Alangkah indah mendengarkan kicauan burung sambil menghirup udara segar di pagi hari. Begitu nyaman belajar ditemani hembusan angin sepoi di tengah taman yang hijau. Berjalan di siang hari yang panas pun tetap menyenangkan jika sepanjang jalan bertemu dengan pepohonan rindang yang teduh. Lingkungan seperti inilah yang sedang dibentuk UM dimana manusia dan alam dapat hidup secara harmonis.
Saat ini tidak jarang dijumpai sekumpulan mahasiswa yang memanfaatkan gazebo-gazebo di taman UM untuk berdiskusi. Burung-burung yang hinggap di pohon pun banyak terlihat di lingkungan UM. Salah satunya di area gedung C yang memiliki pohon trembesi besar yang menyerupai atap hingga ke seberang jalan.
Konsep kampus di dalam taman memang mulai terasa di lingkungan UM. Penanaman pohon-pohon baru dan perubahan aspal menjadi paving merupakan bukti nyata keseriusan UM dalam mewujudkan konsep tersebut. Sebagai learning university,  lingkungan kampus yang asri, teduh, dan nyaman untuk belajar merupakan salah satu komponen yang penting.

Konsep dan realisasi The Green Campus
UM didesain sebagai kampus yang peduli lingkungan dan kampus yang berkepribadian lingkungan. Hal ini diungkapkan oleh Rektor UM, Prof. Dr. Suparno dalam kesempatan wawancara dengan Komunikasi di ruang kerjanya (01/06). Kampus berkepribadian lingkungan dapat tercipta dengan memadukan kehidupan sosial dan kehidupan alam. “Ini adalah lingkungan akademik, jadi harus kondusif dengan alam dan sosial yang terintegrasi. Kampus ini harus menjadi contoh institusi yang peduli lingkungan demi kehidupan yang layak,” ujarnya.
Rektor mengungkapkan bahwa program The Green Campus sudah disusun sejak dua bulan pertama setelah ia menjabat. Hal ini diwujudkan dengan penanaman lebih dari dua puluh varian pohon, seperti kepel, melinjo, sawo kecik, dan sebagainya. Beberapa kategori ditetapkan untuk penanaman pohon di UM. Pertama, tanaman harus ditanam berpola. Tanaman untuk di pinggir jalan adalah sawo kecik yang dibuat bervariasi dengan tanaman lain yang indah. Sementara itu, di halaman adalah tanaman yang memiliki potensi untuk berbuah seperti kenitu dan manggis. Kedua, pohon-pohonnya dapat menjadi kajian akademik. Ketiga, tanaman yang menghasilkan oksigen. Keempat, tanaman yang memiliki tampilan rindang dan indah. Kelima, tanaman yang langka. Keenam, tanaman yang menjadi alam lingkungan kehidupan satwa. Ketujuh, harus menjadi tampilan kehidupan kampus sebagai beautiful green campus.
Bagi Bapak yang juga menjadi dosen PPs dan FS ini, the green juga berarti membuat suasana hewani hidup. “Cacing pun harus hidup damai.” Oleh karenanya, jangan mem­bakar sampah sembarangan, apalagi di area kampus. Hal itu adalah perbuatan yang tidak bermartabat dalam menjaga lingkungan. Di dalam tumpukan sampah, ada banyak mikro organisme tak kasat mata yang juga memiliki hak untuk hidup,” tegasnya.
Upaya untuk memenuhi kriteria The Green Campus tidak hanya dilakukan dari segi kecukupan tumbuhan dan hewan saja, tetapi juga dari segi lain seperti konstruksi jalan. Konstruksi jalan harus ramah lingkungan, yakni dengan membuat paving block system secara bertahap. Pelepasan aspal untuk digantikan dengan paving membuat air tidak lari, tetapi masuk ke dalam tanah. Begitu pula dengan area parkir yang harus dikombinasikan dengan aneka pohon seperti yang saat ini sudah terlihat di lapangan parkir Graha Cakrawala.
Ketika disinggung mengenai pene­bangan beberapa pohon besar untuk pembangunan, rektor menegaskan, “Hanya sedikit yang diganti (ditebang—rep.), tetapi penggantinya justru yang lebih banyak. Pertimbangannya adalah untuk bangunan prioritas dan pohon yang tidak produktif untuk green campus.” Sementara itu, untuk bike to campus, rektor mengatakan bahwa ide tersebut bisa berjalan ketika ring road yang ada di Rencana Induk Pengembangan (RIP) UM 2010-2030  sudah sepenuhnya terlaksana. Ring road akan membuat jalan menjadi searah sehingga pengendara tidak bisa menerobos seenaknya.
