Oleh Lustini Nur Hadili

Iringan waktu semakin mengajak bumi berteman akrab dengan yang namanya polutan. Bukan posisinya sebagai teman, tapi sebagai musuh yang kapan pun bisa menghancurkan Bumi. Saat ini, apa pun jenis polutannya, selalu menghampiri kehidupan makhluk hidup di bumi, khususnya manusia. Jenis polutan itu sering disebut gas pencemaran.
Gas pencemaran itu berupa CO yang dihasilkan rokok, asap kendaraan, dan dapur yang terhisap oleh manusia melalui proses pernafasan, kemudian gas CO tersebut akan ikut dalam aliran darah termasuk aliran darah jantung. Berdasarkan Studi United State Environmental Protection Agency (US EPA) mengindikasikan bahwa derajat polusi dalam ruang bisa dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan polusi luar ruang. Pencemaran dalam ruangan cenderung disebabkan karena asap rokok. Coba kita pikirkan bersama, apabila satu batang rokok mengandung lebih kurang empat ribu jenis bahan kimia dan 40% di antaranya beracun. Lalu bagaimana dengan kondisi kesehatan perokok setelah dua hingga lima tahun ke depan?
Asap rokok mengandung berbagai bahan kimia yang dapat merusak kesehatan, terutama bagi perokok pasif. Berdasarkan penelitian, ternyata akibat yang terjadi lebih buruk pada perokok pasif dibandingkan dengan perokok aktif. Namun, inilah fakta- fakta yang harus diketahui dan diatasi. Menjamurnya zat pencemaran di bumi, perlu adanya pengkajian khusus tentang solusi alami dengan menggunakan jenis tanaman lain yang fungsinya sebagai anti polutan.
Kemampuan tanaman dalam menyerap zat-zat beracun sudah diteliti oleh National Aeronautic and Space Administration (NASA). Fakta-fakta yang ditemukan, salah satunya penelitian yang dilakukan dengan meletakkan lima puluh tanaman hias, di antaranya sansivera, philodendron, spathiphillum, lili paris, dan aglaonema dalam sebuah ruangan tertutup dan mengandung gas beracun. Ternyata tanaman tersebut tetap bisa hidup. Bagian tanaman yang menyerap racun adalah daun dan akar. Oleh kedua bagian ini, udara berpolutan diserap untuk kemudian dilepaskan lagi dalam bentuk udara bersih.
Berdasarkan penelitian di Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya pada ruangan dengan volume 100 m3 dapat ditempatkan sansivera dewasa sebanyak lima helai dan sri rejeki sebanyak empat belas helai daun. Kombinasi sansivera dan sri rejeki dapat menjadi alternatif untuk menggantikan fungsi AC sebagai penetralisasi polusi udara dalam ruangan, terutama yang disebabkan oleh asap rokok dan mikroorganisme. Bahkan, setiap helai daun sansivera bisa menyerap 0,938 mikrogram per jam formaldehyde. Bila disetarakan dengan ruangan berukuran 75 meter persegi cukup diletakkan sansivera  dengan empat helai daun.
Berdasarkan penelitian lainnya (Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya) dapat disimpulkan bahwa untuk ruangan dengan volume 100 m3 (panjang x lebar x tinggi = 5 x 5 x 4 m3) dapat ditempatkan sansevieria dewasa sebanyak lima helai. Luas satu helai daun sansivera sekitar 350 cm2. Maka, dukungan tanaman terhadap ruangan dapat dihitung secara matematis sebagai berikut: dukungan luas daun tanaman = 350 x 5 = 1750 cm2. Jadi, perlu ditempatkan sansevieria dewasa yang memiliki luasan per daun 350 cm2 dengan jumlah paling sedikit lima helai dalam suatu ruangan seluas 100 m3 sehingga bisa bermanfaat sebagai penetralisasi udara tercemar.
Penelitian yang dilakukan NASA telah menemukan bukti-bukti bahwa tanaman ini secara alami mampu memerangi sick building syndrome yang menunjukkan bahwa sansivera mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan berbahaya di udara. Sebab, sansivera mengandung bahan aktif pregnane glikosid yang berfungsi untuk mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan asam amino yang tidak berbahaya lagi bagi manusia. Dalam proses pernapasan tersebut dihasilkan gas yang bermanfaat bagi manusia, yaitu oksigen. Proses ini berlangsung terus menerus selama tanaman masih hidup.
Manusia sering tidak menyadari bahwa sansivera juga memiliki peran dalam menciptakan udara sehat. Sansivera telah menjadi tanaman berjasa dalam kehidupan manusia. Semoga Pembaca menyadari akan pentingnya tanaman berjasa ini dan turut ikut mengembangkan tanaman antipolusi ini.

Penulis adalah mahasiswa Biologi