Oleh Mukhamad Suhermanto

Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 20-10-10 terdapat banyak aksi mahasiswa di seantero kota besar yang turun ke jalan untuk menyerukan sebuah kritik terbuka kepada pemerintah  mengenai wilayah kinerja mereka. Bahkan, ada yang menyuarakan agar presiden lengser, semisal aksi yang dilakukan di Istana Bogor (portalkriminal.com, 20/10/10). Sebelumnya (18/10/2010), ada aksi yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) serentak di hampir setiap kota besar di Indonesia yang merupakan refleksi Sumpah Mahasiswa Islam yang dilaksanakan oleh ribuan mahasiswa se-Indonesia setahun silam di Hall Basket, Senayan, Jakarta. Refleksi tersebut menggemakan kembali nafas perjuangan dakwah Islam di Indonesia melalui semboyan tanpa kekerasan dengan tantangan intelektual untuk merubah Indonesia pada khususnya ke arah yang terbaik. Tidak dapat dipungkiri bahwa  Indonesia dengan kondisi saat ini salah satunya adalah karena kontribusi mahasiswa. Dalam artikel ini, mari kita telaah bersama peran mahasiswa di kancah perubahan peradaban Indonesia ini. Mahasiswa memiliki peranan vital saat Orde Lama berkuasa untuk menggoyang pemerintah yang sedang kesulitan mengatasi gonjang-ganjing permasalahan  negara, misal masalah kemiskinan dan mahalnya harga makanan pokok. Pada intinya, kondisi tidak ideal negara memecut elemen rakyat yang melek politik untuk menuntut perubahan dan garda terdepan tidak lain tentunya. Namun, ada catatan penting dari penulis. Berikut ini adalah yang paling esensial mengenai tempat mendarat  Indonesia pasca-Orla. Banyak rakyat Indonesia yang belum mengetahui (paling tidak adalah terkelabuhi dari) fakta tentang adanya skenario pelengseran Bung Karno. 1 Desember 1998, The Independent (surat kabar ternama di Inggris) memuat berita dengan judul “Britain’s Secret Propaganda War 1948-77″ oleh Paul Lashmar dan James Oliver yang isinya adalah rahasia strategi politik sekutu dalam melengserkan Soekarno 30 tahunan yang lalu yang secara konstitusi (terpaksa) harus diungkapkan ke permukaan. Berikut adalah terjemahan bebas dari petikan artikelnya, “Garner didesak untuk mengirim Reddaway (ahli propaganda Kementrian Luar Negeri Inggris) menuju Indonesia. Tugas Reddaway adalah menjalankan operasi propaganda anti-Sukarno yang dimotori oleh M16 (inteligen Inggris) dan Kementrian Luar Negerinya. Garner memberi £10.000 tunai kepada Reddaway untuk melakukan segala sesuatu untuk menyingkirkan Soekarno. Menurut Reddaway, penyingkiran Soekarno adalah pengambilan kekuasaan (coup) yang paling sukses oleh Kementrian Luar Negeri yang mereka jaga kerahasiaannya dari sekarang. Beberapa tahun setelah tahun tersebut (1963-1965), propaganda untuk melengserkan Soekarno meningkat drastis. Yang menjadi huge power of reformation sudah tentu adalah mahasiswa.
Setelah terlepas dari hembusan angin dingin sosialis yang menegakkan bulu kuduk penduduk Indonesia pada masa Soekarno, tibalah masa Orba yang mulai memasuki gerbang kapitalisme. Di masa awal, ideologi ini mulai menularkan gejala virusnya dengan jalan mengirim economic hitman, ahli ekonomi yang menyebabkan Indonesia bertahap menjadi pelayan sehingga sang Harimau Asia menanggalkan satu demi satu taring dan kukunya hingga jinak di bawah kaki sang majikan, yakni dengan hutang. Sesuai yang dituturkan sang economic hitman fenomenal, John Perkins yang bertobat dalam bukunya, Confession of an Economic Hitman, yakni dengan memberikan harapan kenaikan perekonomian semu (17%) melalui proyek sistem listrik di mana kondisi faktual yang dapat tercapai adalah tidak lebih dari hanya 6%. Misalnya di Boston (Perkins, 2004: 20-27). Dengan demikian, Indonesia diyakinkan untuk mengambil hutang dari ADB untuk pendanaannya dan hutang berlanjut seiring ketidaktercapaian tujuan perkembangan ekonomi semu.
Sedikit demi sedikit, kehidupan bangsa Indonesia berangsur meningkat kualitasnya. Mulai kesejahteraan, swasembada pangan, perekonomian, dan sendi-sendi penopang kestabilan kehidupan berbangsa lainnya. Namun, Gelembung peningkatan ekonomi dan kesejahteraan yang semu (terwujud jadi hutang) akhirnya meletus di penghujung masa pemerintahan Orba.
Di akhir masa Orba, mahaiswa adalah garda terdepan  yang meremukkan tiang terakhir pemerintahan sehingga tak terelakkan jika sejarah berulang, yakni runtuhnya rezim Orba yang memegang rekor terlama dalam memimpin Indonesia (32 tahun). Namun, jika dahulu menyuarakan reformasi yang selanjutnya dijawab dengan kapitalis ala Orba, di saat reformasi 1998 ini bangsa kita tak tentu arah sehingga berujung pada kondisi saat ini. Indonesia menjadi mangsa empuk imperialisme modern dibawah bendera kapitalis liberal. Negara semakin terpuruk meski dinyatakan ada kenaikan tingkat perekonomian. Hutang semakin mencengkeram seluruh elemen bangsa. Perkembangan peradaban tidak memiliki kesempatan untuk bangkit saat ideologi  masih didominasi kapitalisme.
Sekarang, giliran Andalah, para mahasiswa untuk menentukan pada gerbang mana Indonesia akan masuk. Apakah hanya dengan perjuangan semu yang tanpa idealisme ideologi yang dibungkus dengan premanisme perjuangan dan perpolitikan ala Machiavelli, ataukah perjuangan ideologis dengan jalan perjuangan dan tujuan yang diridoi Tuhan?

Penulis adalah mahasiswa S1 PTO 2008 sekaligus Ketua BEM FT 2011