Oleh Kiki Ratnaning Arimbi

“Siapa yang suka bermain?”
“Saya… saya….”
Setiap anak pasti sangat suka bermain. Tidak hanya bermain, pembelajaran yang fun and enjoyable sangat didambakan anak dalam setiap keberadaannya dalam kelas maupun luar kelas.
“Siapa yang suka ice?”
“Saya… saya… Bu.”
Karena ice itu dingin dan  segar.
Demikianlah anak-anak pasti suka yang dingin dan segar.

Tentang ice breaker
Istilah ice breaker berasal dari dua kata asing, yaitu ice yang berarti es yang memiliki sifat kaku, dingin, dan keras, sedangkan breaker berarti  memecahkan. Jadi, ice breaker bisa diartikan sebagai usaha untuk memecahan atau mencairkan suasana yang kaku seperti es agar menjadi lebih nyaman mengalir dan santai. Hal ini bertujuan agar materi-materi yang disampaikan dapat diterima. Siswa akan lebih dapat menerima materi pelajaran jika suasana tidak tegang, santai, nyaman, dan lebih bersahabat.
Namun, dalam hal ini penulis lebih suka mendefinisikan istilah ice adalah wujud lain dari zat cair yang berbentuk padat yang memiliki suhu rendah sehingga bersifat dingin, sedangkan breaker saya ambil kata-kata break saja yang artinya istirahat. Dari dua arti itu dapat saya rangkum sendiri bahwa arti ice breaker adalah sesuatu yang dingin yang perlu diberikan pada suasana yang panas. Artinya, ketika suasana sudah memanas, menegang, maka perlu suatu minuman yang dingin dan menyegarkan, yaitu ice breaker agar suasana kembali dingin dan otak siap menuju kegiatan pembelajaran yang lebih menantang.
Ada kalanya suasana pembelajaran dalam kelas tampak tegang, anak dituntut untuk mengerjakan soal dengan cepat dan benar sesuai dengan kompetensi dasar yang tertera di Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hari itu. Tentunya keadaan ini membuat otak anak menjadi mudah tegang dan cepat lelah. Kelelahan pada otak juga sangat berpengaruh pada kemampuan anak dalam menerima pelajaran. Oleh karena itu, peran guru sebagai motivator dan fasilitator sangat diharapkan untuk membuat ice yang segar dalam setiap pembelajaran yang dilakukan.

Lalu bagaimana langkahnya?
Apakah harus dilaksanakan dalam waktu khusus atau dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu?
Ice breaker sebenarnya dapat dilaksanakan dalam sewaktu-waktu sesuai kebutuhan, misal saat siswa belum lelah sebagai penyegaran awal pembelajaran atau ketika siswa setengah lelah. Penggunaannya bergantung pada kondisi siswa dan kreativitas guru.

Varian ice breaker
Varian ice breaker di sini dibagi dalam dua macam varian, ice breaker tanpa media dan ice breaker dengan media. Ice breaker tanpa media dapat diartikan permainan pendinginan otak dengan tidak menggunakan media di luar anggota tubuh.  Sedangkan ice breaker dengan media merupakan permainan pendinginan otak dengan menggunakan media di luar media anggota tubuh. Media/alat bantu lain untuk melakukan ice breaker, misalnya penggaris, penghapus, tas, pensil, atau kapur. Pelaksanaan ice breaker dapat dibagi dalam tiga kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

Pertama, Kegiatan awal
Pada kegiatan awal pembelajaran biasanya anak masih dalam kondisi segar, kecuali sebelumnya ada mata pelajaran lain. Kondisi yang masih segar seperti ini dapat menggunakan ice breaker tipe ringan, yaitu dengan menepuk-nepuk punggung tangan dengan punggung tangan, telapak kaki dengan telapak kaki, atau kebalikannya telapak tangan dengan telapak kanan dengan punggung kaki dengan punggung kaki. Dapat juga diisi dengan berbagai tepuk sesuai dengan mata pelajaran yang akan dilakukan. Misalnya pembelajaran yang dilakukan adalah pelajaran IPA materi gaya, maka anak-anak diajak melakukan tepuk gaya. “Tepuk Gaya”: Dorongan (badan anak diekspresikan seakan-akan mendorong benda sambil berucap dorongan). Tarikan (baik dan anak diekspresikan seakan-akan menarik benda sambil berucap tarikan). Itulah gaya (membuka ta­ngan selebar-lebarnya). Pada mata pe­lajaran IPS, mengenai nama-na­ma ibukota provinsi.
Guru dapat menggunakan nada lagu “Sedang Apa” diganti sesuai dengan materi pelajaran.
“Jawa Timur-Jawa Timur ibu­kotanya apa? Ibukota Jawa Timur adalah Surabaya.
“Jawa Barat-Jawa Barat, ibu­kotanya apa? Ibukota Jawa Barat adalah Bandung.

Kedua, Kegiatan inti
Pada kegiatan inti setelah siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok, ice breaker dapat diterapkan. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Siswa dibagi jadi dua, barisan anak perempuan dan barisan anak laki-laki yang akan memainkan “hujan ajaib”.
Setiap anak dalam barisan memegang pundak temannya, guru mempunyai 4 instruksi. Instruksi tersebut adalah: Hujan petir (telapak tangan dimiringkan, dan dipukul-pukulkan berlahan di pundak teman yang ada di depannya). Hujan batu (telapak tangan dikepalkan dan dipukul-pukulkan berlahan di pundak teman yang ada di depannya). Hujan rintik rintik (kesepuluh jari tangan dipukul-pukulkan berlahan di pundak teman yang ada didepannya). Hujan es (tangan memegang pundak, kemudian memijit pundak temannya). Kegiatan ini dilakukan secara berputar, teman yang sebelumnya memegang pundak sekarang dipegang pundaknya oleh teman lain.

Ketiga, Kegiatan akhir
Pada kegiatan akhir dapat dilakukan dengan kegiatan melompat setinggi-tingginya sambil meletakkan tangan lurus di atas kepala dan menepuk kedua telapak tangan secara selang-seling antara teman yang satu dengan teman yang lain.
Dapat juga dengan mengungkapkan permainan hewan: Semut-besar (membuat lingkaran besar dengan tangan di depan dada). Gajah-kecil (jari telunjuk dan kelingking disatukan membentuk lingkaran kecil). Jerapah-pendek (tangan diletakkan di pipi, kepala digelengkan ke kanan dan ke kiri).Burung hantu-panjang (tangan disatukan di atas kepala).
Hitam –putih (memegang baju atas). Putih -hitam (memegang baju bawah). Merah-hijau (memegang kaki kanan bawah). Hijau -merah (memegang kaki kanan kiri).
Itu adalah beberapa varian ice breaker yang dapat dikembangkan lagi sehingga menjadi varian-varian baru yang lebih atraktif. Bagaimana dengan kita sebagai guru atau calon guru? Apakah kita duduk manis ataukah mulai bergerak memvariasikan varian-varian ice breaker menjadi varian yang lebih atraktif menyegarkan pembelajaran?
Penulis adalah guru SDN Genukwatu II Kecamatan Ngoro, Jombang  dan
alumnus UM