Nama    : Dyah Rahmawati
TLL    : Nganjuk, 23 September 1990
Program studi: Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Motto    : Bangga dengan bahasa dan budaya sendiri
Riwayat Pendidikan:
TK Pertiwi (1997)
SDN Sukorejo I (2002)
SMPN 2 Nganjuk (2005)
SMAN 2 Nganjuk (2008)
Pengalaman:
Pementasan musikalisasi puisi di Universitas Negeri Malang
Juara II lomba penulisan puisi tingkat Jawa Timur (2005)
Peraih beasiswa prestasi dari YAAB ORBIT Pusat selama
empat tahun berturut-turut (2007-2010).
Beberapa artikel yang ditulis pernah dimuat di koran lokal Jawa Timur

UM patut berbangga untuk kesekian kalinya atas prestasi yang ditorehkan Dyah Rahmawati. Mahasiswa angkatan 2008 ini berhasil menjadi Duta Bahasa wilayah Jawa Timur. Sebagai Duta Bahasa, Dyah (begitu panggilan akrabnya) akan mewakili Jawa Timur dalam pemilihan Duta Bahasa Nasional di Jakarta. Komunikasi secara eksklusif  mendapat informasi tentang perjuangan Dyah dalam mengikuti ajang ini. Simak jawaban yang dipaparkan Dyah Rahmawati berikut ini.
Seperti apa seleksi pemilihan Duta Bahasa yang Anda ikuti ?
Awalnya saya tidak tahu tentang pemilihan ini. Saya mendapat informasi tentang lomba ini dari Sandi yang menyuruh saya untuk menghubungi dosen saya, yakni Pak Karkono.
Kemudian saya harus mengikuti seleksi di Fakultas Sastra sebelum dikirim ke pemilihan Duta Bahasa di mana saya harus bersaing dengan 23 rekan mahasiswa lainnya yang berasal dari Sastra Arab, Sastra Jerman, Sastra Indonesia, dan Sastra Inggris. Fakultas Sastra akhirnya mengirimkan empat pasang (empat laki-laki dan empat perempuan) delegasinya untuk dikirim pada 14 September 2011.
Bagaimana dengan seleksi yang di Jawa Timur ?
Seleksi Duta Bahasa Jawa Timur diawali dengan Uji Keterampilan Berbahasa Indonesia (UKBI) dilanjutkan dengan wawancara. Saat wawancara saya harus beradu argumen dengan tiga juri yang menguasai bidang wawasan kebudayaan, kebahasaan dan bahasa asing. Saya sempat gugup ketika berhadapan dengan juri ketiga di mana bahasa Inggris saya hanya pasif.  Namun, semuanya saya pasrahkan kepada Allah SWT. Setelah tahap wawancara selesai, juri memutuskan untuk mengambil sepuluh besar yang harus mengikuti tahap public speaking. Pada tahap ini peserta mengambil pertanyaan dalam kotak undian disediakan panitia yang mewajibkan mereka untuk menjawab pertanyaan tersebut sesuai dengan wawasan yang mereka miliki. Saat itu, saya ditanya tentang bukti kecintaan yang saya miliki terhadap bahasa Indonesia. Saya senang menggunakan bahasa Indonesia yang baik yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Itulah bukti kecintaan saya saat ditanya juri.
Apa yang memotivasi Anda untuk mengikuti  pemilihan Duta Bahasa? Waktu itu siapa lawan terkuat?
Yang memotivasi saya adalah petuah dari dosen saya. Kata dosen saya, Pak Karkono, intinya kita berangkat dari apa adanya. Ya apa adanya diri kita. Yang tidak ada ya jangan dibuat-buat ada. Apalagi saat wawancara menghadapi bahasa Inggris, ya tidak apa-apa saya belum begitu lancar. Memang itulah diri saya. Kita itu dipilih karena terpilih. Yang terpilih itu bukanlah harus yang terbaik. Kalau terpilih berarti kita dipilih dan suka-suka yang milih. Yang terpilih itu karena dipilih.
