Sebuah Renungan Prof. Dr. Ruminiati, M.Si.

Setiap tanggal 22 Desember, bangsa Indonesia, terutama kaum perempuan memeringati hari Ibu. Dalam peringatan hari Ibu tersebut, pada umumnya kaum ibu memeringati dengan melakukan berbagai macam kegiatan, seperti lomba memasak, menghias nasi kuning, merangkai bunga, dan masih banyak lagi berbagai kegiatan yang biasa dilakukan kaum ibu sehari-hari dalam peran domestik. Namun, mulai banyak kaum ibu yang memeringatinya dengan berbagai kegiatan lain yang tidak menggambarkan peran domestik saja, seperti seminar, kunjungan, maupun kegiatan yang lain. Perlu kita ketahui bahwa sebagian besar bangsa Indonesia belum memahami makna hari Ibu. Oleh karena itu, perlu diulas sekelumit sejarah hari Ibu di Indonesia. Kali ini, kru Komunikasi mewawancarai Prof. Dr. Ruminiati, M.Si. sebagai Ketua Advokasi Gender Pusat Studi Wanita (PSW), Lembaga Penelitian (Lemlit) UM yang memiliki banyak peran seputar gender. Sebagai wakil UM, beliau merebut juara II Piala Gubernur Jatim tentang Gender dan Politik. Tidak hanya di negara sendiri, tahun 2004, 2005, dan 2006, beliau mengikuti Kompetisi Karya Ilmiah Tingkat ASEAN yang diselenggarakan oleh Kitakyushu Forum on Asean Women di Jepang. Dari 31 negara, terpilih 9 negara yang memiliki karya ilmiah terbaik, salah satunya dari Indonesia, yakni Ibu Ruminiati. Berikut petikan wawancara kru Komunikasi tentang peringatan dan makna hari Ibu dengan dosen KSDP, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) ini.Bagaimana pandangan Anda terhadap sejarah hari Ibu di Indonesia?
Bangsa Indonesia setiap tahun memperingati hari Ibu yang maknanya untuk mengenang jasa perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pada tanggal 22 Desember tahun 1928, kaum perempuan dari seluruh pelosok tanah air berkumpul bersama untuk membentuk organisasi perempuan dan mengadakan kongres di Yogyakarta. Tujuan dari konggres perempuan pertama tersebut untuk berjuang memperbaiki nasib bangsa Indonesia yang lebih dari tiga abad dijajah oleh penjajah. Kaum perempuan yang membentuk organisasi perempuan tersebut merasa bangsanya selama ini telah diinjak-injak harkat martabatnya oleh bangsa lain. Bahkan,  kaum perempuan pun  merasa telah lama terbelenggu oleh adat dan penindasan kaum feodal.
Perjuangan dari konggres tersebut mendapat respon dari presiden pertama Indonesia, yaitu Presiden Sukarno. Secara yuridis formal pada tahun 1959 melalui Dekrit Presiden Nomor 316 yang disahkan pada tanggal 22 Desember tahun 1059, ditetapkan sebagai tonggak sejarah yang diberi nama hari Ibu. Demikian sekelumit sejarah hari Ibu yang sampai sekarang setiap tahun diperingati oleh sebagian besar bangsa Indonesia, khususnya kaum Ibu.

Lalu, menurut Anda, peringatan hari Ibu di masa kemerdekaan?
Walaupun Indonesia sudah merdeka, perjuangan yang telah dibangun dengan susah payah dan diridhoi oleh Allah swt perlu ditindak lanjuti dengan mengisi kemerdekaan. Perjuangan kaum perempuan yang tertuang dalam  kongres pun belum selesai karena masih cukup banyak cita-cita yang tertuang dalam kongres yang masih perlu ditindak lanjuti. Keberadaan kaum perempuan tahun 1928 memang tidak sama dengan perjuangan saat sekarang, karena pada saat itu, kaum perempuan Indonesia dalam kondisi terjajah sehingga tekanan utama untuk mencapai kemerdekaan. Sedangkan perjuangan kaum perempuan setelah merdeka tidak hanya mengisi kemerdekaan saja, tetapi juga mengatasi permasalahan yang dihadapi dan memperjuangkan nasib kaum perempuan yang masih terdiskriminasi oleh budaya. Diskriminasi perempuan selama ini dikembangkan oleh teori sosiobiologis dan diperkuat oleh  budaya patriarki sehingga mengakar kuat selama ribuan tahun. Diskriminasi ini juga terjadi di negara maju, namun perjuangan kaum perempuan yang diawali dengan gerakan feminis di negara Barat telah berkembang pesat walaupun mengalami pasang surut. Tujuan perjuangan kaum feminis untuk menyamakan hak kaum perempuan dengan kaum laki-laki berbeda dengan tujuan feminis Islam yang ingin menyetarakan hak, tidak mungkin disamakan secara menyeluruh karena biologisnya memang berbeda.

