Nama        : Drs. Ponimin, M.Hum.
TTL        : Jombang, 2 Februari 1965
Hobbi        : menyanyi dan menari
Motto        : Dengan seni membuat kehidupan lebih indah
Dengan ilmu membuat kehidupan lebih terarah
Dengan akidah membuat kehidupan menjadi barakah
Alamat        : Jalan Martorejo 157 RT 03/RW 02 Areng-areng,
Dadaprejo, Junrejo, Malang
Jabatan        : dosen Seni dan Desain Fakultas Sastra UM

Pendidikan
• SDN Sumberingin Kabuh, Jombang (1979)
• SMP Dharma Bhakti Kabuh, Jombang (1982)
• Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Jurusan Kriya, Yogyakarta (1986)
• S1 Jurusan Kriya Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta (1992)
• S2 Prodi Pengkajian Seni Rupa UGM, Yogyakarta (2002)
• S3 Creative Art ISI, Yogyakarta (2012-sekarang)

Aktivitas seni dan pameran
• Pameran Seni Rupa Kontemporer Asia
(12th Asian Biannale Bangladesh 2006)
• Pameran Keramik Internasional
(The Third ASNA Clay International 2006 Pakistan)
• Pameran dan workshop (Biennale International
Shanghai Ceramic Contemporary 2010)
• Pameran dan demonstrasi keramik dalam
(UK International Ceramic Festival 2011 Inggris)
Karya
• Diorama Terowongan Kereta Layang “Kebudayaan Dunia” dan Panggung Pementasan Singa Macan
“Reruntuhan Candi Jawa Kuno” di Taman Safari Indonesia II
• Replika Patung Archais Percandian dan Replika Binatang Mitologis Jawa Timur Park
• Seni patung replika “Tujuh Arsitektur Keajaiban Dunia” dan “Replika Perjalanan Wali Songo”
Taman Wisata Bahari Lamongan
Penghargaan: The Learning University Awards UM 2012
The Learning University Awards yang dianugerahkan oleh Universitas Negeri Malang (UM) kepada tiga dosen dengan kategori yang berbeda: Kependidikan, Sains dan Teknologi, serta Sosial, Humaniora, Seni, dan Olahraga, merupakan penghargaan yang tidak bisa diperoleh dengan mudah. Berbekal gelar dan pengetahuan saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan aplikasi karya-karya yang memiliki sumbangsih besar bagi dunia pendidikan. Di samping itu, kesenian dan kebudayaan merupakan hal yang harus diperhitungkan dalam perkembangan dunia pendidikan itu sendiri. Berangkat dari kecintaan terhadap budaya lokal, Drs. Ponimin, M.Hum. yang telah menginjakkan kaki di UM sejak 1995, berhasil membuat kancah internasional terpana akan karya-karyanya. Kerajinan keramik yang ditekuninya sejak dini dengan keadaan lingkungan masyarakat yang mendukung, menjadikannya semakin mahir berkarya dan kuat dalam aspek technical skill atau motorik. Alumnus ISI Yogyakarta Jurusan Kriya ini besar di desa Kasongan, desa di mana kerajinan keramik berkembang pesat. Ingin tahu lebih jauh tentang usahanya dalam mendulang kesuksesan? Simak yang berikut ini!
Bisa diceritakan bagaimana awal mula menginjakkan kaki di UM?
Setelah lulus dari ISI, ternyata ada peluang masuk IKIP Malang (sekarang UM) karena di sana sedang membutuhkan pengajar di bidang kriya, terutama keramik. Maka masuklah saya di dalamnya. Dulu saya memang masih berpikir sederhana: saya adalah orang Jawa Timur, Kabupaten Jombang, dan saya ingin kembali dan mengabdi di provinsi tempat saya tinggal, terutama Malang. Karena Malang sudah sejak lama dikenal dengan kota budaya dan pendidikan. Sebenarnya, apa yang telah saya miliki sekarang tidak lepas dari peran lingkungan dan akademik. Jadi, dua lembaga (sentra kerajinan di desa saya dan institut pendidikan seni) inilah yang menyokong saya berkarya sampai sekarang. Semasa kuliah pun, saya menekuni kerajinan itu. Jadi kuliah sambil kerja. Ketika itu saya juga punya studio sendiri, studio kriya.
