Oleh Kiki Ratnaning Arimbi
Anak dengan kreativitas tinggi, daya imajinasi tinggi, dan daya ingat yang baik tentunya sangat diharapkan kehadirannya dalam sebuah keluarga, sekolah, serta masyarakat. Namun, seiring perkembangan anak, tidak semua anak dapat mencapai tugas perkembangannya dengan baik. Banyak faktor yang melingkupinya, di antaranya lingkungan dan faktor genetik. Namun, sebagai seorang guru, dan calon guru yang bertugas sebagai motivator serta fasilitator peserta didik (yang kurang lebih anak per hari bertemu guru enam jam sehari) tentunya sangat diharapkan mampu dalam mengoptimalkan potensi peserta didik di sekolah. Wujud tugas guru sebagai motivator dan fasilitator salah satunya adalah dengan mengoptimalkan kemampuan otak peserta didik.
Pengoptimalan aktivitas otak sedang santer-santernya dibicarakan, baik di media masa maupun media elektronik. Program aktivitas otak berupa pelatihan yang banyak dibicarakan umumnya dapat diikuti oleh kalangan kelas atas, karena biaya yang diperlukan untuk mengikuti pelatihan relatif mahal. Lalu bagaimana dengan anak-anak menengah ke bawah? Bagaimana cara mereka mengoptimalkan aktivitas otak tengah tanpa harus mengeluarkan banyak biaya?
Di sini peran guru sangat diperlukan untuk meng-upgrade aktivitas otak segala kalangan, karena keanekaragaman ekonomi, budaya, dan latar belakang keluarga di dalam kelas atau sekolah sangat bervariatif, mulai kalangan atas sampai kalangan menengah ke bawah. Hasil pelatihan dari pelatihan aktivitas otak yang diharapkan adalah anak (peserta pelatihan) dapat mempunyai konsentrasi tinggi, daya ingat yang baik, kreatif dan semua hal positif yang menunjang perkembangannya menjadi anak yang cerdas secara emosional dan intelektual.
Tulisan ini dikhususkan untuk membahas mata pelajaran matematika, yaitu dengan mengolaborasikan metode jarimatika dan jarialjabar. Dalam laman Wikipedia, ada istilah ”aritmatika cepat”, yaitu suatu kemampuan untuk menghitung operasi-operasi aritmatika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dengan cepat tanpa bantuan kalkulator bahkan untuk bilangan-bilangan yang nilainya cukup besar.

Tentang jarimatika
Cara berhitung kreatif suatu metode pembelajaran matematika ditemukan pertama kali oleh seorang perempuan asal Depok, Jawa Barat bernama Septi Peni Wulandani pada 2000. Karena menggunakan jari untuk menghitung matematika, konsep itu dinamakan penemunya jarimatika. Tak disangka, cara ini dianggap mudah oleh ibu-ibu yang ingin mengajari anaknya berhitung atau guru-guru yang mengajari peserta didiknya berhitung. Metode ini kemudian berkembang dengan jalan kerja sama kemitraan dengan model franchise. Kini cabangnya sudah mencapai 102 cabang di seluruh Indonesia.
Awal munculnya metode ini adalah karena dalam berhitung konvensional jari angka tertinggi yang bisa dicapai hanya sepuluh (dengan membuka sepuluh jari tangan). Dengan metode ini banyaknya hitungan dapat dimaksimalkan hanya dengan menggunakan sepuluh jari. Sebagai contoh adalah dengan mengepalkan tangan kanan. Untuk menunjukkan angka satu cukup dengan membuka telunjuk. Angka dua, membuka telunjuk dan jari tengah. Angka tiga dengan membuka telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Lalu angka empat dengan menambah kelingking. Angka lima cukup ditunjukkan dengan mengangkat jempol kanan. Angka enam jempol ditambah telunjuk. Lalu tujuh dengan menambah membuka jari tengah dan seterusnya. Hal yang sama bisa dilakukan dengan tangan kiri, tetapi nilainya puluhan sehingga jika kita membuka telunjuk tangan kiri, berarti angka 10 dan membuka seluruh jari kiri berarti 90. Lalu jika seluruh jari tangan dibuka, nilainya jadi 99, bukan lagi 10.
Metode ini dapat dikreasikan pada operasi penambahan, penjumlahan, dan pengurangan yang juga bisa dilakukan dengan jari-jari tangan saja.
Keistimewaan jarimatika adalah tidak membebani memori otak, tidak merubah metode dasar/logika ma­te­­matika, meng­gu­­­nakan rumus ma­­te­matika yang su­dah ba­ku, dan me­mindahkan cara berhitung dari otak ke jari tangan. Jarimatika dapat menghitung: tambah, kali, kurang, bagi (takkubagi), pecahan, keliling dan luas bangun, akar pangkat 2, akar pangkat 3, faktor prima, FPB, KPK, memiliki kurikulum yang relevan dengan KTSP SD, mengacu pada bermain sambil belajar, alatnya gratis, dan tanpa kuatir tertinggal/hilang/disita.

Tentang jari aljabar
Metode jari aljabar mengubah proses belajar mengajar matematika dari yang sulit dan menyusahkan menjadi lebih mudah, cepat, cerdas dan menyenangkan. Belajar dengan jari aljabar hanya menggunakan jari tangan, tanpa alat bantu, tanpa rumus, dan diajarkan dengan pendekatan ESQ.Jari aljabar mulai diperkenalkan kepada masyarakat pada April 2007 oleh Bahruddin MD.
Jari aljabar diperuntukkan bagi anak-anak usia playgroup, taman kanak-kanak, hingga sekolah dasar dengan materi yang terdiri dari: level I (belajar mengenal angka dan lambang jari aljabar serta belajar penjumlahan, pengurangan sampai bilangan 10); level II (belajar berhitung penjumlahan dan pengurangan sampai bilangan 20 dengan variasi soal sampai 5 digit); level 3 (belajar berhitung penjumlahan dan pengurangan sampai bilangan 100 dengan variasi soal sampai 10 digit dan pengenalan soal cerita); level IV (belajar berhitung perkalian, pembagian sampai bilangan belasan, soal cerita, dan geometri); level V (belajar berhitung perkalian, pembagian sampai bilangan ratusan, bilangan bersisa atau pecahan, soal cerita, geometri).
Gerakan-gerakan tangan cara jari aljabar dan jarimatika dapat di­ko­labo­rasikan sehingga akti­vitas otak anak menjadi me­ningkat dan terlatih. Di sini tugas guru adalah mengolaborasikan kedua me­tode itu sehingga men­jadi metode yang lebih cepat dan tepat sehingga aktivitas otak dapat berkembang se­cara optimal.
Penulis adalah alumnus UM dan guru SDN Genukwatu II Jombang