Oleh Zulkarnain Nasution

Manusia sebagai makhluk sosial merupakan makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain di sekitarnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain untuk me­langsungkan pola hidupnya. Sifat manusia tersebut membentuk suatu keterkaitan atau ketergantungan satu sama lain dalam pemenuhan kebutuhan maupun keinginan manusia.
Manusia tidak dapat melakukan semua hal sendirian, maka muncullah kelompok atau komunitas yang setiap individunya  mempunyai keahlian tertentu dan saling melengkapi satu sama lain. Kelompok tersebut semakin besar hingga muncul suatu budaya yang menaungi kelompok masyarakat tertentu dengan memberikan ciri tersendiri yang berbeda dengan kelompok lain.

Berkembangnya budaya pop
Kebudayaan tersebut semakin lama semakin berkembang pesat seiring dengan keinginan dan kebutuhan manusia yang semakin beraneka ragam jenisnya, sehingga memunculkan budaya populer yang akhir-akhir ini menjamur di seluruh penjuru dunia. Budaya pop yang berkembang tersebut merupakan salah satu bentuk representasi dari kepentingan orang-orang tertentu maupun dari golongan masyarakat tertentu.
Budaya pop itu sendiri ‘melelehkan’ segala macam aturan maupun norma yang ada dalam suatu budaya asli kemudian ‘menginjeksi’ budaya asli tersebut dengan berbagai macam keinginan semu. Secara tidak langsung atau tanpa disadari, budaya asli mulai ditinggalkan dan beranjak menuju budaya populer. Budaya populer ter­sebut merupakan salah satu bentuk penjajahan budaya yang terjadi di abad 21 ini.
Dalam sebuah masyarakat, budaya memainkan peranan yang penting. Budaya suatu bangsa mencerminkan keseragaman tingkah laku yang diikuti oleh masyarakat tersebut.  Budaya berperan dalam, (a)  mengatur suatu masyarakat agar tidak terjadi kekacauan apabila menghadapi kondisi tertentu, (b) mensosialisasikan anggota masyarakat yang baru supaya menjadi orang yang berguna bagi kelompoknya, dan (c)  membentuk personaliti dan jati diri seseorang.
Oleh karena itu, budaya harus dipelajari oleh setiap orang. Dari pembelajaran yang ada, akan terbentuk berbagai masyarakat yang mempunyai personaliti atau ciri khas tersendiri. Budaya menjadi alat pembentukan personaliti dan menjadi pendekatan untuk memahami serta menguraikan budaya.
Dapat kita simpulkan bahwa pengertian budaya ialah produk manusia dan adanya kebudayaan karena manusia. Kebudayaan berpusat pada pikiran dan hati manusia. Kebudayaan juga merupakan aktivitas pemikiran manusia.
Dari realitas yang muncul tersebut, mendorong budaya pop masuk dalam persepsi manusia untuk merekonstruksi pikiran manusia dengan berbagai macam budaya pop yang berkembang.
Bila kita tinjau lebih lanjut, budaya pop yang ada merupakan sebuah proses terjadinya perubahan persepsi akan realitas yang ada oleh individu maupun sekelompok orang yang memiliki kepentingan-kepentingan terselubung di balik ‘penghegemonian’ yang dilakukan demi tercapainya sosialisasi budaya pop yang ada.
Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh orang atau kelompok yang memiliki faktor produksi maupun yang dapat menguasai media.  Sebagian besar manusia mem­butuhkan produksi dan konsumsi media untuk melangsungkan hidupnya. Asumsinya, orang yang dapat menguasai atau memegang suatu faktor produksi maupun media, maka orang tersebut dapat mengendalikan orang lain dengan ideologi-ideologi yang dibentuknya.
Oleh karena itu, pengertian budaya pop merupakan suatu pola tingkah laku yang disukai sebagian besar masyarakat. Tanda-tanda pesatnya pengaruh budaya populer itu dapat kita lihat pada masyarakat Indonesia yang sangat konsumtif. Membeli barang bukan didasarkan pada fungsi guna dan kebutuhan, tetapi lebih didasarkan pada imej atau prestise.
Pengertian populer culture seperti yang dimuat dalam situs wikipedia ternyata tidaklah tunggal, tetapi banyak nuansa di sana. Namun poin yang bisa saya tangkap di tengah-tengah kompleksitas definisi populer culture adalah sesuatu yang sengaja diproduksi untuk konsumsi yang sifatnya massal (common people). Bisa dikatakan bahwa sesuatu itu diproduksi hanya berlandaskan keinginan pasar saja.
Dengan demikian, budaya pop hanya akan terjadi manakala keinginan pasar menjadi perhatian sentral. Singkatnya, ada selera mainstream di tengah-tengah masyarakat.
Sebagian kalangan memang menilai bahwa budaya populer itu membawa dampak positif, yaitu sebagai bentuk kemajuan dari peradaban dan menciptakan dinamisasi terhadap mobilitas budaya, baik secara vertikal maupun horisontal. Namun, tetap saja dampak yang dibawa atas budaya populer yang bersumber dari proses globalisasi dan kapitalisme itu merugikan banyak pihak, antara lain eksistensi budaya daerah yang makin hilang karena dianggap ketinggalan zaman, identitas diri yang makin terkikis karena adanya penentuan identitas, dan standarisasi dari industri budaya sebagai pihak yang menciptakan budaya. Budaya pop juga merambah pada dunia musik, politik, sosial, dan segi kehidupan lainnya.
Masyarakat dipertemukan ketika budaya populer tersebut terwujud. Masyarakat kita seakan telah terbius dengan tayangan yang lebih populer. Meniru apapun yang dianggap modern dan peniruan tersebut diadopsi dari tayangan televisi yang sehari-hari mereka tonton. Beberapa contoh fenomena budaya, antara lain komunitas facebook, twitter, friendster, womens club, dance club, komunitas punk, dan lain-lain.