Adakah perbedaan hari Ibu di Indonesia dengan di negara lain?
Peringatan hari Ibu di Indonesia tidak sama dengan peringatan hari Ibu di negara tetangga maupun negara lain seperti Eropa sehingga baik tanggal maupun bulannya juga tidak sama. Di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, maupun Australia, hari Ibu diperingati pada bulan Mei. Mother’s Day di negara tetangga ini maknanya untuk memperingati semangat kaum perempuan yang mampu menyatukan diri untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu berjuang. Di Yunani, hari Ibu dimaknai sebagai Mother’s Day yang maknanya untuk memperingati hari yang digunakan oleh para dewa untuk menghormati jasa kaum ibu pada zaman Yunani kuno sehingga kaum ibu disembah-sembah, dan Mother’s Day ini diperingati setiap bulan Maret. Hari Ibu di Indonesia dimaknai sebagai peringatan hari kongres perempuan sehingga kegiatannya juga menyesuaikan makna dari tonggak sejarah tersebut, yaitu untuk mengenang dan meneruskan jasa maupun cita-cita kongres perempuan di era reformasi ini.

Makna apa yang seharusnya diambil dari peringatan hari Ibu di Indonesia?
Tujuan utama peringatan hari Ibu di Indonesia sebaiknya tidak dimaknai untuk peran domestik saja, tetapi lebih dalam bentuk meneruskan cita-cita kongres perempuan tahun 1928. Satu hal yang tidak kalah penting bagi seorang ibu adalah membangun keluarga yang harmonis. Pada era reformasi ini, hari Ibu di Indonesia akan lebih tepat jika dimaknai untuk memecahkan permasalahan hidup sehari-hari, di antaranya permasalahan yang menimpa pada kaum perempuan. Permasalahan kaum perempuan sampai saat sekarang masih cukup banyak yang harus diperjuangkan, di antaranya PKDRT yang lebih banyak merugikan kaum perempuan, trafficking perempuan dan anak, pemberdayaan perempuan di daerah tertinggal, pendidikan politik perempuan dalam menghadapi pemilu, mendampingi penanganan anjal  yang juga lebih banyak merugikan anjal perempuan, mendampingi penanganan bencana alam, mencegah nikah siri terutama yang merugikan pelajar maupun mahasiswa perempuan, penanganan pendidikan di daerah terpencil/perbatasan yang berdampak pada putus sekolah karena anak perempuan dinikahkan dini, revolusi hijau yang merugikan kaum perempuan petani dari lapangan pekerjaan, meningkatkan kesehatan, dan masih banyak lagi yang perlu diperjuangkan oleh generasi penerus kongres perempuan.

Realnya, bentuk peringatan apa yang seharusnya dilaksanakan pada hari Ibu?
Bentuk peringatan bisa dalam bentuk seminar, semlok, diklat, TOT, pendampingan, misalnya pendampingan agar para perempuan tidak nikah siri, karena hal ini akan merugikan perempuan. Hal ini perlu ditanamkan pada para mahasiswi. Selain itu, peringatan hari Ibu bisa dalam bentuk penelitian dan pengabdian kepada  masyarakat. Namun, jika peringatan hari ibu diperingati dengan lomba-lomba yang mengarah domestik, maka akan lebih baik jika dilakukan bersama dengan kaum laki-laki sehingga peran publik maupun domestik bisa dilakukan secara bersama-sama. Dengan demikian, peringatan hari ibu benar-benar merupakan tonggak sejarah untuk melanjutkan cita-cita kongres. Kenyataan cita-cita tersebut saat sekarang sudah terwujud walaupun belum maksimal. Hal ini terbukti dengan disahkan UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, UU trafficking, dan masih banyak lagi yang harus diperjuangkan.

Demikian refleksi hari Ibu di Indonesia yang perlu mendapat perenungan tersendiri. Setelah memberi ulasan sekaligus wawasan tentang peringatan hari Ibu, ibu tiga anak ini mengucapkan, ”Selamat hari Ibu dan selamat meneruskan cita-cita Kongres Perempuan Indonesia tahun 1928”.Nid