Dian Ariestadi, salah satu anggota tim penyusun RIP bagian arsitektur menjelaskan bahwa nantinya, ring road bisa dilalui kendaraan secara melingkar. “Dengan adanya ring road, lalu lintas di kampus akan lebih teratur. Tidak ada kendaraan yang masuk di jalan-jalan dalam karena jalan dalam fungsi utamanya untuk pedestrian,” jelasnya.
Selain ring road, ke depannya UM juga akan melakukan penataan baru, yakni dengan membuat bangunan atau gedung yang semakin tinggi. “Dari beberapa gedung nanti dijadikan satu, minimal dua lantai. Masa bangunan dikurangi dengan cara meninggikan gedung sehingga sisa untuk lahan terbuka hijau semakin luas. Keberadaan AC juga tidak di semua gedung, tapi hanya di ruang-ruang tertentu,” terangnya. Pria yang juga merupakan dosen Teknik Sipil ini berharap agar UM mencoba mengadakan Car Free Day (CFD) dalam satu hari untuk mengurangi polusi.
Dalam RIP juga disampaikan bahwa terdapat lima program pengembangan lingkungan. Pertama,  pengembangan fisik lingkungan dan bangunan kampus UM mempertimbangkan kondisi lingkungan fisik yang merupakan potensi dan hambatan dalam perencanaan dan perancangan lingkungan. Kedua, pengembangan fisik harus dapat memperluas aksesibilitas dengan mempertimbangkan potensi akses yang ada di sekitar lokasi kampus UM.
Ketiga, pengembangan lingkungan memperhatikan rasio ruang terbuka hijau (kurang lebih 50%) untuk menciptakan lingkungan alamiah yang asri dan dapat ikut mengendalikan pengendalian iklim mikro dan makro kawasan. Keempat, penataan ruang luar yang mendukung kondisi iklim mikro sehingga memungkinkan pe­ngendalian secara alamiah. Kelima, pe­nataan ruang luar juga memperhatikan penataan sistem sirkulasi dan parkir yang memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas, serta mempertimbangkan keadaan darurat saat terjadi bencana. Dijelaskan pula dalam RIP bahwa untuk mengatasi keterbatasan luas lahan yang tersedia,  orientasi pembangunan fisik dikembangkan secara vertikal atau bertingkat.
Selama ini, urusan pembibitan, pe­nanaman, terutama pemeliharaan atau perawatan tanaman dan kebersihan area kampus ditangani oleh bagian Halaman dan Tanaman UM. Tugas yang mereka kerjakan adalah menyapu, menyiangi, menyiram dan memupuk tanaman, serta membersihkan got yang ada di seluruh UM. Untuk semakin mendukung program kampus hijau, pupuk yang digunakan untuk merawat tanaman-tanaman di UM adalah pupuk organik.
Bagian Halaman dan Tanaman sendiri diisi oleh tiga puluh orang yang bekerja dari Senin-Sabtu. Sekalipun sudah dibagi sedemikian rupa, Sugianto, Kepala Urusan Halaman dan Taman UM mengaku merasa kewalahan dengan jumlah anggota yang dianggapnya perlu ditambah. Maklum, selain merawat tanaman, bagian ini juga bertugas merawat hewan-hewan yang ada di UM, termasuk ikan-ikan yang ada di kolam dan sungai kecil.
Pegawai yang tinggal di kawasan Sumber­sareh ini memiliki keinginan tersendiri mengenai UM sebagai kampus hijau. “Keinginan saya supaya banyak pohon besar di kampus, terutama di pinggir-pinggir jalan, contohnya trembesi. Trembesi pohon yang rindang, memiliki masa tumbuh yang cepat dan menyerap CO2 paling banyak dari pohon-pohon lain. Nanti tamannya di bagian tengah. Saya bayangkan kalau bisa terwujud, bagus itu,”  tandasnya.
Pria yang sebelumnya ditempat­kan sebagai petugas kebersihan mesjid Al-Hikmah UM ini juga berharap agar penebangan pohon dapat lebih diminimalisasi. Selain itu, ia juga meng­imbau agar semua sivitas akademika, baik itu pemimpin, pegawai, dosen, maupun maha­siswa memiliki kepedulian dan kesadaran. De­ngan begitu, UM dapat menjadi kampus yang ijo royo-royo.