Hubungan kapitalisme media dengan tumbuhnya budaya pop
Penggunaan media massa berbeda dengan komunikasi antarpribadi. Media massa membutuhkan persyaratan tertentu dari pemakainya. Pertama, orang harus bisa membaca sebelum mengonsumsi surat kabar atau majalah. Kedua, orang harus memiliki pesawat radio atau televisi bila akan mengikuti siarannya. Juga harus punya uang untuk membeli karcis bila akan menonton film. Ketiga, kebiasaan memanfaatkan media.
Untuk menjadi khalayak media massa, maka ketiganya perlu dimiliki atau dilakukan. Apabila tidak, maka mereka tidak bisa menjadi khalayak media massa atau masyarakat media.
Dalam penyampaian berbagai produk tayangan, media massa berupaya menyesuaikan dengan khalayaknya yang heterogen dan berbagai aspek sosio-ekonomi, kultural, dan lainnya. Produk media pun pada akhirnya dibentuk sedemikian rupa, sehingga mampu diterima oleh banyak orang . Di sisi lain , media juga seringkali menyajikan berita, film, dan informasi lain dari berbagai negara sebagai upaya media memberikan pilihan yang memuaskan bagi khalayaknya. Produk media baik yang berupa berita, program keluarga, kuis, film, dan sebagainya disebut sebagai upaya massa yaitu karya budaya.
Berdasarkan ciri yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media untuk menarik sebanyak mungkin khalayak.Hal ini tidak hanya dipengaruhi kebutuhan massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial media yang kini masuk sebagai industri yang membutuhkan dana besar melalui iklannya.
Budaya massa terbentuk disebabkan oleh: (1) tuntutan industri kepada pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam tempo singkat. Maka, untuk menghasilkan karya yang banyak dalam tempo singkat, si pencipta tak sempat lagi berpikir dan dengan secepatnya menyelesaikan karyanya. Mereka memiliki target produksi yang harus dicapai dalam waktu tertentu. (2) massa budaya cenderung ‘latah’ menyulap atau meniru segala sesuatu yang sedang naik daun atau laris, sehingga media berlomba untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya (Agger, 1992: 24).
Pada umumnya, budaya massa di­pengaruhi oleh budaya populer. Pemikiran tentang budaya populer menurut Ben Agger (1992: 24) dapat dikelompokkan menjadi empat aliran, yaitu (a) budaya dibangun berdasarkan kesenangan namun tidak substansial dan mengentaskan orang dari kejenuhan kerja sepanjang hari, (b) kebudayaan populer menghancurkan nilai budaya tradisional, (c) kebudayaan menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi Marx Kapitalis, dan (d) kebudayaan populer merupakan budaya yang menetes dari atas.
Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu, seperti pementasan mega bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan lain sebagainya.
Media massa memainkan peranan penting untuk menjual komoditas gaya hidup kepada masyarakat konsumen (consumer society). Ia selalu memproduksi program acara yang menjadi kegemaran masyarakat konsumen. Untuk memenuhi tuntutan masyarakat konsumen terhadap komoditas hiburan ini, media siaran memanfaatkan budaya pop.
Budaya populer juga tempat di­pertarungkannya makna dan digugatnya ideologi dominan. Budaya populer yang pada akhirnya disebut sebagai budaya komoditas itu diproduksi secara besar-besaran hanya didasarkan pada keuntungan ekonomi semata, sehingga memberikan pengaruh buruk bagi masyarakat.
Pasalnya, penilaian baik atau buruk bukan lagi didasarkan pada ajaran moral tetapi lebih pada kemampuan ekonomi untuk mendapatkan prestise. Maraknya infotainmen yang ditayangkan media massa kita sekarang ini , seperti  reality show, pentas musik,  dan sinetron remaja dengan kehidupannya yang glamor telah mengikis budaya  yang ada di sekitar kita.
Penulis adalah dosen Pendidikan Luar Sekolah dan pemerhati  sosial