Oleh Rudy Hariyanto

Ada banyak hal menarik mengenai mahasiswa. Seolah tak pernah habis dan basi bila kita bergumul dengan mahasiswa. Setiap pekan, berita tentang mahasiswa selalu menghiasi media. Prestasi mahasiswa dengan karya-karya inovatifnya sampai aksi demontrasi yang biasanya berujung anarkis harus ada dalam tiap kolom berita. Untuk alasan kedua itu tampaknya lebih sering. Namun, bukan hanya tentang geliat mahasiswa yang harus dijadikan sumber berita. Masih banyak hal subtansial untuk dikaitkan dengan dinamika dunia mahasiswa.
Salah satu hal mendasar dari sifat mahasiswa adalah tanggung jawab yang diembannya. Sebagai youth of the nation, mereka merupakan potret masa depan bangsanya. Maka wajar bila suatu bangsa banyak menaruh harapan kepadanya. Sebagai youth of the nation, mahasiswa harus memelajari permasalahan dan keresahan bangsanya. Memahami kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang yang dimiliki bangsanya. Yang lebih penting lagi, menjadi problem solver, bukan beban bangsanya. Di sinilah tantangan besar mahasiswa bsebagai kaum intelektual.
Di samping harus cemerlang dalam bangku kuliah, mahasiswa juga harus peka dengan kondisi sosial masyarakat yang sedang terjadi dan berkembang di negaranya. Semakin berat tugasnya dengan pola satuan kredit semester (SKS) ternyata mendorong mahasiswa lebih tekun belajar sehingga sedikit sekali ruang waktu untuk beraktivitas pada kegiatan lain. Partisipasi dalam organisasi, apalagi mengikuti pola kaderisasi, sulit dilaksanakan. Namun, bukan mahasiswa namanya jika harus menyerah pada tantangan. Justru tantangan itulah yang dijadikan pelecut semangat untuk menjadi pribadi yang dibutuhkan di zaman sekarang. Untuk itulah mahasiswa memang harus memersiapkan diri dan memerkuat tidak hanya sisi akademisnya, juga intelektualitasnya sebagai agent of change.
Lalu bagaimana caranya agar mahasiswa menjadi insan intelektual yang tanggap terhadap permasalahan bangsa? Dalam dinamika mahasiswa, organisasi menjadi salah satu syarat untuk menempa sisi sosial dan retorika dalam diri mahasiswa agar lebih peka. Dunia organisasi tidak bisa dilepaskan dari diri mahasiswa. Jika mahasiswa tidak mengenal dunia organisasi, bagi penulis seperti sayur tanpa garam karena organisasi menjadi kuliah mahasiswa dalam dunia sosial. Dalam organisasilah mahasiswa mengetahui dan merasakan dinamika dunia kemahasiswaan. Mahasiswa digembleng menjadi pribadi yang tangguh dan siap menjawab berbagai permasalahan pelik bangsa.

Ormawa UM dalam Membentuk Kepribadian dan Karakter Mahasiswa
Penulis tidak tahu persis kapan konsepsi Organisasi Mahasiswa (Ormawa ) Universitas Negeri Malang (UM) mulai di deklarasikan pertama kali. Yang jelas, hingga saat ini penulis masih aktif dan berproses dalam organisasi intrakampus selama kurang lebih tiga tahun. Selama itu pula, penulis mulai disadarkan dengan berbagai dinamika kemahasiswaan, terutama pada ormawa Fakultas Teknik (FT) tempat penulis menempa diri dan belajar menjadi pelayan mahasiswa. Berbagai  ideologi mewarnai aktivitas berorganisasi dan menjadi sebuah tantangan untuk membawa misi kelembagaan dalam membentuk kepribadian dan karakteristik pribadi aktivis mahasiswa. Ada hal yang menarik saat penulis berdiskusi dengan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FT tentang karakteristik pemuda Indonesia saat ini yang menurut kesimpulannya, karakteristik pemuda saat ini mengalami distorsi dengan taraf signifikasinya yang luar biasa hebatnya. Bisa dilihat di UM yang baru saja mem-bai’at diri sebagai universitas pembelajaran, “The Learning University”  tetapi karakter mahasiswanya sama sekali tidak tampak. Hal inilah yang seharusnya menjadi ranah garapan dari lembaga kemahasiswaan, dalam hal ini ormawa UM untuk berperan aktif dalam membentuk karekteristik anggotanya sesuai dengan SK Dikti tentang tujuan organisasi kemahasiswaan.
Dinaminasi ormawa seperti HMJ, Bemfa, dan DMF pada tingkat fakultas, serta UKM, BEM dan MPM pada tingkat universitas hendaknya melakukan tugas, peran, dan fungsinya sesuai dengan aturan ataupun AD/ART masing-masing dengan tidak meninggalkan cita-cita lembaga sebagai kampus pembelajaran. Forum-forum diskusi dan kegiatan pembinaan soft skill mahasiswa hendaknya dihidupkan kembali sebagai bentuk pembelajaran informal yang bermanfaat bagi mahasiswa, selain aktivitasnya di bangku kuliah yang cenderung mengedepankan formalitas. Jika semua organ tersebut benar-benar mampu bersinergi membentuk satu visi dan misi untuk membangun lembaga melalui kegiatan-kegiatannya yang berorientasi pada pembangunan karakter dan kepribadian mahasiswa, niscaya UM akan mengorbitkan sarjana yang diperhitungkan dalam kancah nasional maupun internasional.
Stigma bahwa ormawa UM seolah-olah hanya sebagai event organiser harus segera diubah. Yakni dengan meninggalkan kegiatan-kegiatan seremonial yang sifatnya mengedepankan fomalitas kegiatan. Kegiatan yang dilakukan bukan hanya sebagai simbol formal hidupnya organisasi saja yang hampa nilai dan meninggalkan substansi tujuan organisasi.
Dalam Misi pembentukan pendidikan karakter ini, dukungan dari seluruh civitas akademika UM saat ini mutlak diperlukan. Menyikapi wacana pola pengembangan ormawa UM yang saat ini yang masih dalam proses yang output-nya akan menjadi Keputusan Rektor berupa UU Ormawa UM yang di dalamnya tidak mencantumkan lembaga semi otonom sebagai bagian dari ormawa UM telah meresahkan civitas akademika. Dalam sudut pandang penulis, masih perlu diperhatikan dan didukung keberadaannya sebagai bagian penting dari ormawa yang mewadahi bakat dan keprofesian mahasiswa sesuai dengan jurusan. Dengan demikian, dinamisasi ormawa akan semakin  terlihat. Reorientasi dan pembaruan pola pengembangan ormawa UM yang dalam hal ini di bawah naungan pejabat bidang kemahasiswaan harus semakin inovatif agar ormawa UM mampu melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang berkarakter.

Penulis adalah Gubernur BEM FT UM 2010, mahasiswa  Teknik Sipil 2007.