Ketika ribuan sarjana muda berebut kursi pe­kerjaan, lain halnya dengan dua alumnus UM ini. Mo Awwanah S.Si dan Wahyu Nurhidayat, S.Pd. yang me­milih untuk ikut berpartisipasi da­lam program Indonesia Mengajar (IM).
“Ber­­­­­henti Mengecam Kegelapan, Nyalakan Lilin!” Begitulah slogan yang pertama kali muncul pada beranda laman IM. Slogan tersebut dimaksudkan agar para pemuda-pemudi dapat menjadi sosok inspirator dalam bidang pendidikan.
IM merupakan sebuah gerakan yang digagas oleh Anis Baswedian, Ph.D yang secara resmi didirikan pada 2010. Program ini memiliki misi ganda. Selain untuk mengisi kekosongan guru berkualitas di daerah-daerah pelosok, IM juga menjadi wahana belajar kepemimpinan bagi putra-putri terbaik negeri yang dikirim ke daerah selama satu tahun.
Mo Aw memulai langkahnya di IM pada tahun 2011. Berbekal peng­alaman dan prestasi selama di kampus, perempuan Jurusan Biologi angkatan 2006 ini berhasil menjadi 47 pengajar muda yang terpilih di IM angkatan ke III dari 5.700 pendaftar.
Untuk menjadi seorang pengajar muda harus melewati beberapa seleksi ketat. Tahap I, seleksi administrasi yang dilakukan secara online. Setelah dinyatakan lolos, tahap II yaitu Direct Assesment yang meliputi beberapa rangkaian seleksi seperti self presentation, solving problem, leaderless group discussion, interview, microteaching, pshycology test, dan lain-lain. Seleksi tahap akhir, medical check up dilakukan mantan Mawapres UM 2010 ini setelah berhasil lolos tahap kedua.
Tak mudah untuk menyandang predikat pengajar muda. Setelah lolos serangkaian tahap seleksi, para peserta diwajibkan untuk mengikuti pembekalan selama tujuh minggu. Pembekalan yang diberikan tidak hanya materi dan praktek kependidikan, tetapi juga tentang kepemimpinan. Setiap pengajar muda akan ditempatkan di satu desa dan bertugas di satu sekolah sehingga masing-masing pengajar muda harus memiliki bekal yang cukup agar dapat hidup mandiri di daerah dan mampu menginisiasi berbagai perkembangan dalam dunia pendidikan.
Dengan masa bakti selama setahun, para pengajar muda ditempatkan di berbagai kabupaten di seluruh pelosok negeri. Ber­tempat tinggal di rumah warga sekitar, Mo Aw mengabdikan dirinya untuk mengajar di SDN 32 Selat Baru, Pulau Bengkalis, Riau.
“Saya mendapatkan banyak pelajaran dan kesempatan berharga untuk berdiskusi dengan praktisi pendidikan di tingkat na­sional maupun internasional, tokoh-tokoh pemimpin nasional, dan banyak pemerhati pendidikan. Setelah di daerah penempatan se­makin banyak realita pendidikan dan sek­­tor kehidupan lainnya yang mem­buat saya belajar,” ungkapnya.
Sementara itu, Wahyu Nurhidayat mengungkapkan bahwa kecintaannya terhadap pendidikan membawanya untuk terlibat dalam pengabdian masyarakat meskipun ia harus meninggalkan pendidikan S2 Magister Pendidikan Kujuruan di UM. Tak hanya bangku kuliah, beberapa pekerjaan juga ia tinggalkan dan lebih memilih mengajar ke pelosok negeri. “Keikhlasan itu menjadi hal utama di Indonesia Mengajar”, terangnya. Kini Wahyu menunggu keberangkatannya ke Jakarta untuk pembekalan selama masa baktinya nanti.Lailil