Oleh Hilmia Wardani

Dunia mahasiswa identik dengan beragam aksi heroik tentang kontribusi mereka dalam mengubah babak sejarah bangsa Indonesia. Dari tahun ke tahun selalu muncul aksi-aksi upaya merestorasi kehidupan bangsa. Tidak berlebihan jika mereka dijuluki agent of change atas kontribusinya tersebut. Namun, akankan peran mahasiswa hanya sebatas itu seterusnya?
Seiring perkembangan zaman, tuntutan masyakat terhadap kontribusi mahasiswa semakin besar. Mereka ditantang untuk menyingsingkan lengan demi memajukan bangsa. Mereka dituntut untuk mendedikasikan diri di berbagai bidang sesuai dengan ranah keilmuan yang ditekuninya. Sayang, pola hidup hedonisme dan penyakit antikreatif menjadi penghalang atas harapan tersebut.
Bukan hal yang baru jika menemui mahasiswa sok elit dan sok eksklusif berseliweran di area kampus. Penampilan mereka sarat dengan merk dan tren mode masa kini. Tas kampus pun bukan lagi menjadi tempat yang nyaman bagi diktat kuliah, tetapi beralih fungsi sebagai wadah gadget canggih keluaran terbaru.
Penyakit antikreatif pun mulai menjangkiti mahasiswa. Gejalanya ditandai dengan sikap malas berinovasi dan berinisiatif untuk mengembangkan bakat, minat, dan kreativitas diri. Orientasi berpikir mereka hanya terpaku pada target lulus tepat waktu dan pekerjaan di masa depan. Mereka berubah menjadi mahasiswa “kupu-kupu”, sebuah julukan bagi mahasiswa hanya berkutat dengan rutinitas kuliah-pulang saja. Mereka terlena dengan rutinitas perkuliahan tanpa mampu menghasilkan apa-apa.
Pelan tapi pasti, dampak hedonisme dan penyakit antikreatif mulai terasa. Mahasiswa kering dengan ide, inovasi, dan prestasi. Tak tampak pula terobosan memukau yang tercipta di tangan mereka. Terlepas dari campur tangan media sebagai publikator utama prestasi anak bangsa, gema prestasi mahasiswa tenggelam tanpa suara saat SMK merayakan keberhasilannya atas mobil Kiat Esemka.

Meningkatkan Kontribusi Mahasiswa Lewat Industri Kreatif
Mahasiswa dituntut untuk mengamalkan Tridharma Perguruan Tinggi ketiga, yakni pengabdian masyarakat. Berbekal pemikiran yang kritis, progresif, dan inovatif, sudah seharusnya mereka melakukan gerakan nyata untuk merealisasikan mimpi bangsa yang tertunda. Aksi mereka sedang ditunggu untuk mengembangkan berbagai sektor kehidupan. Salah satu sektor yang sedang menunggu kedatangan mereka adalah sektor perekonomian sebagai kunci dari stabilitas kehidupan sebuah negara. Bagaimana caranya? Mahasiswa bisa berkontribusi memajukan perekonomian lewat industri kreatif.
Industri kreatif mulai dibidik sebagai titik tolak baru untuk memajukan perekonomian. Sektor seni, desain, teknologi, film, musik, bahasa, dan sektor-sektor kreatif lain digalakkan untuk berproduksi dan memiliki kualitas jual yang tinggi. Hasilnya cukup mencengangkan. Nilai ekspor dari 14 sub sektor industri kreatif mencapai Rp104,71 triliun atau 7,5% dari total ekspor pada 2009, dengan rata-rata pertumbuhan ekspor 2006 hingga 2009 mencapai 2,9% per tahun (kemenperin.go.id, 5/5/2011). Selain itu, industri kreatif juga berhasil menyerap tenaga kerja sebesar 5,4 juta pada 2002-2006. Besarnya jumlah kontribusi tersebut semakin mengukuhkan bahwa industri kreatif adalah lahan basah yang harus dikembangkan lebih lanjut.
Lantas, bagaimanakah kontribusi mahasiswa dalam memajukan industri kreatif di Indonesia? Kontribusi mahasiswa dapat dilakukan dengan menciptakan sebuah karya sesuai dengan ranah keilmuan atau bakat-minat dengan mempertimbangkan kualitas dan nilai jual karyanya. Misalnya, mahasiswa jurusan bahasa bisa membuat industri bahasa. Berbagai tulisan yang dihasilkan (sastra maupun nonsastra) harus diperuntukkan untuk menembus media masa dan penerbit. Selain itu, mahasiswa seni-desain bisa menciptakan berbagai desain, mahasiswa tata boga bisa membuka bakery-pastry shop. Mahasiswa pendidikan bisa membuat private course. Di era internet seperti sekarang, publikasi dan penjualan bisa memanfaatkan jejaring sosial dan media online yang tersedia gratis dan mudah diakses oleh siapa pun.
Andai seluruh mahasiswa mampu membuat industri kreatif maka angka pengangguran selepas sarjana bisa ditekan. Di Indonesia sendiri, pengangguran intelektual lulusan perguruan tinggi mencapai angka yang fantastis. Pada 2010 jumlah pengangguran mencapai 1.142.751 orang atau naik 15,71 persen dibandingkan dengan 2009 (kompas.com, 23/09/2010). Industri kreatif dapat menjadi langkah alternatif untuk mengurangi pengangguran tersebut.

Perlu Dukungan
Mahasiswa memang sangat potensial untuk dicetak menjadi pion penggerak industri kreatif. Mereka memiliki SDM yang memadai dan kesempatan yang panjang karena dimulai dari usia muda. Namun, merealisasikan hal tersebut bukanlah perkara mudah. Minimnya pengalaman, emosi yang labil, dan kondisi mental yang rendah menjadi masalah yang harus diselesaikan. Mereka membutuhkan dukungan yang kuat baik dari pemerintah maupun dari pihak kampus.
Dukungan yang paling utama harus datang dari pemerintah. Pemerintah harus proaktif menyelenggarakan program wirausaha dan industri kecil bagi mahasiswa. Program semacam ini telah dimulai oleh Dirjen Dikti lewat Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) yang diselenggarakan setiap tahun. Program tersebut patut diapresiasi dan dioptimalkan agar mampu mencetak mahasiswa-mahasiswa yang hebat dalam mengelola industri kreatif.
Ada pun kampus harus mendukung mahasiswa dengan mengembangkan softskill mereka. Caranya adalah dengan menggiatkan para dosen untuk membimbing karakter mahasiswa agar menjadi calon pengusaha yang berkepribadian baik dan kuat seperti target pendidikan karakter saat ini. Diharapkan dengan adanya kedua dukungan tersebut, mahasiswa mampu menciptakan berbagai industri kreatif yang dapat memajukan perekonomian bangsa.
Mahasiswa adalah aset terbesar bangsa Indonesia. Mahasiswa harus aktif, kreatif, dan inovatif agar mampu berkontribusi dalam memajukan negara di kancah internasional. Industri kreatif bukanlah pilihan mati, tetapi hanyalah satu dari sekian jalan yang bisa dipilih untuk berpartisipasi memajukan negara. Kuncinya adalah kontribusi yang positif bagi bangsa dan negara. Jika seluruh mahasiswa bersikap demikian, maka bangsa Indonesia tidak perlu khawatir akan masa depan negara Indonesia kita ini. Hidup mahasiswa Indonesia!
Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Bahasa Indonesia UM. Opini ini juara I kategori opini Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2013.