Oleh Miftahul Jannah

Dewasa ini salah satu masalah besar yang sedang muncul dan perlu mendapat perhatian khusus adalah banyaknya peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses belajar karenakan kelainan yang mereka alami, meliputi kelainan fisik, mental, emosional dan sosial.  Dengan adanya kelainan itu, anak berkebutuhan khusus (ABK) juga memerlukan pembelajaran dan bimbingan seperti halnya anak normal pada umumnya. Dengan adanya ketetapan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 23 tentang sistem pendidikan nasional, disebut kan bahwa ’’pendidikan khusus (sekolah luar biasa)merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, mental, emosional, dan sosial’’. Di sini dapat ditekankan bahwa setiap anak abnormal belum tentu memerlukan pendidikan khusus karena selama anak abnormal belum mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Dengan adanya ketetapan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 23 tersebut memberikan kekuatan yang penuh terhadap reaksi-reaksi keluarga yang frustasi terhadap kelainan yang di  sandang buah hatinya. Selain itu, hal ini juga memberikan kekuatan dan kesempatan  yang sangat di butuhkan  anak–anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki.
Dengan memberikan kesempatan yang sama terhadap ABK dalam memperoleh bimbingan dan pembelajaran, secara tidak langsung hal ini mengurangi rasa ketergantungan anak terhadap orang lain seperti yang terjadi kebanyakan anak abnormal pada umumnya. Selain itu, hal ini juga mengurangi kesenjangan yang mereka alami dan akhirnya membuat mereka lebih mandiri dengan kelainan yang mereka alami. Di samping itu, tedapat efek psikologis yang positif terhadap anak tersebut, yaitu memotivasi anak untuk tumbuh dan berkembang serta berprestasi dalam bakatnya sehingga mampu meningkatkan harga dirinya yang nilainya lebih penting daripada nilai finansial di dunia ini.
Seperti yang pernah terjadi pada salah satu  murid  Sekolah Autisme Laboratorium Universitas Negeri Malang (UM) pada Festival Seni dan Olahraga Anak Autis se-Jawa. Mereka menunjukkan prestasinya di depan para orang tua dan peserta autis lainnya (Jombang, Blitar, Surabaya, dll.)seperti menari, membaca puisi, dan fashion. Uniknya, mereka mampu menjadi dalang cilik sehingga menjadi bukti bahwa anak-anak berkelainan maupun anak berkebutuhan khusus juga mampu berkreasi. Di akhir kegiatan tersebut, Sekolah Autis UM mampu menjadi juara umum dengan mengalahkan peserta autis lainnya.
Hal ini memberi bimbingan dan pembelajaran kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini juga tidak semudah membalikkan telapak tangan kita karena setiap jenis kelainan yang disandang membutuhkan perangkat belajar yang berbeda dan metode-metode belajar yang berbeda pula sesuai dengan tingkat kesulitan yang mereka alami. Dengan adanya hal tersebut, upaya pemberdayaan anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan biaya yang tidak murah. Tidak seperti anak-anak normal yang tingkat penanganan dan perangkat pembelajaran yang sama.
Adanya kenyatan tersebut, sebagai seorang pembimbing harus mempunyai pendidikan yang relevan yang  sesuai dengan ciri dan karakteristik anak  penyandang ketunaan yang dialami. Seperti asal mula penyebab  kelainan, dampak psikologi, dan prinsip-prinsip layanan ABK.

Sosialisasikan Eksistensi PLB Kita
Dalam mewujudkan pendidikan yang sesuai dengan ketetapan pemeritah tentang Pendidikan Luar Biasa (PLB), maka kita harus mengerti bahwa setiap kelainan memiliki dampak sehingga seringkali menimbulkan masalah bagi lingkungan keluarga, masyarakat  luas, dan psikologi anak itu sendiri. Hal ini juga tak jarang  berdampak    dalam  melakukan ekplorasi dan lama-kelamaan dia akan mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas  yang memanfatkan alat sensorik dan motorik mereka.
Rendahnya reaksi sekitar terhadap kelainan anak dapat menimbulkan sifat frustasi terhadap ABK. Biasanya pemikiran tersebut didasarkan bahwa kelahiran buah hatinya akan menurunkan martabat keluarga mereka. Ada empat kemungkinaan reaksi  orang tua atau orang-orang  sekitar terhadap kehadiran ABK. Pertama, reaksi orang tua yang overprotection sehingga anak mengalami ketergantungan  terhadap orang lain. Kedua, reaksi orang tua yang kecewa biasanya terjadi karena buah hati yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang di inginkan.
Ketiga, reaksi orang tua yang malu sehingga menyembunyikan buah hatinya. Keempat, reaksi orang tua yang memerima realitas yang sedang dialami buah hatinya sehingga menimbulkan kepribadian yang positif.
Sejauh ini, banyak yang iba ketika melihat penyandang ketunaan, khususnya banyak para siswa dan masyarakat luas. Tidak jarang pula yang  memandang rendah. Dengan adanya sosialisasi ini, mereka akan mengerti betapa luasnya jiwa para pembimbing ABK karena mereka lain dari pada yang lain. Seperti profesi guru sekolah luar biasa (GSLB). Selain tugas pokoknya menjadi seorang guru, dia juga berperan sebagai fisiologi terapi, speed terapi, dan  tak kalah penting adalah mereka mampu mengembangkan kemampuan mereka yang sangat membantu mengembangan bakat dan minat  yang sesuai dengan intensitas yang di miliki. Prevelensi tentang ABK di Indonesia sejauh ini belum diperoleh data yang cukup valid yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang  sehingga setiap institusi yang berkepentingan menyajikan data sesuai dengan versinya. Dengan adanya hal itu, menjadikan orang-orang di sekitar mereka kagum dengan kekurangan yang disandangnya. Bagaimanapun dan sesulit  apa pun strategi pembelajaran  untuk ABK  sangat perlu untuk mengenalkan PLB  karena jiwa dan hati anak-anak abnormal juga seperti anak-anak normal pada umumnya.
Penulis adalah mahasiswa KSDP 2010