Lelaki yang Berjalan Sendiri

Aku melihat ia berjalan sendiri,
di antara bunga-bunga.
Seperti seekor lebah,
ia hinggap di kelopak madu,
lalu pergi berkelana…
Aku selalu melihatnya berjalan sendiri,
di tetes embun pagi buta.
Ia jatuh ke tanah gembur,
lalu hilang ke perut bumi…
Kembali aku melihatnya berjalan sendiri,
tanpa kata,
tanpa suara,
melewati dahan-dahan kamboja,
ketika malam telah tua,
membawa petir dalam kepala
dan segumpal jantung dalam genggaman…
Dengan auman ia sodorkan padaku,
“Mari kita nikmati berdua”
Lalu bulan semakin menerkam
dan malam semakin mengeram
Luka Malam

Ada luka yang ditoreh dalam-dalam,
menembus gendang telinga,
menyesak ke bilik jantung.
Ketika tembok-tembok merajam,
dan pintu-pintu berderit,
ada sebuah cerita,
di mana air mengiba gurun
dan pasir menyembah rumput.
Ibarat kerling menipu,
kepala batu-batu,
dan bibir bulan sabit yang melepuh:
Luka itu.
Pada malam-malam yang memburu,
seperti merajut,
melaut,
merenggut,
Kemuning hanyut,
desau angin menyentuh pucuk-pucuk rambut.
Luka itu,
meluruh.

Wanita dalam Gerimis

Dalam degup jantung yang tergesa-gesa
sekejap udara membisikkan suara kematian
dan kabut-kabut menyelinap di sela rongga kulit
menggantung raut masam wanita durjana
terbalut dosa
duduk di rengkuh remang
Sebab tak ada terang berpendar,
hingga lantai menggigil
ia mengendap dalam gerimis
lalu jatuh di kepalamu

Penulis adalah mahasiswa Sastra Inggris dan bergiat di UKM Penulis