Oleh Khoirin Nikmah

Di kanan kiri jalan seringkali kita menjumpai poster, spanduk, reklame, dan sejenisnya yang mengiklankan puntung sembilan senti alias rokok. Tak hanya untuk iklan semata-mata, bahaya rokok pun terpampang jelas pada pajangan tersebut. Sebuah kalimat yang bukan lagi menjadi hal baru bagi masyarakat dan hampir mereka semua hafal di luar kepala. Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Namun, ironisnya mereka bukan menghindari, tetapi justru kian mengidolakan puntung tersebut. Lalu, apa gunanya peringatan yang tertulis pada iklan dan produk tersebut jika masyarakat tak lagi mengindahkannya? Hanya sebagai pelengkap kah? Atau mungkin syarat utama dalam sebuah iklan dan produk rokok?
Berbicara masalah rokok, banyak sudah penelitian yang mengungkapkan bahaya asap rokok terhadap aspek biologis dan kimiawi tubuh manusia. Seperti halnya kanker yang dipicu oleh tar yang terkandung dalam batang rokok. Kemudian serangan jantung akibat karbon monoksida yang terkandung di dalamnya dan yang paling utama, nikotin yang merupakan zat yang memiliki efek candu yang berakibat pada keinginan untuk meningkatkan jumlah konsumsi. Selain itu, masih ada kurang lebih empat ribu jenis zat kimia yang tidak diragukan akan bahayanya.
Pada hakikatnya, ketika seorang perokok  tengah merokok di antara orang-orang yang bukan perokok, disadari atau tidak, perlahan-lahan mereka telah membahayakan nyawa orang lain yang notabenya perokok pasif. Seperti yang dilansir dari salah satu media massa, bahwa konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar bahkan mencapai tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif karena racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Dalam hal ini, Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan, sebanyak 25% zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok, sedangkan 75% beredar di udara bebas yang beresiko masuk ke tubuh orang di sekelilingnya.
Ada beberapa fakta miris tentang rokok yang tidak mungkin diragukan akan kebenarannya, yaitu menurut Rekomendasi WHO, 10/10/1983 menyebutkan, seandainya 2/3 dari yang dibelanjakan dunia untuk membeli rokok digunakan untuk kepentingan kesehatan, niscaya bisa memenuhi ke­sehatan asasi manusia di muka bumi. WHO juga menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun karena rokok. Disebutkan juga bahwa 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok. Selanjutnya, prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalu lintas. Fakta-fakta tersebut sudah cukup untuk menyadarkan kita betapa banyak kerugian yang diakibatkan oleh puntung sembilan senti tersebut.
Hingga kini, Indonesia tercatat sebagai jumlah perokok terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan India. Padahal, tahun lalu Indonesia berada di peringkat kelima. Kini ia justru mengalahkan Amerika dan Jepang. Jika dicermati, bagaimana mungkin Indonesia mengalahkan Amerika? Toh, penduduk Amerika lebih besar ketimbang Indonesia. Hal ini terjadi karena Amerika kini tengah gencar melakukan penegasan undang-undang dan kampanye larangan merokok di tempat-tempat khusus hingga kemudian diikuti oleh Jepang. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Melihat fenomena yang ada, di sekeliling kita telah di terapkan berbagai upaya yang bertujuan untuk menjawab permasalahan tersebut seperti halnya larangan merokok di tempat-tempat tertentu sehingga dibuatlah area merokok. Sayangnya, upaya tersebut belum sepenuhnya menjawab permasalahan itu karena hingga kini Indonesia masih belum mampu menangani membludaknya kenaikan konsumen rokok, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa.
Jika­­­ kita mengaca, sudahkah masyara­kat In­­do­­nesia me­nanggapi peraturan yang dibuat oleh pemerintah? Di­s­­­­a­­dari atau tidak, peraturan suatu negara tidak akan berja­lan dengan baik tanpa dukungan dari rakyat. Berbagai penyuluhan tentang bahaya merokok seringkali digiatkan. Na­mun, mampukah kegiatan tersebut mem­bantu menurunkan Indonesia dari posisinya sebagai negara terbesar ketiga konsumsi rokok? Tentu akan sangat mustahil jika belum ada kesadaran sepenuhnya dari masyarakat. Upaya-upaya pemerintah akan berhasil jika masyarakat mulai sadar dan mendukung kinerja pemerintah dalam menangani masalah budaya merokok yang kian menjamur. Hal kecil yang bisa dilakukan adalah dimulai dari diri-sendiri.
Di sisi lain, pemerintah juga harus me­rencanakan perbaikan ekonomi, khususnya terhadap para petani tembakau dan buruh pabrik. Seperti halnya mengarahkan mereka ke profesi yang lebih baik dan tidak berbahaya sehingga jika dari berbagai sisi telah diupayakan perbaikan, maka ke depannya kekhawatiran akan generasi Indonesia sebagai generasi pecandu puntung sembilan senti akan terelakkan.

Penulis adalah mahasiswa Sastra Arab FS