Prof. Dr. Suparno, Rektor UM , Selasa (27/03) bersama dengan BEM UM mengadakan Forum Silaturahmi (Forsil) yang diberi nama “Sharing-Hearing Kopi Pagi”. Acara dimulai dengan makan pagi bersama rektor, pembantu rektor, Presiden dan para Menteri BEM UM. “Forum yang dirancang dengan istilah “Komunikasi Egaliter” dan dengan tema “Keterbukaan Informasi Publik Guna Meminimalisasi Isu-Isu Negatif di Internal UM” ini diharapkan dapat mempererat hubungan antara rektor selaku bapak dan mahasiswa selaku anak sehingga tidak ada keragu-raguan dalam proses komunikasi dan pada akhirnya dapat menciptakan hubungan yang baik di antara keduanya,” ungkap Rektor.
Usai makan bersama, rektor, pembantu rektor beserta pengurus BEM UM mengadakan diskusi bersama bertempat di ruang rapat Gedung Rektorat A1 lantai II. “Karena acaranya pagi, maka namanya “Kopi Pagi”, kalau siang ya acaranya “Kopi Siang,”” ungkap rektor diikuti gelak tawa seluruh peserta diskusi.
Selanjutnya rektor mulai membuka diskusi dengan pembahasan program kegiatan yang dibuat oleh BEM. Rektor berharap program yang dirancang oleh BEM dapat diletakkan dalam konteks universitas berdasarkan brand The Learning University. Selain itu, rektor juga mengingatkan bahwa kegiatan BEM sebenarnya adalah kegiatan mahasiswa secara keseluruhan, hanya saja pengurus, pelaksana, dan perancangnya adalah BEM. Untuk itu diharapkan adanya pengetatan-pengetatan program sebagai ‘the learning’ dengan batasan waktu yang tersedia.
Forsil menampung aspirasi lembaga-lembaga kemahasiswaan UM seperti budget program BEM UM yang perlu ditingkatkan. “Itu bukan harga mati. Kalau memang anak perlu dana, seorang bapak pasti akan mencari duit, tidak hanya di saku kiri juga akan dicarikan di saku kanan. Namun tentu juga akan lebih baik jika keinginan yang diajukan itu bermartabat dan bernilai edukatif,” ungkapnya lagi.
Rektor dengan pola pikir yang sangat egaliter dan akrab dalam komunikasi dengan para anggota BEM ini, mengharapkan BEM dapat melaksanakan agenda yang dirancang sesuai dengan program kerja masing-masing.
Acara dilanjutkan dengan pertanyaan presiden mahasiswa (presma), Hawanto, terkait transparansi untuk menanggulangi isu-isu negatif yang terjadi dalam tubuh UM. Transparansi yang diminta oleh presma ini yang pertama, adalah terkait alokasi dana organisasi mahasiswa baik di ranah universitas, fakultas, maupun jurusan. Permintaan transparansi juga dilanjutkan oleh Subhan selaku menteri dalam negeri di BEM, dengan mempertanyakan dana Himpunan Orang Tua Mahasiswa (Hotma) yang ditarik tiap semester sebanyak Rp50.000,- dan dibayarkan bersamaan dengan pembayaran SPP.
Rektor pun menjawab dengan senyum sumringah, “Hal ini memang perlu diluruskan, dan ananda semua memang perlu tahu dan memahami.” Rektor menjelaskan bahwa sistem keuangan di UM adalah one get system, yang artinya seluruh dana yang masuk di UM harus masuk ke rekening Rektor dan dapat keluar bila ada persetujuan dan yang terpenting adalah adanya surat pertanggung jawaban (SPJ).
Yang dimaksud dengan rekening Rektor di sini adalah rekening atas nama rektor, namun dana didalamnya bukan milik Rektor. Berkaitan dengan bunga bank yang diperoleh, Rektor menjelaskan bahwa semua bunga bank tersebut masuk ke kas negara sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Sementara mengenai dana Hotma, Ibu Fatmawati selaku Kabag Kemahasiswaan UM menjelaskan, “Dana Hotma adalah dana yang pembagiannya 20% kepada universitas, sementara sisanya 80% untuk fakultas. Sementara penggunaannya tentu saja kembali untuk kegiatan mahasiswa seperti pengiriman mahasiswa untuk Pimnas, MTQ, kegiatan keolahragaan, LKMM Tingkat Lanjut, LKMM Tingkat Me­nengah. Pokoknya, tergantung program kegiatan mahasiswa.”
Diskusi pun berlanjut pada peng­alokasian dana dari pemerintah beserta dana yang didapatkan dari sewa gedung yang akhir-akhir ini cukup ramai dikunjungi pihak luar UM. Rektor menegaskan bahwa penggunaan dana APBN dari pemerintah digunakan se­bagaimana mestinya sesuai undang-undang yang berlaku, seperti pem­bangunan, pemeliharaan, serta kema­ha­siswaan. Namun, karena jumlahnya yang kecil, dana-dana lain seperti dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dalam hal ini diperoleh dari sewa tempat atau gedung milik universitas, digunakan sebagai penutup kekurangan-kekurangan yang ada.
Rektor pun menjelaskan kaitan dana yang bersumber dari SPSA, “Dana tersebut 70% masuk ke dana fakultas, sementara sisanya ke universitas. Untuk itu, setiap fakultas memperoleh dana yang berbeda setiap tahunnya dari dana SPSA ini karena juga dihitung dari banyaknya mahasiswa dalam fakultas tersebut.” Rektor juga menambahkan bahwa dana yang sekian milyar dari dana SPSA ini juga digunakan sebagai dana untuk pemberian Beasiswa Bidik Misi yang saat ini diterima oleh kurang lebih 980 mahasiswa.
Berkaitan dengan sewa sarana dan prasarana bagi mahasiswa, rektor juga menekankan bahwa dalam hal ini digunakan istilah nggendong ngindit yang maknanya harga sewa yang diperuntukkan bagi pihak luar diberlakukan harga yang tinggi sehingga bagi mahasiswa bisa diringankan harganya. Selain itu, rektor menambahkan bahwa sarana dan prasarana tingkat universitas memang digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bertaraf universitas. Namun, jika sarana dan prasarana tingkat fakultas maka yang menggunakannya pun juga tingkat fakultas.
Sebelum acara di tutup, presma beserta jajarannya menyatakan siap membantu agenda-agenda kemahasiswaan, terutama penyebaran keterbukaan informasi publik guna meminimalisasi isu-isu negatif di internal UM.Iin