Oleh Lustini Nur Hadili

Apakah yang terbayangkan di pikiran pembaca ketika terlintas kata “mahasiswa”? Hanya kuliah? Setumpuk buku tersusun rapi di rak buku atau justru sekumpulan anak yang hanya mejeng di mall-mall? Atau sekumpulan anak yang memanfaatkan waktunya untuk organisasi (selain  kuliah)? Semua itu merupakan pilihan bagi kita untuk dapat memilih sesuatu yang tidak membuat kita menyesal di kemudian hari. Pertanyaan yang muncul, apakah kita termasuk salah satu pilihan itu?


Mahasiswa identik dengan kaum intelek yang bergelut di dunia pendidikan dan mampu menjadi awal dari kebangkitan bangsa. Julukan yang tepat untuk sang mahasiswa adalah agent of change.Setujukah?
Agent of change, julukan yang sesuai disandangkan pada kaum intelek seperti mahasiswa. Mungkin pembaca bisa melihat ke belakang (zaman sejarah dahulu) saat sebelum proklamasi disebarkan secara luas di penjuru tanah air bahkan ketika Rasulullah berusaha menyebarkan nama Allah di penjuru bumi ini. Apakah Rasulullah di kala itu bukan seorang pemuda? Kalau seorang pemuda, semangat apakah yang begitu membara sehingga Rasulullah mampu melewati segala rintangan?
Adanya contoh-contoh di kala itu merupakan pelajaran bagi kita untuk selalu berusaha dan bertawakal dalam segala urusan, termasuk menjadi mahasiswa. Mahasiswa, salah satu sesi dalam perjalanan kehidupan yang hanya bisa dinikmati oleh sebagian masyarakat mampu. Selain itu, mahasiswa sebagai pembawa amanah besar dari orang tua dan lebih utama lagi Allah, harus berusaha sekuat mungkin menanggung amanah dengan ikhlas. Hal inilah yang memacu kita untuk selalu memotivasi diri berusaha sekuat mungkin memanfaatkan waktu yang ada.
Kaitannya dengan fungsi mahasiswa sebagai agent of change, maka mahasiswa bisa berperan sebagai kura-kura (kuliah-rapat, kuliah-rapat), bukan kupu-kupu (kuliah-pulang, kuliah-pulang). Predikat kura-kura bisa disandang oleh mahasiswa yang aktif berorganisasi di kampus.  Manajemen waktu yang dipersiapkan oleh mahasiswa tipe kura-kura ini bagus. Tipe mahasiswa ini biasanya pandai membelah diri antara kuliah dengan tugas yang begitu padat dan tugas-tugas dari organisasi yang diikutinya.
Mahasiswa ini akan berusaha membagi waktunya untuk dua hal itu karena keyakinan yang besar bahwa organisasi bukanlah satu hal yang memberatkan diri dan merepotkan. Mahasiswa ini berpendapat bahwa organisasilah yang mengantarkan dirinya akan kesuksesan di dunia dan akhirat. Selain itu, organisasi inilah yang akan memberikan motivasi diri untuk selalu berkembang dan maju, untuk selalu berpikir cepat menyelesaikan masalah dan belajar  berkomunikasi serta berinteraksi dengan karakter yang berbeda dari tiap manusia.
Tipe mahasiswa lainnya yaitu kupu-kupu yang sering pembaca temukan di sekitar sudut kampus. Mahasiswa tipe ini biasanya hanya mengutamakan kuliah saja tanpa ada aktivitas organisasi di luar kelas. Padahal, jika kita mengetahui bahwa proses pembelajaran itu tidak hanya di area kelas, maka sangat rugi jika masa gemilang seorang mahasiswa tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Banyak hal yang dapat dipetik ketika kita dapat berpoligami antara kuliah dan organisasi, salah satunya memperoleh life skill di luar mata kuliah. Life skill ini dibutuhkan ketika pembaca sekalian terjun dalam masyarakat. Masyarakat yang benar-benar terikat oleh aturan dan sistem yang nantinya mau tidak mau harus diikuti.
Organisasi di kampus inilah yang merupakan salah satu wadah untuk menjadikan diri sebagai agent of change yang unggul dalam menciptakan life skill. Dengan memiliki life skill akan memudahkan kita untuk menjalani kehidupan dalam masyarakat yang sesungguhnya. Life skill inilah yang mengantarkan kita pada munculnya generasi-generasi baru yang memiliki intelektual tinggi. Semoga dapat memberikan pandangan positif bagi mahasiswa UM, khususnya mahasiswa baru yang akan segera memasuki dunia perkuliahan.

Penulis adalah mahasiswa Biologi UM