Sajak Jayaning Sila Astuti

Aku sedang berfikir nama yang tepat untukmu,
lagi-lagi.
Sebab sejak pertama kali kita bertemu,
aku ingin memberi nama bagi hadirmu.
Berkali-kali berfikir, berkali-kali kutemukan nama,
berulang kali pula nama itu kurasa tak tepat.

Kau ingin tahu alasannya?
Sebab nama-nama itu tak tepat dengan bayanganmu di benakku.

Aku burung kecil yang sudah beberapa lama menetas,
berhari-hari kutunggu tebalnya buluku, sambil terus mencoba terbang.
Kulihat langit biru, pohon-pohon tinggi,
kuputuskan aku harus terbang.

Saat itu kurasa sudah kutemukan sebuah cara,
Namun tiba-tiba, sebuah batok kelapa kau benamkan di atasku.

Masih bisa kulihat langit biru, pepohonan, dan burung-burung lain yang terbang.
Dan aku pun terbang.
Herannya, aku sanggup terbang sambil menyangganya.
Yang lebih mengherankan, bisa kulihat segalanya segamblang andaikan batok itu tak pernah ada.
Batok itu hanya membatasi pandangku pada burung-burung lain yang terbang,
padahal aku ingin bicara dan bertukar canda dengan mereka.

Lama, dan pandanganku memberat.
Dari bawah sedikit demi sedikit tubuhku terhisap, lalu tenggelam di samudra.
Langit yang biru, pohon yang hijau, menghilang.
Lalu kulihat bayangmu di sana.
Ah, aku tahu!
Bagaimana kalau kunamai kau ikan hiu?

Malang, 22 Januari 2011

Penulis adalah mahasiswa Psikologi dan Ketua UKM Penulis 2008