IMG_1181

 

 

 

 

Sinergi Kota Gudeg dan Majalah Kabare

Memintal ilmu melalui seluk beluk penerbitan pada Majalah Kabare, dilanjut dengan bertandang ke Museum Vredeburg.Perjalanan para kru Majalah Komunikasi ke Yogyakarta mengantarkan kami untuk menelisik dapur redaksi Majalah Kabare. Berbagi cerita dengan pentolan-pentolan majalah Jogja tersebut. Majalah yang memiliki brand name “Citra Pesona Budaya” dengan tokoh-tokoh nasional yang diangkat sebagai headline setiap satu bulan sekali. Penyajian majalah selama tiga belas tahun didesain dengan pangsa pasar usia 30-35 tahun. Jadi tak mengherankan jika isi dari majalah ini lebih dominan dengan foto. Alasannya, bahwa pembaca tak ada waktu untuk menelisik satu persatu kata dan kalimat. Cukup dengan beragam foto menjadi ilustrasi informasi yang disajikan. IMG_4048
Tercermin pula pada cover majalah dari edisi ke edisi yang mengambil view para tokoh berbaju rapi. Tak sedikit diisi dengan background batik khas kain Jawa yang mengiringi dominasi senyum para biografi tokoh. Obrolan hangat menambah tali silaturahmi kami. Mulai dari perbincangan mengenai rapat edisi yang telah dirancang dari tiga bulan sebelumnya hingga proses distribusi. Majalah Kabare yang berfilosofi merekatkan alumni Jogja dengan segala peristiwa di kota gudeg, juga memiliki strategi pemasIMG-20160308-WA0001aran secara nasional, khususnya Jakarta. Majalah Kabare membagi ilmu pada kru Komunikasi untuk melihat peluang bisnis dari sebuah pemasaran. Menyalurkan hobi juga menghasilkan profit.
Perbincangan kami kali ini mampu mengobati keletihan selama perjalanan satu malam dan nyaris nyasar di tanah orang. Harus berkeliling kota Jogja terlebih dahulu untuk menemukan markas redaksi Majalah Kabare. Terletak di tengah pemukiman padat, jalan dan gang-gang kecil. Lingkungan yang masih rimbun dengan tanaman hijau. Sedikit memberi kesejukan pada kami yang diterjang terik matahari kota Jogja. Sedikit terpuaskan pula saat menemukan spot cozy di sepanjang perjalanan ke tempat bernomor 67-A. Bisa senyum sana sini di pantau lensa kamera. Di sudut graffiti tepatnya, juga di bawah plang bertulis “Kabare Magazine, Di Meja Siapa, Di Baca Siapa”.
Tak hanya itu sesi jeprat-jepret kami. Usai sowan ke Majalah Kabare, tak menunggu lama kamipun melanjutkan perjalanan ke Malioboro. Di tempat ini para kru Komunikasi dibebaskan untuk bergerak kemanapun yang disukai. Tempat yang tak asing lagi bagi wisatawan yang masih khas dengan budayanya ini. Wisata kuliner dan fashion rata jadi satu di sepanjang jalanan MaliobIMG_4045oro. Tak kalah seru pula wisata sejarahnya. Jika kita berjalan kaki dari perlimaan Malioboro ke arah pusat keramaian pasar. Sebelumnya kita akan menemukan bangunan tua yang menjorok kedalam diapit parit dan harus melewati jembatan. Letaknya di sebelah kanan dari jalan raya Malioboro. Museum benteng Vredeburg namanya. Benteng peninggalan VOC yang kini menjadi objek wisata edukatif. Kami bertujuh dari sebagian banyak kru Komunikasi tak perlu merogoh kocek yang dalam. Cukup dengan Rp 2000 kami bisa menikmati nuansa perjuangan pahlawan kita di negeri ini. Masuk di pintu museum, kami sudah di sambut dengan miniatur tugu Jogja di pusat halaman yang diapit oleh gedung berjendela besar. Hanya ada dua warna di gedung museum ini, krem dan abu-abu di daun pintu. Melirik ke kanan, kita akan disuguhi dengan café bergaya vintage. Ke kiri, kita akan menemukan sumber suara yang telah menarik perhatian saat kami memasuki pintu masuk. Gedung sinema perjuangan yang juga memutar rol lagu kemerdekaan. Tak lepas dari itu. Masih ada tang-tang perjuangan yang dipamerkan di sini. Juga miniatur dari awal perjuang hingga berakhir.
Inilah perjalan edukatif para kru Majalah Komunikasi sebagai oleh-oleh. Siap untuk kembali ke Malang dan bertempur dengan senjata pena kami masing-masing.Arni