Oleh Anna Alfiana

1 Desember ditetapkan sebagai Hari anti-HIV/AIDS sedunia. Momen ini menjadi sangat penting karena HIV/AIDS masih menjadi polemik sebagian besar masyarakat. Menurut Siregar, Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom akibat defisiensi imunitas seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan berakibat fatal. Munculnya sindrom ini berhubungan erat dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV. Secara sederhana, AIDS adalah sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS sangat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.
HIV/AIDS dapat menular terutama melalui transmisi seksual karena secara histologis lapisan mukosa alat reproduksi wanita sangat halus dan rentan mengalami luka. Melalui luka tersebut, HIV/AIDS sangat mudah masuk dan menjangkiti targetnya. Pasangan homoseksual dan heteroseksual pun tidak lepas dari bayangan virus ini. Selain transmisi seksual, penularan HIV/AIDS dapat terjadi secara parental maupun transplasental. Secara parental antara lain akibat penggunaan jarum suntik dan alat tindik atau tato yang telah terkontaminasi virus ini. Secara tranplasental meliputi penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah (Siregar, 2004).
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Sampai saat ini belum ada obat yang mampu mengobati AIDS. Obat yang ada hanya mampu menekan perkembangan virus HIV untuk meningkatkan kualitas hidup Orang Hidup Dengan HIV/AIDS (ODHA). Obat tersebut harus diminum sepanjang hidup. Apabila suatu hal yang buruk dapat dicegah maka mengapa kita harus menunggu hingga sakit itu datang dan baru mencari obat? Tidak ada satu jenis obat pun yang mampu menyembuhkan semua penyakit sekaligus. Oleh karena itu, pernyataan sehat itu sangat mahal adalah sangat tepat adanya. Seorang konglomerat pun dapat dikatakan miskin jika ia tidak sehat, sebaliknya orang miskin dapat dikatakan kaya karena ia sehat walafiat.
Telah dikenal formula A-B-C yang merupakan akronim dari berbagai istilah yang disinyalir mampu mencegah penularan HIV/AIDS. Menurut dr. Adi Sasongko, A adalah abstinensia yang berarti tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. B adalah be faithful yang berarti hanya berhubungan seks dengan pasangan sesudah menikah. C adalah condom yaitu apabila cara A dan B tidak dapat dipatuhi sehingga dicegah dengan penggunaan kondom. Formula C tampaknya masih mengacu pada diperbolehkannya hubungan seks bebas. Kenyataan yang ada mengenai perilaku seksual generasi muda saat ini sudah di luar batas toleransi, bahkan seks bebas tampaknya sudah menjadi camilan sehari-hari. Direktur Pelaksana Daerah PKBI Sumatera Selatan, Amirul Husni menyatakan bahwa data PKBI pada 2001 menyebutkan 40% remaja pernah melakukan seks bebas. “Harus ada upaya pengubahan perilaku dan pola pikir remaja tersebut,” tegasnya. Oleh karena itu, ketiga formula tersebut akan lebih baik jika didukung dari dalam jiwa dengan perbaikan moral dan pengendalian diri. Moralitas dan etika yang baik adalah kuncinya. Seks tanpa moralitas akan dipandang sebagai kebutuhan biologis yang dapat disalurkan kepada siapa saja dan di mana saja.
Berbeda dengan formula A-B-C, formula D-E-F lebih bersifat perbaikan moral dan evaluasi diri. Formula D (do the best) yang berarti melakukan hal-hal yang terbaik bagi diri dan lingkungan. E (Enjoy your virginity) yang berarti menjaga diri dari hal-hal yang berbau seks bebas. Kita tidak hanya akan terlindung dari HIV/AIDS tetapi juga terlindung dari ancaman dosa yang akan menjerat setiap insan yang tidak dapat menjaga virginitasnya. Orang yang sehat (baca: virgin), terutama wanita, akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk berbuat hal bermanfaat daripada mereka yang positif HIV/AIDS. Kesempatan tersebut antara lain berorganisasi di waktu luang atau mendidik anak-anak miskin dan anak-anak jalanan setiap akhir minggu. Penderita AIDS atau orang yang married because accident (MBA) sebaliknya mempunyai kesempatan yang terbatas. Mereka yang MBA tidak hanya harus mengurus suami dan anak jika telah melahirkan, tetapi juga dirinya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa betapa tingginya nilai virginitas, terutama pada usia produktif.
Formula F (fasting) yang berarti puasa, baik puasa secara lahir maupun batin. Dalam ajaran Islam, puasa secara istilah berarti menahan diri. Puasa secara bahasa berarti menahan diri dari lapar dan dahaga, serta hawa nafsu (berhubungan suami-istri) dengan niat khusus dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Setiap hal yang bersifat lahir tentunya didahului dengan hal yang bersifat batin, yaitu niat. Yang dimaksud dengan puasa batin adalah niat atau tekad untuk tidak mendekati bahkan melakukan hal-hal yang memicu meluasnya HIV/AIDS. Puasa batin antara lain menahan diri dari keinginan untuk bertindik, mengonsumsi narkotika, atau bahkan memuaskan nafsu setan dengan melakukan hubungan seksual. Sedangkan yang dimaksud dengan puasa lahir adalah menahan diri untuk merealisasikan dari niat-niat yang terbesit mengenai suatu hal yang negatif yang mengantarkan kita pada HIV/AIDS.
Dengan formula baru tersebut diharapkan angka penderita HIV/AIDS dapat terkendali hingga akhirnya mampu berkurang tahap demi tahap. Hidup yang hanya satu kali hendaknya dapat dihiasi dengan hal yang bermanfaat. Mulailah dengan recycling moral pada diri kita sendiri.

Penulis adalah mahasiswi Biologi 2007