Oleh Mohammad Faisal

Tak ada yang lebih hebat dari strategi pemasaran rokok di Indonesia. Itulah ironi yang cukup mengerikan. Suatu strategi pemasaran, umumnya dikatakan hebat ketika berhasil ditanamkan dalam ingatan konsumen dalam jangka waktu lama. Industri rokok di Indonesia dengan strategi ampuhnya menjadikan usaha pemerintah untuk melindungi anak-anak maupun remaja dari “kepunahan” menjadi kabar angin. Dengan kata lain, niat baik pemerintah pusat lewat dukungan Linda Amalia Sari, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan percepatan terbitnya Rancangan Pemerintah Pemerintah (RPP) tentang larangan iklan rokok (ANTARA News, 12 Pebruari 2010) menjadi isapan jembol.
Pemberian sponsor dan promosi melalui berbagai kegiatan olahraga, acara remaja, dan konser musik; pengalihan iklan rokok lewat film dengan aktor kharismatik yang merokok; dan penanaman persepsi positif tentang merokok, misalnya yang memakai ilustrasi solidaritas dan keakraban teman merupakan cara-cara licik untuk menarik perokok baru, terutama anak-anak dan remaja. Sebuah survey yang dilakukan oleh Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS) pada akhir 2007 memerlihatkan bahwa hampir lima puluh persen partisipan dari 3.040 perempuan dengan kelompok usia 13-25, 16-19, dan 20-25 tahun di Jakarta dan Sumatera Barat mengaku melihat hal-hal yang memengaruhi keputusan merokok dalam satu bulan terakhir. Tercatat 92% remaja putri melihat iklan rokok melalui tayangan televisi, sedangkan 70,63% melalui poster. Sebanyak 70% perempuan muda kerap melihat promosi rokok pada pentas acara musik, olahraga, dan kegiatan sosial lainnya. Dari survey lain juga ditemukan adanya partisipan yang menjadi sasaran promosi yang paling vulgar, yakni menawarkan sampel rokok. Ada  sekitar 10,22% perempuan kelompok usia 13-15 tahun mengaku pernah ditawari rokok gratis. Pada kelompok usia 16-19 tahun, yang ditawari rokok gratis mencapai 14,53%. Selain itu, peningkatan drastis konsumsi tembakau para remaja yang terjadi pada 1995 dan 2000, yakni 13,7% (1995) menjadi 24,2% (2001). Hal  ini mengingatkan kepada kita akan pentingnya penghentian kebiasaan merokok bagi remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang merupakan perokok tetap.  Hal ini dilakukan agar remaja hari ini tidak menjadi calon pelanggan tetap hari esok.
Beberapa fakta tersebut menunjukkan bahwa iklan, sponsor, dan promosi rokok menjadi strategi ampuh untuk membunuh satu generasi masa depan. Jadi, pemerintah seharusnya mengambil tindakan tegas terhadap iklan rokok sebagai wujud pengendalian dampak tembakau bagi anak-anak dan remaja. Bahkan, menurut pendapat penulis, pemerintah sebaiknya juga mengupayakan beberapa tindakan preventif untuk melindungi anak-anak dan remaja dari jeratan ketergantungan yang luar biasa akan rokok. Penanaman hal-hal negatif sejak dini akan merokok aktif maupun pasif bagi anak-anak dan remaja, pemahaman kepribadian anak-anak dan remaja oleh orang tua, dan pemberian teladan yang baik dari orang tua; serta memberikan alternatif kepada pemerintah ketika usaha pengendalian dampak tembakau kurang berbuah hasil. Dengan kata lain, usaha-usaha positif lewat keluarga adalah cara pencegahan yang paling efektif bagi anak-anak dan remaja agar terhindar dari adiksi (ketergantungan) rokok.
Selain itu, untuk menghadapi cara-cara licik melahirkan generasi perokok, pemerintah harus memerhatikan lingkungan sekitar yang penuh dengan orang-orang yang merokok di tempat terbuka. Kondisi seperti inilah yang menjadikan anak-anak dan remaja mudah merekam apa yang mereka lihat dan mempraktekkannya sejak dini. Pemandangan yang tidak kondusif (banyak orang sekitar yang merokok), secara tidak langsung mendorong anak-anak dan remaja bereksperimen dengan mencoba merokok. Sebaliknya, lingkungan yang memerlihatkan keteladanan dari orang-orang yang tidak merokok dapat memotivasi anak-anak dan remaja menjadi pribadi yang sehat. Oleh karena itu, orang tua harus bisa menjalankan perannya sebagai penguasa (mempunyai tanggung jawab yang kuat dan didasari dengan rasa hormat dan bermartabat dalam bersikap), guru (bijaksana dalam menuntun), dan pelindung (mempunyai kasih sayang yang hangat). Melalui ketiga peran tersebut, orang tua akan membawa anak-anak dan remaja menemukan potensi dan jati diri mereka yang positif. Dengan kata lain, masa depan anak-anak dan remaja (baik buruknya mereka) bukanlah sesuatu yang mereka jalani, melainkan sesuatu yang mereka bangun (James Lee Valentine, The Power of Two). Masa depan cerah mereka dimulai dengan bisa berkata TIDAK pada rokok.
Kesimpulannya, generasi muda Indonesia pada sepuluh tahun ke depan akan menjadi pemimpin yang sehat dan berkualitas lewat pelarangan iklan dan promosi rokok, serta peran keluarga sebagai teladan yang baik.

Penulis adalah mahasiswa S2 Pendidikan Bahasa Inggris 2007