Matahari belum sepenuhnya menampakkan sinarnya saat Kelompok Pecinta Burung Malang Eyes Lapwing (MEL) Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang (UM) berkumpul di gerbang Jalan Veteran UM. Pagi hari itu (26/01), para anggota MEL hendak melakukan pengamatan burung yang akan dilakukan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Berbagai peralatan mulai dari kamera, teropong binokuler serta monokuler, dan tripod dibawa guna menunjang kegiatan yang mengesankan tersebut. Bagi manusia awam, mengamati burung mungkin sebuah hal yang terdengar asing, namun bagi para pecinta burung seperti anggota MEL, mengamati burung merupakan salah satu bentuk perwujudan kecintaan pada burung. Berangkat dari keyakinan bahwa mencintai tidak harus mengurung, namun mencintai adalah melepaskan untuk terbang bebas, MEL berangkat untuk mendatangi ‘kecintaan’nya. Sebab, burung sejatinya adalah bebas.
Matahari sudah mulai beranjak terang saat para anggota MEL sampai di UMM. Disambut oleh beberapa anggota Kelompok Studi Satwa Liar (KSSL) UMM yang juga tergabung dalam Komunitas Serikat Bird Watcher Ngalam (Seriwang), para peserta diajak untuk berkeliling kampus tersebut. Titik pertama peserta menginjakkan kaki di teras lantai teratas perpustakaan UMM. Mulai terlihat berbagai burung yang berada di pepohonan. Beberapa kali, kamera dibidikkan untuk mengabadikan keindahan ciptaan Tuhan. Setelah menikmati pengamatan di titik tersebut selama beberapa menit, peserta beranjak ke titik-titik lain, yakni depan danau UMM, titik di samping sungai, dan terakhir teras lantai 4 Gedung Kuliah Bersama 4 UMM. Terdapat 16 jenis burung yang ditemui hari itu, meliputi cekakak sungai, cekakak jawa, bondol jawa, cabai jawa, merbah cerucuk, kareo padi, cinenen jawa, kapinis rumah, walet linchi, layang-layang loreng, cipoh kacat, burung madu sriganti, burung geraja erasia, cucak kutilang, layang-layang batu, dan yang terakhir raja udang meninting yang sedikit diragukan kevalidannya. Keberagaman jenis tersebut didukung oleh lingkungan kampus yang luas, memiliki banyak pohon tinggi, serta dekat dengan sungai.
Pada dasarnya, ada banyak hal yang bisa dipetik dari pengamatan burung. Begitu yang diungkap oleh Heru Cahyono, pendamping sekaligus pendiri MEL. “Belajar mengidentifikasi burung, mengevaluasi dan memantau kembali,” jelas Heru. Lewat pengamatan, para peserta dapat mengasah keterampilan sekaligus mengumpulkan dan mengevaluasi data. Sejatinya, burung merupakan indikator kualitas lingkungan. Semakin banyak keragaman jenis burung di suatu tempat menandakan bahwa habitat tersebut masih bagus. Mengingat, dalam sebuah lingkungan burung berperan sebagai arsitektur alami yang memiliki banyak manfaat, salah satunya dalam penyerbukan bunga. Menurut Heru, bila sebuah burung dapat berada di suatu tempat, maka dapat disimpulkan bahwa burung itu masih bisa survive di tempat tersebut. “Semakin kaya burung, semakin banyak kajian yang kita amati,” lanjut alumni Jurusan Biologi UM tahun 2011 yang saat ini berprofesi sebagai guide fotografer burung tersebut.
Selain bird watching atau pengamatan burung yang sering dilakukan, organisasi yang bernaung di bawah Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi UM ini juga melakukan kegiatan lain seputar ornitologi, meliputi fotografi, sketsa, penulisan artikel dan riset, serta konservasi. Organisasi konservasi burung yang mendalami pengkajian informasi ini terbentuk pada 5 Mei Tahun 2010 dan resmi menjadi lembaga semi otonom pada 8 Mei Tahun 2012. Anggotanya merupakan mahasiswa UM tak hanya dari Jurusan Biologi. Saat matahari mulai terik, peserta pengamatan berdiskusi mengenai hasil pengamatan. Selain data, mereka mendapat karya indah dan pengalaman berkesan lewat pengamatan yang dilakukan di ujung pekan itu. “Pengamatan kali ini cukup menyenangkan. Ketemu burung cabai jawa, soalnya belum pernah lihat,” ujar Fita, salah satu peserta pengamatan dengan senang.Diah