Nama            : Prof. Bambang Yudi Cahyono, M.Pd., M.A., Ph.D.
TTL            : Kediri, 18 Maret 1964
Alamat            : Jalan Danau Luar C4-E4 Malang,
Jabatan            : guru besar Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra UM

Pendidikan
• SDN Kemasan II Kediri (1975)
• SMPN III Kediri (1979)
• SMAN II Kediri (1982)
• S1 Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Malang (1986)
• S2 Pendidikan Bahasa Inggris PPS IKIP Malang (1992)
• S2 Applied Linguistics Concordia University, Montreal, Canada (2000)
• S3 Linguistics and Applied Linguistics the University of Melbourne, Australia (2006)

Pengalaman kerja
• Sekretaris Jurusan Sastra Inggris UM (2000-2001)
• Tutor Indonesian courses di The Indonesian Studies Program of the Melbourne Institute
of Asian Language Studies The University of Melbourne, Australia (2002-2003)
• Kepala Laboratorium Fakultas Sastra UM (2006-2010)
• Penguji Eksternal pada Ph.D. Thesis di The University of Queensland, Australia (2007)
• Peninjau Eksternal pada The International Journal of e-Language Learning and Teaching
(IJELLT) di Malaysia 2007

Penghargaan
• The Winner and Model Participant dalam diskusi online (Virtual Forum for Language
Teachers se-ASEAN Regional Language Centre Singapura 2004)
•  The Best Participant (with a High Distinction) (International online course “The Teaching of
Critical Thinking Skills” The University of Oregon, USA 2006)
• Nomenee for Australian Alumni Awards (Australian Embassy Jakarta 2009)
• The Learning University Award kategori Kependidikan UM 2012
Salah satu dosen penerima peng­hargaan The Learning University ini adalah Prof. Bambang Yudi Cahyono yang telah berhasil melintasi banyak negara karena hasil penelitian, artikel, buku, presentasi, dan karyanya yang lain.
Ia adalah mahasiswa yang telah diterima menjadi dosen IKIP Malang sejak tahun 1986, tahun terakhirnya belajar di universitas. Semasa kuliah ketika sistem assessment dan perkuliahan yang baik belum banyak dipropagandakan, ia dikenal sebagai mahasiswa dengan indeks prestasi (IP) di atas rata-rata. Ingin tahu kisah suksesnya? Simak hasil wawancara Komunikasi berikut.
Sejak awal, Bapak memang berniat mendalami pendidikan bahasa Inggris?
Pada masa kuliah, mayor saya Bahasa Inggris dan minor saya adalah Kependudukan. Saya sempat berkeinginan menjadi camat, sebab itulah saya mendaftar di Fakultas Ilmu Adminisitrasi (FIA) Universitas Brawijaya dan Bahasa Inggris UM (dulu IKIP). Setelah dinyatakan diterima di keduanya, saya memutuskan untuk masuk UM karena saya lebih menyukai bahasa Inggris dari pada jadi camat. Saya mengambil bahasa Inggris, sebenarnya karena ingin mengajar di perusahaan swasta. Tapi setelah lulus ada tawaran untuk menjadi dosen dan saya mendapat banyak motivasi dari teman-teman untuk mencoba. Dari 18 pendaftar, 7 diterima termasuk saya.
Jika dihitung sejak 1986, berarti Bapak sudah mengajar selama lebih dari seperempat abad. Hal apa saja yang Bapak alami?
Kalau dikurangi masa kuliah saya yang selama sembilan tahun, berarti saya mengajar tidak selama itu karena saya mengambil S2 dua kali: gelar M.Pd. dari Indonesia, M.A. dari Kanada, kemudian S3 dengan gelar Ph.D. dari Melbourne. Saya pernah punya salah persepsi dengan mahasiswa. Suatu saat, ada mahasiswa saya yang tidak hadir pada pemberian kontrak kuliah. Kemudian pada pertemuan selanjutnya dia masuk dan main ponsel di dalam ruangan. Saya bilang, “Jangan main handphone. Jika ada kepentingan dengan ponsel Anda, silakan ke luar. Jika Anda tidak bersedia keluar, biar saya yang ke luar.” Akhirnya dia keluar. Ternyata, apa yang menimpa kami muncul di angket yang diisi mahasiswa tiap akhir semester dengan redaksional ‘Pak Yudi mengeluarkan mahasiswa dari kelas’. Jelas saja saya merasa sedih. Kemudian ada lagi cerita yang lain: ketika saya memberi tugas pada mahasiswa untuk membuat paper secara sederhana saja, saya menemukan ada mahasiswa yang mengumpulkan lengkap dengan sampulnya. Jadi, dia menyampul karyanya sedang lainnya tidak. Nah, untuk membuat sama dengan yang lain, akhirnya saya melepas sampulnya dan mengembalikan sampul itu padanya. Pada angket akhir semester, masalah ini muncul lagi dengan redaksional ‘Pak Yudi menyobek karya mahasiswa’. kejadian-kejadian semacam ini justru membuat saya semakin hati-hati dalam mengajar karena setiap mahasiswa menangkap sikap saya dengan interpretasi yang berbeda.
