Oleh: Rialita Fithra Asmara

Berbicara tentang dunia guru dan siswa seperti halnya kita bicara tentang cinta. Keduanya tidak menemui titik ujung tanda usai. Dunia guru dan siswa merupakan dunia yang cukup kompleks untuk dibahas begitu halnya dengan cinta.
Sebagai tanda cinta guru kepada siswa maka muncullah berbagai cara dan terobosan untuk membentuk murid-murid yang berkualitas. Salah satunya adalah cara berkomunikasi dengan siswa. Seorang guru tidak bisa sembarangan berkomunikasi dengan siswa.
Keterampilan seorang guru dalam menjalin komunikasi dengan siswa merupakan salah satu pendukung keberhasilan kegiatan pembelajaran. Bayangkan saja, jika Anda mampu memberikan keteladanan kejelasan dalam berkomunikasi dengan siswa, terutama dalam situasi yang bermuatan emosi. Ya, tentu saja situasi pembelajaran akan terasa sangat efektif, menyenangkan, dan menggairahkan. Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat Anda tempuh untuk membangun komunikasi yang jernih dengan siswa.
Open=Observation (Observasi)
Katakanlah apa yang terjadi dengan cara yang objektif, teramati, dan lugas, agar kedua pihak memulai pada titik yang sama. Misalnya, “Ibu lihat kamu terlambat menyerahkan tugas menulis cerpen selama seminggu.” Perhatikan ini adalah pernyataan fakta, bukan penilaian atau kesimpulan, hanya data.
The= Thought (Pikiran)
Selanjutnya, nyatakan pikiran atau pendapat menggunakan pernyataan “saya”. Misalnya, “Barangkali Ibu yang tidak jelas menyatakan tenggat waktu atau kebijaksanaannya, atau mungkin ada yang menghambat kamu menyerahkan tugas tepat pada waktunya.”
Front=Feeling (Perasaan)
Ceritakan perasaan Anda, juga dalam bnetuk “saya”. Misalnya, “Waktu melihat kamu belum menyelesaikan tugas, Ibu merasa kecewa dan sedih.”
Door= Desire (Keinginan)
Nyatakan tujuan, atau hasil yang Anda inginkan. Misalnya, “Ibu ingin kamu mendapat nilai penuh. Kamu harus menyerahkan tugas pada waktunya, setiap kali. Bisakah kita membuat rencana yang dapat membantu kamu melakukan hal ini?
Usahakanlah Anda menggunakan tahpan ini secara berurutan. Apa yang terjadi jika tahapan ini tidak digunakan secara berurutan? Anda bisa menyimak hasilnya melalui ilustrasi di bawah ini.
Kita mulai dengan perasaan, “Ibu marah.” Siswa langsung menjadi defensif, mungkin bahkan tanpa mengetahui mengapa kita marah.
Kita mulai dengan pikiran atau pendapat, “Menurut ibu, kamu tidak bertanggung jawa.” Siswa masih menjadi defensif, merasa kita tak berhak menilai mereka semacam itu, bukannya memikirkan hal yang membuat kita berpikir demikian.
Kita mulai dengan keinginan, “Ibu ingin kamu memperbaiki sikap, kalau tidak keluar saja dari kelas.” Sekali lagi, pihak lain menjadi defensif, mencari-cari jawaban yang menyakitkan kepada kita bukannya memikirkan masalahnya.
Dengan memulai darti observasi, komunikasi membawa kedua pihak pada titik awal yang sama, mendengarkan dengan pikiran terbuka. Anda dapat mengatasi banyak kesalahpahaman langsung pada langkah pertama. Jika belum maka bisa menggunakan semua tahapan di atas secara berurutan. Dengan menyempatkan diri untuk menyusun pikiran kita ke dalam urutan ini, kita juga melambat sehingga dapat memilih kata-kata yang lebih tenang dan mudah diterima.
Tahapan tersebut juga bisa digunakan untuk memuji siswa Anda, siswa bisa langsung menghayati kaitan antara pujian dengan perilaku sehingga mereka mudah mengulang perilaku tersebut kelak.
Contoh
“Waktu Ibu melihat (O) kamu banyak menggunakan kalimat deskriptif dalam paragraf, menurut Ibu (T) pembaca akan mudah memahami dan membayangkan apa yang kamu tuliskan. Ibu menyukai (F) tulisan kamu yang deskriptif dan tak sabar membaca lagi karangan kamu yang seperti ini (D)!

Jadi, dengan OTFD, komunikasi yang jernih akan terbangun dengan baik antara guru dengan siswa.

?Penulis adalah guru SMAN 3 Malang, ketua divisi Humas FLP Malang, alumni jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UM.