Oleh Wisnu Bramantyo

Gangnam style.
Siapa yang tidak tahu? Dengan hitungan penayangan di situs Youtube yang melebihi 589 juta, lagu yang dinyanyikan PSY ini (nama aslinya Park Jae Sang) dan tariannya telah merambah dunia. Bahkan pada 20 September 2012, videonya di Youtube dinobatkan oleh Guiness World Records sebagai video paling banyak di-like dalam sejarah Youtube.
Sejak dirilis 15 Juli 2012 di Korea Selatan, lagu ini sudah menjadi pemuncak tangga lagu di lebih dari 33 negara, termasuk Australia, Kanada, Prancis, Jerman, dan Inggris Raya. Tidak berhenti di situ saja, virus Gangnam juga menyebar melalui artis-artis internasional yang memuji dan menarikannya dalam acara-acara yang dihadiri. Josh Groban, Tom Cruise, dan Robbie Williams telah mengomentari dan berbagi video lagu ini dengan para penggemarnya di akun Twitter-nya. Bahkan penyanyi sekelas Nelly Furtado juga menarikannya saat tampil di Filipina tahun ini. Gerakan dance-nya yang memukau jutaan orang itu bahkan telah ditarikan secara flash mob oleh ribuan orang. Tercatat flash mob Gangnam Style yang paling besar terjadi di Italia, di Piazza del Duomo, Milan yang diikuti 20.000 orang. Lalu diikuti flash mob di Seoul, Korea Selatan yang dihadiri tidak kurang dari 15.000 orang.

Mengapa bisa sepopuler itu?
Fenomena dunia hiburan memang sulit diprediksi. Siapa yang mengira kalau seorang rapper umur 34 tahun yang menari-nari seperti kuda akan digemari oleh jutaan orang? Apa yang sebenarnya dilihat publik musik pada Gangnam Style?
Pertama, semuanya harus ditarik balik pada Hallyu Wave atau Korean Wave yang sedang melanda dunia saat ini. Kepopuleran girlsband dan boysband Korea, misalnya SNSD, KARA, dan Super Junior secara tidak langsung membantu artis-artis Korea lain dalam distribusi lagu mereka. Selanjutnya ialah masalah video klip. Terdapat dua pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa publik barat (baca: Amerika dan Eropa) sedang menertawakan seorang Asia yang menari-nari dengan menggelikan.
Pendapat lain yang lebih positif mengatakan bahwa publik tertarik pada adegan-adegan unik, humor, dan wanita-wanita cantik dalam videonya (Kai Ma, editor Open City,  Asian American Writer’s Workshop). Faktor ketiga adalah dance-nya. Dance dengan gaya menunggangi kuda ini sangatlah menular. Gerakannya unik dan menarik. Hal lain ialah melodi yang sederhana, pop, dan catchy. Akumulasikan faktor-faktor tersebut, dan tunggulah hingga penayangannya di Youtube menyentuh angka 50 juta, selanjutnya kepopulerannya akan termultiplikasi otomatis dalam skala logaritmis karena pengaruh jejaring sosial dan internet.

Menerawang sang Gangnam
Gangnam Style sekali lagi telah memperkenalkan Asia lebih lagi kepada dunia internasional. Suka atau tidak, PSY telah mengajari Britney Spears tarian Gangnam Style dalam sebuah acara TV di Amerika. Suka atau tidak, Gangnam Style adalah lagu Korea pertama yang masuk ke dalam sepuluh besar tangga lagu di Amerika Serikat. Bagaimana pun tidak dapat dibantah bahwa Gangnam Style membuka pintu bagi dunia barat untuk lebih memahami Asia.
Walaupun demikian, para penikmat musik sebagai konsumen sebaiknya dapat bertindak lebih dewasa, melihat secara lebih objektif, dan menerawang lebih dalam Gangnam Style ini. Hal pertama yang patut dikritisi ialah gerakan dance di video klipnya. Kim Alessi dari Common Sense Media berpendapat bahwa Gangnam Style harus diapresiasi karena mengarikaturkan kehidupan urban Amerika dan Asia saat ini, namun videonya juga mengandung seksualitas dan pesan-pesan yang kurang cocok untuk anak-anak atau remaja.
Hal selanjutnya dan yang paling penting adalah timbul sebuah pertanyaan, apakah pesan lagu ini sampai pada pendengarnya? Gangnam Style secara garis besar menyindir kehidupan orang-orang borjuis di kawasan super elit Gangnam di Seoul. Gangnam ialah sebuah kawasan pertumbuhan ekonomi kaya dan berpengaruh di Seoul yang kecepatan perkembangannya jauh melebihi kawasan sekitarnya. Di sana terdapat pusat-pusat ekonomi, termasuk markas dua raksasa musik Korea, SM dan JYP Entertainment. Kehidupan di sana sungguh gemerlap, khususnya hiburan malamnya. Setiap gerakan, setiap adegan, dan setiap lirikan ialah sindiran mengenai betapa mewah namun menggelikannya kehidupan berkilauan di Gangnam. Apakah dunia mengerti maksud PSY ini? Apakah misi lagu sebagai satire ditangkap oleh pendengarnya? PSY sendiri berkata, “Saya tidak membuat lagu ini untuk konsumsi orang luar negeri.”
Sebagai penutup, kutipan dari Susan Kang, pengasuh Soompi.com, situs besar tentang dunia hiburan Korea ini cukup layak untuk disimak. “Orang-orang (Korea) terkejut dengan kepopulerannya di luar negeri,” komentarnya.  Pendeknya, jika publik musik di negara asalnya sendiri  (Korea)tidak mengerti mengenai kepopuleran PSY, mari kita nikmati Gangnam Style sebagai fenomena globalisasi semata dan melihatnya secara lebih arif.
Penulis adalah mahasiswa  Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
dan Daerah