Mentari pagi itu agaknya masih malu-malu untuk menampakkan diri di langit Arema. Pun dengan aroma hujan semalam yang masih semerbak di salah satu sudut Fakultas Sastra. Pagi itu, kru Komunikasi mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Ketua Jurusan Sastra Inggris, Dr. Suharyadi, S.Pd., M.Pd. Dalam pertemuan itu dia menceritakan sosok alm. Prof. Gunadi H. Sulistyo. Ramah, sederhana, dan rendah hati, begitulah sosoknya di mata Haryadi. Menurutnya, almarhum adalah salah satu dosen yang tidak pernah ragu untuk membantu siapa saja, terlebih mahasiswanya.


Belum lama ini Universitas Negeri Malang (UM) kembali berduka. Pasalnya, UM kehilangan salah satu guru besar terbaiknya dari Fakultas Sastra, Prof. Gunadi Harry Sulistyo. Dia meninggal dalam kecelakaan di Gombong, Jawa Tengah bersama istrinya, Kun Aniroh yang merupakan Dosen Pariwisata di Universitas Merdeka Malang. Perjalanannya menjadi seorang pendidik harus terhenti di usia 61 tahun.

Kisah cinta pasangan ini tak kalah romantis dengan kisah Ainun dan Habibie. Pasalnya, almarhum dan istrinya meninggal dalam keadaan berpelukan. Tuhan tampaknya begitu menyanyangi keduanya hingga tidak ingin keduanya terpisah karena maut. Sekiranya begitulah Tuhan melukis perjalanan cinta dua insan ini. Kini keduanya dimakamkan berdampingan di Pemakaman Keluarga, Muntilan.

Anak-anak yang hebat lahir dari orang tua yang hebat, begitulah ungkapan yang sering kita dengar. Alm. Prof. Gun dan istrinya dikaruniai seorang putri dan dua orang putra, bahkan juga sudah memiliki cucu yang sangat menggemaskan. Putra-putri Prof. Gun adalah generasi yang sangat hebat. Putrinya saat ini tengah berada di Jerman untuk menyelesaikan studi S-3. Putra keduanya saat ini menjadi salah satu dosen ahli gizi di Universitas Brawijaya dan telah menyelesaikan studi S-2 di Jepang. Putra ketiga juga tak kalah hebat. Dia telah menyelesaikan studi S-2 di Belanda dan saat ini sedang ditugaskan ke luar Jawa. Tentunya, capaian mereka adalah hasil dari didikan dan doa-doa Prof. Gun beserta istri. Tak hanya mendidik putra-putrinya dalam bidang akademik, pendidikan agama juga dia ajarkan. Menurut keluarga besar, Prof. Gun selalu mengajari anaknya untuk mengedepankan pendidikan agama sebelum belajar ilmu lain. Hal yang sama juga diungkapkan oleh salah satu mahasiswanya yang mengatakan bahwa Prof. Gun juga memiliki Taman Pendidikan AlQur’an (TPQ) di daerah Landungsari.

Selain mengutamakan pendidikan agama, Prof. Gun adalah seorang pengajar yang sangat ramah. Dirinya mulai diangkat menjadi pengajar pada tahun 1986. Selama hidupnya dia selalu membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan, baik dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan. Hal itu juga diungkapkan oleh Ketua Jurusan Sastra Inggris. “Jika menolong mahasiswa, almarhum itu tidak pandang bulu. Semua mahasiswa, baik yang bimbingan beliau atau bukan selalu dilayani dengan baik”. Hal tersebut membuktikan bahwa Prof. Gunadi memang seorang pendidik yang sangat layak untuk diteladani.

Prof. Gun merupakan lulusan S-1 IKIP Yogyakarta. Kemudian, dia melanjutkan kuliah S-2 di University of Queensland, dan mengambil S-3 di Universitas Negeri Jakarta. Sebagai seorang guru besar setidaknya terdapat lima bidang yang dia kuasai dengan baik. Bidang tersebut ialah ketrampilan bahasa Inggris, pengembangan bahan ajar bahasa Inggris, metodologi penelitian, assessment (Penilaian), dan filsafat ilmu. Lika-likunya sebagai pengajar juga patut diacungi jempol. Jiwanya sebagai pendidik sudah tertanam dengan baik di sanubarinya. “Tugas dari Prof. Gun itu selalu banyak dan benar-benar dikoreksi sampai hasilnya bagus. Bagi beliau tak masalah menunggu hasil revisi sampai dua minggu setelah UAS,” jelas Yustina, salah satu mahasiswa Sastra Inggris. “Prof. Gunadi sangat menghargai setiap kerja keras mahasiswanya. Dia bersedia menunggu dalam waktu yang lama untuk satu tugas, asalkan mahasiswanya tidak plagiasi karya orang lain,” lanjut Yustina. Di sela-sela mengajar dia berpesan kepada mahasiswanya untuk mencari referensi dari penulis-penulis yang ahli. “But don’t use my name. I am not an expert,” kenang Yustina ketika menceritakan kerendahan hati dosennya itu.