Yang menjadi lawan terkuat dari finalis wanita mungkin Mbak Ika yang saat ini menempuh S2 Pendidikan bahasa Inggris di PPs UM. Namun diluar dugaan saya, beliau hanya masuk sepuluh besar.
Apa yang menjadi tugas pokok Anda sebagai Duta Bahasa?
Saya masih belum tahu pasti tentang tugasnya. Yang sekarang ditekankan adalah buat pengiriman ke Jakarta. Secara tidak langsung saya juga akan menyosialisasikan bahasa Indonesia lewat saya menulis atau tindakan lain  yang berhubungan dengan arah tersebut.
Terkait bahasa itu sendiri, seperti apa bahasa Indonesia yang baik itu?
Bahasa Indonesia yang baik itu tidaklah harus kaku dengan patokan EYD atau kaidah berbahasa secara umum. Yang terpenting kita tahu kondisi dan siapa yang kita ajak bicara.
Sangat miris bila saat ini banyak anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa asing dan bahasa gaul atau alay. Bagaimana Anda melihatnya? Faktor apa yang membuat wabah bahasa alay merebak?
Saya sangat miris dan prihatin melihat kondisi di mana kebanyakan teman saya lebih bangga menggunakan bahasa asing dan lebih cenderung menomorduakan bahasa Indonesia. Entah apa yang membuat hal ini terjadi. Namun, secara tidak langsung lingkungan pasti mempengaruhi.
Keberadaan bahasa alay mungkin bukanlah masalah bila digunakan dalam lingkup pergaulan mereka sendiri. Yang menjadi masalah bila mereka menggunakannya dengan orang yang setingkat lebih tinggi di atasnya semisal orang tua dan guru, maka sebaiknya harus dihindari.
Jika ditinjau dari sosiolinguistik, bahasa seperti alay disebut sebagai bahasa pergaulan/keakraban, yaitu bahasa yang membuat  akrab komunitas yang ada di dalamnya. Faktor yang membuat itu semua terjadi adalah lingkungan yang ditempati oleh anak muda tersebut.
Seperti apa latar belakang keluarga Anda? Bagaimana orang tua mendidik Anda?
Ibu saya seorang guru SD sedangkan bapak saya orang tani. Tapi bapak saya yang lebih paham tentang sastra. Beliau sangat suka membaca karya-karya sastra lama. Ibu saya tidak terlalu memaksa saya dalam menentukan pilihan saat saya memilih program studi di UM. Beliau hanya mendoakan semoga apa yang saya pilih adalah tepat dan baik bagi saya ketika menjalaninya. Saat itu ada dua pilihan. Ibu saya sepertinya menginginkan saya untuk masuk di S1 PGSD. Namun, kebebasan yang diberikan orang tua membuat saya memilih S1 Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai program studi yang saya pilih.
Seperti apa karakter yang membedakan Anda dengan orang lain? Adakah yang istimewa dari sifat itu?
Aduh, karakter yang unik ya? Tidak tahu kenapa, mungkin karakter yang menonjol dari diri saya adalah tentang kecintaan saya terhadap dunia anak.
Apa yang membuat Anda tertarik dengan dunia anak?
Saat ini orang-orang cenderung mengang­gap bahwa yang mengalami kesulitan berbahasa adalah anak yang memiliki kebutuhan khusus. Padahal, anak normal juga dapat mengalaminya. Hal itu dipengaruhi oleh lingkungan keluarga tentang bagaimana stimulus awal yang diberikan kepada anak-anak mereka. Kalau orang tua respect dengan perkembangan bahasa anak, semua itu pasti tidak akan terjadi. Itulah yang membuat saya nggreget  untuk meneliti tentang kesulitan berbahasa pada anak normal. Saya ingin mengajarkan tentang kata-kata yang mudah dipahami kepada anak-anak saat bersosialisasi dan bermain dengan teman mereka agar mereka tidak takut atau cenderung diam saat mengatakan ‘tidak’ pada temannya.
Harapan Anda sebagai mahasiswa untuk UM?
Saya ingin Universitas Negeri Malang memberikan sesuatu yang bisa membuat teman-teman semua bangga dengan bahasa Indonesia.

Ang