satu segmen dari cerita Mamad dan Udin, Udik tapi Cerdik. Mungkin belum banyak yang tahu tentang film ini karena memang bukan salah satu film yang disiarkan di televisi. Film ini adalah salah satu film animasi pembelajaran yang dibuat oleh mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) jurusan Matematika dan Desain Komunikasi Visual (DKV). Latar belakang pembuatannya adalah banyaknya CD pembelajaran yang beredar di pasaran yang hanya menonjolkan aspek permainan saja dan hanya sedikit yang dapat mengonstruk pemahaman anak tentang matematika. Film ini diperuntukkan bagi anak SD kelas III.


Sampai saat ini, sebagian besar anak beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang menyeramkan. Hanya berisi tentang menghitung, menghafal rumus, dan menerapkannya dalam menjawab soal. Anggapan seperti ini muncul karena sejak awal anak diajari untuk dapat menjumlah, mengurangi, membagi, dan mengalikan dengan benar. Anak yang dianggap paling pintar matematika adalah anak yang dan mengerjakan semua soal dengan benar serta paling cepat mengerjakannya. Akibatnya, pada saat  dihadapkan dengan soal cerita yang membutuhkan penafsiran terlebih dahulu, anak akan mengalami kesulitan. Kondisi seperti ini jika terus berlanjut tentu akan membawa dampak buruk, terutama bagi pengetahuan matematika anak.
Mayoritas siswa saat ini lebih memilih menghabiskan waktu di depan televisi, menonton film kartun kesukaannya daripada belajar matematika yang dianggap rumit. Hal inilah yang memberi inspirasi penggunaan CD pembelajaran film kartun interaktif sebagai media pembelajaran konsep pecahan. Karena bentuknya yang sesuai dengan ketertarikan dan minat siswa, diharapkan media ini bisa menarik perhatian dan memotivasi siswa untuk memelajari pecahan.
Pada aplikasinya, media ini bisa digunakan sebagai alat bantu belajar siswa bersama guru di kelas maupun media belajar siswa secara individu di rumah. Manajemen kelas yang bisa digunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan media ini bisa berupa perorangan, kelompok kecil (+ 3 orang), atau klasikal. Pemilihan manajemen tersebut disesuaikan dengan ketersediaan perangkat komputer yang dimiliki oleh sekolah. Film interaktif bisa juga digunakan sebagai pendamping siswa saat belajar di rumah. Orang tua bisa menjadi fasilitator yang memadai bagi mereka. Dengan demikian, siswa bisa melakukan proses belajar yang menyenangkan dan bermakna dimana saja.
Penggunaan media untuk perorangan dilakukan jika ketersediaan komputer sesuai dengan jumlah siswa. Guru memberi gambaran umum tentang materi yang akan dipelajari, mendemonstrasikan cara pengoperasiannya, dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami maksud konsep yang disampaikan. Dengan cara ini siswa bisa melihat film dan merespon bagian interaktifnya secara mandiri. Mereka juga dapat mengulang atau memerlambat bagian yang belum mereka pahami sesuai yang mereka perlukan sehingga diharapkan siswa dapat memahami konsep pecahan dengan baik tapi tetap menyenangkan.
Jika komputer yang disediakan kurang memadai, maka penggunaan media film interaktif bisa dilakukan pada kelompok kecil di mana peran guru sama seperti pada penggunaan perorangan. Kelebihan cara ini terletak pada terbukanya kegiatan diskusi di antara siswa serta melatih kemampuan bekerja sama dan saling tenggang rasa di antara mereka.
Penggunaan secara klasikal digunakan jika komputer yang tersedia hanya satu unit, tapi dilengkapi dengan LCD. Peran guru bukan hanya sebagai fasilitator, tapi operator dan mediator. Guru menampilkan tayangan di layar kelas serta menjalankan animasi. Pada bagian interaktif, guru mengajak murid memikirkan jawabannya bersama-sama, lalu hasil kesepakatan kelas digunakan untuk menjalankan film selanjutnya. Pembahasan sebagai tindak lanjut dari penggunaan media film bisa dilakukan di akhir kegiatan.

Penulis adalah mahasiswa Matematika UM, pencipta CD Pembelajaran Film Kartun untuk Jurusan Matematika  dari hasil PKM.