Prof. Gun selalu mengatakan kepada mahasiswanya untuk tekun belajar dan selalu jujur, bagaimana pun hasilnya. Meskipun dengan beban tugas yang cukup banyak, dia tak lupa selalu menyelipkan gurauangurauan kecil dalam pembelajaran di kelas, sehingga mahasiswa tidak pernah merasa bosan ketika diajar. Dia juga selalu mengingatkan mahasiswa untuk menginstropeksi diri sendiri sebelum menilai orang lain. Baginya, lebih baik menertawakan diri sendiri daripada menertawakan orang lain. Pelajaran-pelajaran berharga yang dia sampaikan di kelas rupanya menjadi salah satu bukti nyata kebaikan Tuhan menciptakan manusia dengan akhlak yang baik, salah satunya Prof. Gunadi.

Tak hanya dikenal sebagai dosen yang ramah kepada mahasiswa, dia juga dikenal sebagai dosen senior yang tidak pernah merasa dirinya hebat. Prof. Gun sangat rendah hati dan tidak menyombongkan capaian-capaiannya. Banyak cerita baik tentang dirinya yang keluar dari pernyataan dosen dan beberapa orang terdekatnya.

Semakin berisi, semakin merunduk, ungkapan itu tampaknya sangat cocok disematkan kepada Prof. Gunadi. Sebagai seorang dosen dia tergolong dosen berprestasi dan aktif dalam penelitian dan publikasi ilmiah. Ada banyak hasil penelitiannya bersama dengan dosen lain atau bersama mahasiswa yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal. Berdasarkan penelusuran kru Komunikasi, dia aktif melakukan publikasi ilmiah sejak tahun 2008. Publikasi terbanyak dilakukan pada tahun 2018.

Sebagai dosen senior, dia tidak pernah merasa risih atau keberatan untuk berbaur dengan mahasiswa dalam berbagai proyek penelitian. “Beliau tidak pernah merasa senior, beliau selalu ikut terjun langsung bersama kami ketika ada penelitian,” terang salah satu mahasiswa Prof. Gun. Kerendahan hati itulah yang akhirnya menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk turut aktif dalam penelitian serta publikasi. Pembawaan Prof. Gun yang selalu ramah dan bersahaja kerap membuat banyak mahasiswa kagum kepadanya.

Tri Dharma Perguruan Tinggi tampaknya memang benar-benar diamalkan oleh Prof. Gun. Pendidikan dan pengajaran dilakukan setiap hari dengan tulus, penelitian dan pengembangan juga telah dilakukan dengan ikhlas, pengabdian kepada masyarakat juga dilakukan dengan senang hati. Selain mendirikan TPQ, dia juga aktif sebagai pengisi materi dalam berbagai pelatihan guru tingkat regional maupun nasional. Semua itu dia lakukan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang akademisi.

Dalam bidang pengembangan, Prof. Gun turut mengembangkan buku ajar dan evaluasi bahasa Inggris untuk siswa. Penelitian dan pengembangannya sebagian besar berfokus pada bidang assessment. Berdasarkan penuturan Haryadi, dia memang dosen yang ahli dalam bidang tersebut. Sehingga, tak jarang dia ditunjuk sebagai pengisi materi. Ilmuilmu yang dia miliki diberikan dengan tulus dan ikhlas kepada guru maupun peserta yang hadir dalam pelatihan.

Kemampuan yang dimiliki oleh Prof. Gunadi juga membawanya menjadi salah satu tim SBMPTN. “Karena kemampuan beliau dalam bidang assessment dan evaluasi, beliau dilibatkan dalam penyusunan SBMPTN bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang,” terang Haryadi. Selain itu, dia juga turut aktif dalam penyusunan soal-soal Ujian Nasional tingkat SMP/sederajat dan SMA/sederajat. Dia juga salah satu penyusun Higher Order Thinking Skills (HOTS). Berbagai prestasi dan pelajaran berharga dia tanamkan kepada setiap orang yang mengenalnya. Ada kesedihan yang begitu mendalam di hati dosen, mahasiswa, dan setiap orang yang mengenal prof. Gunadi. Ucapan duka dan bela sungkawa datang dari berbagai pihak, termasuk alumni UM.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dialah pendidik dan ilmuwan sejati. Prof. Gun, terima kasih telah menjadi lentera di kehidupan banyak orang. Semoga kemanfaatan ilmu yang kau tanam di dunia menjadi jariyah dan penerang hari-harimu di sana. Selamat jalan, jasamu abadi, namamu terkenang di hati. Safira