Bagaimana awal cerita Bapak bisa ikut The Learning University Award?
Berangkat dari pengumuman yang di tempel di dinding-dinding fakultas dan website UM. Ketika membaca ketentuannya, saya merasa memenuhi persyaratan yang ada. Misalnya harus merupakan dosen PNS dengan karya akademik yang diakui nasional/internasional, telah bekerja di UM minimal lima tahun, berpendidikan serendah-rendahnya S2, dan diusulkan oleh dekan untuk menjadi calon penerima The Learning University Award. Setelah membaca ketiga kategori yang ada, yaitu Kependidikan, Sains dan Teknologi, serta Sosial, Humaniora, Seni, dan Olahraga, saya merasa lebih cocok untuk berada pada kategori Kependidikan karena saya banyak bergelut di bidang pendidikan bahasa Inggris. Hadiahnya medali, piagam, dan uang tunai sepuluh juta rupiah dipotong pajak.
Adakah prasangka bahwa Bapak akan memperoleh penghargaan ini?
Prasangka? Hmm, mungkin biasa. Karena sejak awal saya termotivasi untuk mencapai prestasi setinggi mungkin sehingga peristiwa-peristiwa seperti mendapatkan beasiswa ke Inggris, Amerika, Australia, Kanada, merupakan rentetan pencapaian yang bukan lagi merupakan suatu hal luar biasa namun tetap patut disyukuri sehingga dalam penganugerahan penghargaan ini saya berpikir bahwa dapat atau tidak, itu tidak menjadi masalah besar bagi saya. Jika pun belum mendapatkan apa yang diinginkan, tahun depan masih bisa ikut lagi.
Menurut Bapak, apa satu poin penting pemberi kontribusi terbesar sehingga men­dapatkan penghargaan ini?
Konsistensi dalam berkarya dan ke­seriusan menggali ilmu. Saya melihat bahwa banyak teman-teman saya yang hadir di seminar-seminar sebagai presenter hanya pada jam presentasinya saja. Berbeda dengan saya yang mengikuti keseluruhan presentasi dari awal sampai akhir sehingga ilmu yang saya dapatkan juga bertambah.
Apa motivasi utama yang mendorong Bapak menjadi pemenang dalam peng­anugerahan penghargaan ini?
Kalau hadiahnya tentu saja tidak. Tapi recognition-nya itu yang memotivasi saya dalam artian telah diketahui bahwa saya telah berkarya dan berkontribusi dalam bidang saya. Di sini saya juga menonjolkan bagaimana saya membina penulis-penulis muda untuk beraktivitas melalui karya-karya tersunting. Contohnya adalah buku Englishes for Communication and Interaction in the Classroom and Beyond yang saya edit bersama salah satu dosen bahasa Inggris muda, Nurenzia Yannuar.
Bapak begitu fokus menulis? Lantas bagaimana dengan aktivitas yang lain?
Tidak hanya itu. Saya juga kerap menjadi chairperson dalam kegiatan seminar tiap tahun. Di samping itu, jika ada perkuliahan di S2 maupun S3, saya berusaha mengajak mereka agar membuat karya bersama untuk kemudian diterbitkan. Terakhir, bulan lalu ada peluncuran buku saya yang ketiga belas.
Begitu banyak buku-buku yang sudah Bapak hasilkan. Bagaimana Bapak menyusun semua buku-buku itu?
Saya memiliki ruangan ini (H2. 214). Pagi datang, kemudian mengajar, dan jika ada waktu istirahat, saya kembali ke ruangan ini. Itu adalah saat-saat di mana saya bisa menyempatkan diri untuk menulis. Satu yang perlu diingat bahwasannya pikiran kita tidak boleh lepas dari suatu karya yang menuntut untuk diselesaikan agar setelah selesai dengan suatu urusan, kita tetap bisa melanjutkan karya yang masih tertunda tadi.
Sulitkah mencari inspirasi di ruangan kerja?
Kalau inspirasi bisa datang dari mana saja. Ketika di kelas, mengajar banyak murid dengan karakter yang berbeda-beda, itu saja sudah bisa memunculkan inspirasi bagi saya.
Harapan untuk mahasiswa yang ingin mengukir langkah mengikuti jejak Bapak?
Pastinya belajar yang giat. Dan jangan lupa untuk terus berkarya, misalnya sambil menulis. Menulis itu bisa dalam bentuk apa pun. Secara sederhana, misalnya menulis biografi atau menulis lewat Facebook. Tapi apa yang ditulis harus bisa memupuk keterampilan menulis dan berpikirnya.
Bagaimana cara untuk terus konsisten menulis seperti Bapak agar tidak mandeg?
Kalau memang belum selesai, coba untuk menyambangi tulisan itu lagi. Kita tidak boleh berhenti hanya sampai di sini. Memulai tulisan itu tidak mudah. Jadi kita tidak boleh membiarkannya hanya setengah jalan.
Apa motto hidup Bapak?
Make your dream and try to achieve your dream! Jangan hanya bermimpi, tapi berusahalah untuk meraih mimpi itu.Atif