Konsep green campus secara hidrologis
Secara hidrologis, gambaran umum dari green campus selain indah, teduh, dan rindang adalah tersedia ruang terbuka hijau. Idealnya, agar harmonis, pembangunan hendaknya terfokus pada tercukupinya ruang terbuka hijau dan daerah tangkapan hujan. Ketua Jurusan Geografi, Dr. Ach. Amiruddin, M.Pd. menjelaskan bahwa terdapat beberapa fungsi dari daerah tangkapan hijau. Salah satu fungsinya adalah  menangkap air hujan ke dalam air tanah agar tidak terjadi banjir dan erosi. Selain itu, daerah tangkapan air akan mendukung terpenuhinya ruang terbuka hijau sehingga tidak tampak gersang.
Batas umum ruang terbuka hijau minimum adalah 30%.  Selama masih ada lahan terbuka hijau dengan presentase tersebut, lingkungan tersebut masih tergolong bagus. Bapak Amiruddin me­nyampaikan bahwa saat ini, presentase lahan terbuka hijau di UM sudah lebih dari syarat minimum tersebut. Kendati demikian, lahan terbuka hijau sebaiknya ditambah lagi.
Program pemasangan paving untuk mengganti aspal juga merupakan salah satu usaha yang mendukung kelancaran siklus hidrologis di UM. Dilanjutkan oleh Bapak Amiruddin, dibandingkan dengan aspal, keunggulan paving adalah  tidak menghalangi peresapan air ke tanah. Air tersebut akan menjadi air tanah. “Pengaspalan tidak lebih baik daripada paving. Sekalipun membuat jalur ke arah selokan, itu hanya pengelolaan air saja. Tidak seperti air pada paving yang dapat meresap ke tanah,” ujar dosen Geografi Lingkungan tersebut.
Berbicara tentang kesadaran terhadap lingkungan, bapak berkacamata tersebut menambahkan bahwa perhatian terhadap lingkungan hidup perlu digalak­kan. Salah satu caranya dengan mengajarkan materi tentang lingkungan hidup kepada seluruh warga UM, utamanya mahasiswa. Sebenarnya, pada tahun 90-an, pernah ada mata kuliah Pendidikan Kependudukan Lingkungan Hidup (PKLH) yang menjadi mata kuliah umum bagi seluruh mahasiswa. Namun, sekarang mata kuliah ini hanya ada di beberapa jurusan saja. Materi ini dibutuhkan utnuk meningkatkan kepedulian dan membentuk tingkah laku yang mendukung kelestarian lingkungan. Seperti meminimalisasi penggunaan ken­daraan bermotor, membuang sampah pada tempatnya, dan menghemat listrik.

Bibit dari buah pohon trembesi
Mendukung program penghijauan di UM, UKM Jonggring Salaka ikut turun tangan secara langsung. Melalui divisi konservasi, Ricky Awang Pribadi dan kawan-kawannya melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian alam, khususnya di UM.
Salah satu kegiatan yang telah dilakukan oleh UKM Jonggring Salaka adalah melakukan pembibitan. Kegiatan ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan kosong di samping kompleks UKM. Bahan untuk pembibitan pun didapat dari sekitar kampus, yaitu buah pohon trembesi yang berjatuhan.
“Awalnya kami melihat di UM ini banyak pohon trembesi dan buahnya sering jatuh-jatuh. Jadi kami manfaatkan,” ujar Awang. Ide sederhana ini kemudian berkembang. Bibit-bibit yang telah diproses kemudian ditanam di sekitar Gunung Arjuno. Tidak hanya UKM Jonggring Salaka, be­berapa organisasi di luar UM pun ikut memanfaatkan bibit tersebut, salah satunya adalah Forum Silaturahmi (Forsil) se-Malang yang memanfaatkan bibit tersebut untuk melakukan penghijaun pada peringatan hari Bumi lalu.
Masih pada peringatan hari Bumi, UKM Jonggring Salaka juga mengadakan acara penanaman seribu pohon di sebelah asrama UM. Acara yang dihadiri oleh PR III ini diikuti oleh sejumlah mahasiswa di luar UKM Jonggring Salaka. Aksi teatrikal insidental juga menjadi bagian dari peringatan ini.
Menurut Awang, saat ini UM sudah cukup hijau, tetapi masih perlu ditambah. Bersama keempat anggota lain dari divisi konservasi UKM Jonggring Salaka,  Awang berharap dapat menjadi mediator antara manusia dan alam dan mencari solusi yang menguntungkan keduanya. Salah satunya adalah dengan menghijaukan kampus. Sebab saat ini, lingkungan akademis seperti kampus dan sekolah memiliki potensi paling besar untuk dihijaukan.

