Judul film    : The Raid: Redemption
Sutradara    : Gareth Evans
Aktor           : Iko Uwais, et.al.
Tahun          : 2012
Produksi     : Sony Pictures
Peresensi    : Ikhwanto

Dunia perfilman Indonesia nampaknya bisa sedikit bernapas lega. Pasalnya, ada sebuah film buatan anak negeri yang berhasil menembus pasar internasional lengkap dengan piala-piala penghargaan yang berhasil didapat. Adalah The Raid, salah satu judul film yang heboh dibicarakan karena prestasinya yang gemilang di kancah perfilman dunia. Bukan rahasia lagi bahwa gaung film-film Indonesia di panggung internasional sangat jarang terdengar, bahkan hampir tidak pernah terdengar. Yang lebih membuat penasaran lagi, film ini bukan film dengan genre drama romans atau kelas festival sebagaimana karya-karya sutradara kawakan Garin Nugroho, tetapi film dengan genre eksyen. Film eksyen di Indonesia masih sangat jarang diproduksi. Dunia perfilman Indonesia didominasi film-film drama ringan dengan akting yang menyedihkan.
The Raid, film karya Gareth Huw Evans, yang dalam bahasa Indonesia berarti “serbuan maut” ini mendapat apresiasi positif di ajang Festival Film Internasional Toronto 2011. Film ini berhasil menyabet piala untuk kategori The Cadillac People’s Choice Midnight Madness Award.
Sedikit mengulas tentang alur ceritanya. Bermula ketika sekelompok tim SWAT yang tiba di sebuah blok apartemen besar dan kumuh dengan misi menangkap pemiliknya– seorang raja bandar narkotik bernama Tama (Ray Sahetapy). Blok ini tidak pernah digrebek atau tersentuh oleh polisi sebelumnya. Sebagai tempat yang tidak pernah dijangkau oleh pihak berwajib, gedung tersebut menjadi tempat berlindung para pembunuh, anggota geng, pemerkosa, dan pencuri yang mencari tempat tinggal aman. Mulai bertindak di pagi buta, kelompok SWAT diam-diam merambah ke dalam gedung dan mengendalikan setiap lantai yang mereka naiki dengan mantap. Penyergapan mereka terbongkar ketika gerakan mereka terpantau oleh kamera pengintai yang terpasang di setiap sudut ruangan. Merasa terdesak, Tama memerintahkan anak buahnya untuk mengunci gedung apartemen dan memadamkan lampu serta menutup semua jalan keluar. Terjebak di lantai enam tanpa komunikasi dan diserang membabi buta oleh anak buah Tama, tim SWAT harus berjuang melewati setiap lantai dan setiap ruangan untuk menyelesaikan misi mereka dan bertahan hidup.
Banyak hal yang membuat film ini begitu spesial. Pertama, film ini dibintangi oleh aktor laga Iko Uwais dan Yayan Ruhian yang sempat mengguncang adrenalin penonton lewat kemampuan laga terbaiknya pada film mereka sebelumnya, Merantau. Kemampuan silat mereka yang sudah tidak diragukan lagi membuat keduanya sering ditawari main film-film laga oleh produser-produser lain. Bahkan, kritikus film kenamaan seperti Sciretta dari Slash menyebut film ini, “The best action film I’ve seen in years.”  Disambung oleh James Rochi dari MSN Movies yang dengan berani mengatakan The Raid menyamai Die Hard. “The best Aristotelian-unity action film since Die Hard.” Kritikus kontroversial dari Hit Fix, Drew McWeeney, mengatakan, “Film aksi yang nyaris sempurna.” Dan yang terakhir, surat kabar bergengsi bisnis hiburan Hollywood, The Hollywood Reporter menilainya sebagai, “Ultra-violent action movies don’t get much more exciting than this kick-ass feature from Indonesia.”
Selain itu, dari segi musik, tak tanggung-tanggung, Mike Shinoda dari band kenamaan, Linkin Park dan Joe Trapanase, komposer yang pernah menggarap mega film seperti Fast Five, Tron Legacy, dan Dexter Series ikut andil dalam proses penggarapan film serta sukses membuat film ini terkesan terlalu berharga untuk dilewatkan.
Prestasi film ini di kancah internasional sudah tidak diragukan lagi. Terbukti film mendapatkan banyak penghargaan bergengsi di dunia internasional.
Penulis menilai, sejak pada menit-menit awal penonton sudah dibuat tegang oleh atmosfer dalam film tersebut. Alur yang tidak bertele-tele itulah yang menjadi poin di mana film ini terkesan seperti layaknya film-film Box Office.
Jika dilihat lebih seksama, hampir 95% cerita dalam film ini berisi adegan tarung dengan tangan kosong atau menggunakan senjata hingga bisa dibilang film “sadis”. Termasuk ada beberapa adegan di mana penulis sempat menutup mata saking terbawanya adrenalin dan melihat scene mengerikan dan supersadis itu. Yang paling penting untuk diapresiasi adalah duet Iko Uwais dan Yayan Ruhian yang memperlihatkan keindahan ilmu bela diri silat kepada dunia  patut diacungi jempol.
Secara keseluruhan, penilaian penulis tidak hanya tertuju pada adegan fighting yang bagus, tetapi kemampuan akting dari setiap pemainnya juga sangat memukau. Salah satunya adalah aktor yang juga seorang atlet judo, Joe Taslim yang berperan sebagai pemimpin komando dari tim SWAT. Ia membawakan karakter tersebut dengan apik dan sangat meyakinkan sebagai seorang atasan. Kemudian aktor kawakan seperti, Ray Sahetapy yang berperan sebagai gembong narkoba. Aktingnya yang memukau terlihat dari gesturnya yang umum dimiliki oleh aktor-aktor laga Hollywood. Tanpa banyak kata-kata yang terlontar dari mulutnya, tetapi hanya bahasa tubuh yang ia tunjukkan sehingga pencitraan seorang gembong mafia yang kejam dan dingin berhasil dibangun olehnya dalam sosok Tama.
Film-film seperti inilah yang diharapkan akan banyak diproduksi oleh seniman-seniman film dalam negeri. Rasanya sudah bosan masyarakat Indonesia disuguhkan film-film sejenis drama percintaan yang kurang pesan di dalamnya atau horor dewasa yang tidak mendidik. Masyarakat kini mendambakan film-film yang berkualitas, alur cerita yang tegas, sarat akan makna dan pesan, visualisasi modern dan profesional, serta kemampuan pemeran-pemerannya yang total. Setidaknya film The Raid dapat menjadi acuan untuk melahirkan film yang lebih berkualitas dan tentunya memberi warna baru bagi jagat perfilman Indonesia. Bravo perfilman Indonesia!
Peresensi adalah mahasiswa Kimia. Resensi ini juara I kategori pustaka Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2012.