Yang membangun studionya?
Saya sendiri. Ada dosen saya yang bernama Pak Narno. Beliau sebenarnya yang paling banyak me­nyangoni saya dari banyak aspek sehingga saya bisa seperti sekarang. Apa yang sudah saya rintis di Yogya akhirnya saya lanjutkan di Malang.
Dan itu diaplikasikan sampai sekarang?
Ya, sampai sekarang. Di Malang saya punya studio dan kegiatan saya di studio sangat membantu saya memberikan materi saat mengajar. Kemudian selain itu saya juga aktif berpameran dan berpe­nelitian.
Adakah hal yang paling membanggakan dari mahasiswa Bapak? Atau bahkan ada pengalaman buruk?
Tidak pernah. Mengajar itu bukan suatu beban, melainkan suatu tanggung jawab tentang sejauh mana kita bisa memberikan pengalaman berharga untuk generasi berikutnya dengan cara kita sendiri. Saya bangga ketika mahasiswa bisa lebih besar dari dosennya. Katakanlah jika saya bisa berkarya keramik seperti ini, maka mahasiswa harus bisa lebih dari ini. Artinya, apa yang saya tanamkan bisa membekas.
Apa yang menjadi prinsip Bapak dalam berkarya?
Yang penting, dalam berkarya kita tidak boleh mengikuti arus besar agar karya kita tidak hanya dinikmati golongan atau kelas tertentu saja. Tidak akan memuaskan jika apa yang telah kita ciptakan hanya dinikmati dan bisa diapresiasi oleh tingkatan-tingkatan tertentu.
Bukankah apa yang telah Bapak ciptakan telah dikenal sampai ke luar negeri?
Pertama, perlu diingat bahwa karya seni yang saya hasilkan merupakan karya seni berbasis research dan akademik sehubungan dengan latar belakang saya yang juga pendidikan seni. Itulah hal yang membedakan dengan keramikus yang lain. Itu juga membuat saya sadar bahwa karya seni tidak cukup diciptakan berdasarkan ekspresi atau intuisi, tapi juga didasarkan pada penelitian. Hal itulah yang mendorong saya untuk menciptakan karya yang akhirnya bisa dikenal sampai ke luar negeri.
Apa yang menjadi alasan sehingga Bapak menerima The Learning University Award?
Sebenarnya saya tidak pernah bermimpi untuk itu. Ketua jurusan saya, Bapak Drs. Iriaji, M. Sn. mempunyai peran yang besar dalam memotivasi saya. Sebetulnya saya sudah minder duluan karena sekolah doktoral saya belum selesai dan saya berpikir bahwa yang mendaftar pasti sudah doktor atau bahkan profesor. Namun, Bapak Kajur kami berkata, “Lo ndak apa-apa ikut saja. Karena yang dinilai bukan hanya aspek akademik saja, melainkan aspek karya-karyanya juga.” Dari sini saya yakin bahwa apa yang saya lakukan mempunyai keunggulan yang mungkin belum sempat dilakukan teman-teman yang lain. Sebelumnya saya juga pernah terpilih untuk menjadi salah satu dosen berprestasi mewakili UM di tingkat nasional dan menjadi salah satu dari 13 besar di Jakarta. Akhirnya, ya yakin-yakin sajalah.
Apa harapan Bapak terhadap teman-teman dosen lain yang belum memiliki kesempatan yang sama?
Saya rasa mereka memiliki potensi yang berbeda sesuai bidangnya masing-masing. Ini hanya masalah kesempatan dan keberuntungan saja yang belum berpihak pada mereka. Jadi mereka harus terus berjuang dengan berpegang teguh pada aspek Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian pada masyarakat.
Kemudian apa harapan Bapak bagi mahasiswa yang ingin mengikuti jejak Bapak?
Kreatif. Jangan hanya linier tetapi juga lateral. Kita harus mempertimbangkan bahwa dalam mengembangkan diri, hidup itu tidak cukup hanya berpikir dengan logika, namun juga berpikir dengan rasa.Atif