Apa kata mereka
“Tanaman dan pepohonan yang ada di UM ini menurutku sudah cukup, kok,” ujar Santi, perempuan yang sejak 2009 lalu menjadi pegawai minimarket Koperasi Mahasiswa (Kopma) UM. Warga Buring ini juga mengaku udara sejuk yang ada di UM membuatnya nyaman bekerja. “Pegawai kebersihan di sini aku lihat juga memperhatikan tanaman dengan baik. Contohnya, setiap kali ada rumput panjang segera dipotong,” tambahnya
Lain lagi dengan dua mahasiswa Pendidikan Aplikasi Bisnis dan Teknologi Informasi (PABTI) yang Komunikasi jumpai di Gazebo area FMIPA yang juga punya pendapatnya sendiri. “Kalau menurutku, bagian FMIPA sampai di gerbang Gombong masih kurang green, tapi di bagian belakang jalan Semarang sudah green. Makanya, aku senang sekali lewat di Jalan Semarang,” kata Dina. “Pohonnya perlu ditambah lebih banyak lagi, agar pejalan kaki nggak ngerasain banget kalau panas,” timpal Zulfa.
Keduanya sepakat mendukung bike to campus. “Banyak mahasiswa yang kosannya dekat, tapi pakek motor. Mungkin sekali jika di UM ini diterapkan bike to campus. Sekarang sudah ada beberapa mahasiswa yang pakek sepeda, hanya saja masih sedikit,” ungkap Dina yang asli Gresik. Sementara itu ide unik datang dari rekannya, Zulfa, yang memberikan ide satu hari khusus tanpa kendaraan bermotor di UM. “Paling nggak ada peraturan satu hari dalam satu satu minggu untuk khusus jalan kaki tanpa motor atau mobil. Jadi kayak Hari Batik gitu, satu hari itu bisa dinamakan “Hari Bersepada,” ujarnya sumringah.Nurul/Trias

Jonggring Salaka hijaukan bumi UM
Halaman rumah susun mahasiswa (rusunawa) UM menjadi pilihan sebagai lokasi penanaman bibit pohon trembesi (Samaneasaman) oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM ) Jonggring  Salaka dalam rangka memperingati Hari Bumi pada Minggu (22/04). “Hal ini sudah kami koordinasikan pada bagian pertamanan dengan berbagai pertimbangan. Kami pilih depan rusunawa karena areanya memang gersang dan cocok ditanami bibit tanaman hutan seperti yang akan kami tanam,” ungkap ketua pelaksana Peringatan Hari Bumi 2012 Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) Joggring Salaka, Ricky Awang Pribadi (Seni dan Desain/ 2008).
Acara yang dilangsungkan pada Senin (23/04) ini dibagi menjadi tiga sesi, yaitu aksi tanam bibit yang diawali teatrikal di halaman rusunawa pada pagi hari, penampilan teatrikal yang sama di depan Malang Town Square (Matos) pada sore hari, dan penampilan teatrikal di Fakultas Sastra dan Pujasera.
Acara penanaman bibit dimulai pukul  09.30 WIB dan dibuka dengan teatrikal yang mengisahkan seseorang yang membawa gergaji mesin dan siap menebang pohon yang sedang menari. Pohon itu dikelilingi lima penari lain yang mengusung pesan yang berbunyi, “Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi?”. Acara ini dihadiri oleh Pembantu Rektor (PR) III, Drs. H. Sucipto, M.S. yang turut memberikan sambutan dan melakukan penanaman secara simbolik. “Saya membayangkan menciptakan kampus dalam hutan. Saya pernah ke Timika dan di sana ada rumah dalam hutan. Rindang sekali. Seharusnya di kampus ini juga lebih diperhatikan supaya tidak terlalu gersang,” ungkapnya ketika memberi sambutan. Penanaman bibit se­lanjutnya dilakukan oleh perwakilan dari UKM dan beberapa warga rusunawa.
Ada 100 bibit trembesi yang seharusnya ditanam, namun 75 bibit yang lain dialokasikan ke alun-alun Kota Malang dalam rangka Hari Bumi se-Malang Raya dan penghijauan oleh komunitas Offroad.
“Tahun lalu kami juga turut memeringati Hari Bumi dengan berkeliling  membagikan bibit dalam kampus. Tapi tahun ini kami buat beda,” aku Bachtiar Dwi Saksono, Ketua Umum Jonggring Salaka, saat ditemui setelah aksi penanaman.Atif