Oleh Chandra Gracia Anweta
Saya adalah salah satu mahasiswi dari Indonesia yang mewakili Workshop on Youth Leadership in the New Millenium di Kuala Lumpur. Semua bermula ketika saya men­dapat­kan undangan workshop dari Ke­menterian Belia dan Sukan Malaysia. Acara tersebut merupakan workshop pemuda tingkat Asia. Tema yang dipilih adalah Every Youth is A Leader dengan misi mengevaluasi perkembangan pemuda di era milenium, menentukan pendekatan baru di bidang kepemimipinan, dan untuk mendiskusikan arah kebijakan baru untuk perkembangan dan kepemimpinan pemuda.
Menurut saya, setiap kesempatan yang positif layak dicoba. Dan puji Tuhan, pihak fakultas setuju untuk membiayai segala keperluan workshop. So, why not? Lalu, Minggu (18/03) saya pun berangkat sendirian menuju Kuala Lumpur.
Pukul 18.00 waktu setempat, saya dijemput oleh pihak panitia di bandara LCCT. Kami melaju ke bandara KLIA yang hanya sekitar 15 menit jauhnya untuk menjemput delegasi dari Brunei Darussalam dan Thailand. Setelah itu, kami menuju International Youth Centre, lokasi workshop sekaligus tempat di mana kami akan tinggal selama enam hari ke depan. Panitia dengan ramah mengenalkan saya dengan seorang gadis Vietnam yang akan menjadi roommate saya, Ms.Trang. Pagi hari pertama, semua peserta telah berkumpul di Kampo Hall sesuai dengan asal negara masing-masing. Kami bersiap mengikuti pidato pembuka oleh Mr. Roncarati dari UNESCAP. Setelah itu, kami mendapat pengarahan dari Ms. Pashollari, sekretaris umum dari WAY.
Dengan demikian, sesi country pre­sentation resmi dimulai. Kami diberi ke­bebasan untuk memulai. Jadi, saya dan rekan-rekan dari Indonesia membuka sesi tersebut, disusul oleh Thailand, Brunei Darussalam, dan Jerman. Presentasi yang kami bawakan untuk Indonesia, berfokus pada penyelesaian masalah pengangguran dan perubahan yang positif dan inovatif.
Permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara serumpun ini memang tidak sama persis, namun yang paling menonjol adalah masalah pengangguran, terutama maraknya pengangguran intelektual. Hal ini merupakan masalah yang serius, karena selain meningkatkan resiko kriminalitas, angka pengangguran yang tinggi juga akan menurunkan perekonomian.
Hari kedua, kami dikelompokkan ke dalam 4 grup sesuai dengan tema yang ditentukan, yakni Gaya Hidup Sehat, Penyelesaian Masalah Pengangguran, Pembangunan Berkelanjutan, dan Perubahan yang Positif dan Inovatif. Tiap-tiap kelompok akan mendiskusikan semua tema, dan diwajibkan mempresentasikan satu tema untuk sesi debat yang akan dilaksanakan pada hari ketiga. Di antara keempat topik bahasan tersebut, terdapat satu topik yang menarik perhatian saya, penyelesaian masalah pengangguran. Kami berdiskusi tentang penyebab meningkatnya tren pengangguran intelektual.
Alasan yang sering dipilih adalah kurangnya lapangan kerja yang sesuai dengan keinginan. Namun, kita jarang berpikir bahwa masalahnya bersumber dari dalam diri kita sendiri, kita terlalu pemilih, kita terlalu malas untuk bergerak, hanya menuntut dan tak pernah memulai perubahan.
Upacara pembukaan pada workshop ini dibalut dalam bentuk makan malam. Selain peserta, tamu yang diundang adalah dari pihak Kerajaan, media, dan pendidikan. Acara ini secara resmi dibuka oleh Menteri Belia dan Sukan Malaysia dan Kepala Direktur IYC.
Perkenalan singkat mengenai acara ini berlangsung menarik. Masing-masing perwakilan negara mendapatkan plakat memorandum yang diserahkan langsung oleh Menteri Belia dan Sukan Malaysia. Saya mewakili Indonesia untuk menerima plakat tersebut. Untuk tema acara ini, kami dibebaskan untuk memilih mengenakan pakaian adat atau busana formal. Sangat disesalkan, kebaya saya tertinggal, sehingga saya mengenakan busana formal.
Hari ketiga, Bus IYC membawa kami mengunjungi Taman Wetland, yang merupakan taman buatan dengan semacam rumah kayu yang menjadi ikonnya. Taman yang terletak di daerah Putrajaya ini sangat terawat dan bersih, terlepas dari fakta bahwa cuaca yang ada sangat mirip dengan Indonesia. Tidak ada sedikit pun coretan pylox atau spidol.
Sekembalinya di Kampo Hall, IYC, kami mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Kami membawakan keempat topik diskusi sesuai waktu yang diberikan, dan kami memberi solusi ringkas dan praktis tentang apa yang dapat pemuda lakukan untuk mengurangi permasalahan-permasalahan tersebut.
Hari keempat, Suasana Kampo Hall sedikit lebih meriah dari biasanya, karena akan dilaksanakan debat terbuka dari masing-masing kelompok tentang keempat topik yang telah didiskusikan kemarin. Tiap-tiap kelompok hanya diperbolehkan memilih satu permasalahan yang saat ini dianggap sedang berada dalam titik krisis, dan membutuhkan penyelesaian sesegera mungkin.
Hari terakhir ditutup dengan pemberian piagam penghargaan untuk setiap peserta. Banyak hal yang kami pelajari, di antaranya, seorang pemimpin yang tidak mau belajar, akan tertinggal oleh perkembangan zaman. Indonesia juga harus belajar secara sportif dengan berani mengakui kekurangan dan mau belajar untuk memperbaikinya. Belajar, menciptakan perubahan, dan me­laksanakannya merupakan pilihan yang lebih bijak daripada sekedar menuntut.
Penulis adalah mahasiswa
Akuntansi