Oleh: Mistaram

Pendidikan berkarakter, itu binatang apa? Pertanyaan tersebut menggelitik KOMUNIKASI untuk ikut urun rembuk. Masalah yang sering terjadi iaitu nglaleke pituture wong tuwo, atau bahasa yang lazim adalah melupakan tuntunan dari orang tua. Bagi orang Jawa (dewasa) pasti pernah mendengar suatu petunjuk (kata bijak), yaitu ajining diri dumunung ing lati, ajining raga dumunung ing busana, yang dapat diterjemahkan bebas seperti berikut Harga diri itu terdapat  pada apa yang dikatakan, penghargaan terhdap fisik manusia terdapat pada pakaian yang dipakainya. Itu adalah kata-kata bijak yang multimakna, karena pada sederetan kata tersebut merupakan code (tanda-tanda) yang dirangkai menjadi text (teks). Di dalam analisis teks, kita dihadapkan dengan semiologi, yaitu analisis tentang tanda-tanda. Tokoh semiotik yang terkenal adalah Saussure dan Roland Barthes.
Ajining diri dumunung ing lati, dapat dimaknai sebagai berikut: (1) Pemikiran seseorang dituntun dari persepsi ideologi yang dianutnya, sehingga melahirkan suatu kreativitas dalam pendidikan, penelitian dan pengabdian. (2) Lidah adalah alat untuk berbicara, dan apa yang diungkapkan dalam wicara tersebut mengandung makna-makna tertentu. Ungkapan dituntun dari gagasan, dan juga image (citra) pada suatu temuan penelitian, gagasan, pemikiran pada suatu ilmu pengetahuan. Bila yang diungkapkan itu baik maka orang yang mendengarkan atau yang membacnya pasti akan menilai baik. Namun, bila apa yang diungkapkan itu tidak pas maka orang lain juga akan menilai kurang pas. (3) Persepsi dan tanggapan pada suatu permasalahan, yaitu permasalahan dalam kultural, sosial, sains, teknologi, dan seni, itu semua dapat diungkap, dan dinilai maknanya. Semua permasalahan yang dituangkan dalam karya ilmiah, dalam pembelajaran, dan juga dalam pengabdian. Wujud tri dharma perguruan tinggi tersebut dapat dinilai, dimaknai, dan dipersepsi oleh orang lain.
Ajining raga dumunung ing busana. Busana dan identitas lain yang melekat pada badan, termasuk emblem, dan id card, akan menandai suatu identitas lembaga ini. Raga adalah institusi ini, iaitu Universitas Negeri Malang(UM) yang tercinta ini. Busana dalam artian fashion seragam, atau fashion keseharian dari setiap civitas akademika, mempunyai makna. Saussure (1974) dalam Barnard, menuliskan bahwa ilmu yang mempelajari kehidupan tanda di dalam masyarakat, dan dia menunjukkan bahwa semiologi berkaitan dengan apa yang memunculkan tanda dan hukum apa yang mengatur tanda. Unsur-unsur pakaian pada fashion dapat dianggap sebagai kumpulan tanda, yang secara bersama-sama membentuk verbal teks dan fashion text. Hal tersebut menunjukkan makna tentang nilai. Yang dapat dimaknai sebagai fashion lainnya adalah tatanan kampus tercinta ini. Kampus dalam taman, merupakan wacana sebagai ”tanda” yang dapat ”menandai” busana UM. Kampus biru yang ”ijo royo-royo” seperti slogannya kota Malang, harus dapat diwujudkan. Dari wujud yang nampak, berarti pula ada maujud-nya. Wujud dan maujud adalah posisi biner yang selalu berdampingan, ibarat sekeping mata uang logam.
Beberapa saat yang lalu KOMUNIKASI pernah mengungkap kalau busana yang dipakai oleh para civitas akademika ini ditata secara apik, misal, pakaian laki-laki harus lengan panjang dan berdasi, yang dilengkapi dengan id card, orang lain akan menilai bahwa UM elegant. Pakaian untuk wanita harus  santun, dengan rok panjang, dan tidak boleh memakai jelana panjang ketat. Pada setiap hari Rabu dan Jumat memakai pakaian batik. Lantas siapa yang mengawasi? Pengawasan diserahkan penuh pada security yang setiap harinya harus melakukan tugas pada setiap pintu masuk kampus. Sehingga fashion kampus dimaknai sebagai kumpulan tanda-tanda yang penuh makna. Makna pada karya tri dharma perguruan tinggi dianggap sebagai ”lati”, dan pakaian seragam beserta tata aturannya, dianggap sebagai fashion. Hal tersebut barulah menyentuh makna ”berkarakter”, artinya berkarakter dalam berkarya, bertindak, dan berbusana.
Pada edisi kali ini yang terbit di bulan akhir tahun 2009, dan menyongsong tahun baru maka pada kesempatan ini KOMUNIKASI mengucapkan ”selamat tahun baru Hijriah 1431, dan selamat tahun baru Masehi 2010. Semoga UM beserta civitas akademika, selalu dirahmati oleh Allah dengan kesuksesan dan kemandirian yang barokhah. Aamiin.
?Penulis adalah ketua penyunting Majalah Komunikasi UM