UM semakin berbenah untuk mempercantik dan memperindah dirinya. Kampus dengan brand name The Learning University itu mulai membenahi sektor fisiknya agar benar-benar nyaman sebagai tempat belajar bagi para mahasiswanya. Salah satu bentuk pembangunan tersebut adalah dengan membenahi paving di setiap jalan UM.
Di akhir tahun ini, hampir semua jalan di UM tidak ada lagi yang menggunakan aspal. Pemilihan paving sebagai jalan di UM juga merupakan wujud kepedulian lembaga untuk menjaga kelestarian lingkungan. Paving-paving yang dipilih merupakan paving berkualitas dengan galian yang cukup dalam guna meresap air saat hujan. Harapannya tentu agar tidak ada lagi genangan- genangan air di UM ketika hujan mulai turun.
Untuk pemavingan itu, pasir yang digunakan adalah pasir hitam dari Pasuruan dan Pandaan sehingga memiliki kekuatan dan daya tahan yang tinggi. Kendalanya adalah pasir jenis tersebut sangat langkah dan sangat sulit untuk didapatkan, apalagi dalam jumlah yang banyak. Inilah yang membuat proses pemavingan juga turut terhambat pengerjaannya. Apabila kebutuhan bahan dasar segera terpenuhi, maka proses pengerjaan juga semakin cepat. Pihak proyek memastikan selambat-lambatnya akhir tahun 2013, semua jalan di UM sudah selesai dipaving.

Paving Peresap Air
Dr. I Wayan Dasna M.Si., M.Ed., selaku Wakil Rektor IV menyampaikan bahwa pemavingan itu untuk mewujudkan kampus dalam taman yang ramah lingkungan. Pemavingan itu bertujuan agar jika terjadi hujan, air bisa terserap dengan baik di dalam tanah dibandingkan dengan jalan yang menggunakan aspal. Pemavingan di UM dikelola agar terorganisasi dengan baik, yakni harus dipasang pasir setinggi tiga puluh sentimeter sebelum dipasang paving. Prosedur pemasangan paving di tempat lain umumnya hanya menutup aspal dengan paving, tetapi hal itu tidak efektif.
Hal tersebut berbeda dengan yang dilakukan di UM, aspal-aspal tersebut di keruk, dibuang lalu diisi pasir dan paving. Paving yang digunakan juga paving yang bagus sehingga tahan lama.
Kebijakan Rektor memang mengharuskan menggunakan paving yang bermutu sehingga penyerapan air ke dalam tanah juga bagus dan tidak sekadar dipasang. Hal itu bertujuan agar paving yang dipasang tahan lama dan bisa digunakan hingga jangka waktu yang panjang. Rencananya, seluruh fasilitas jalan di wilayah UM akan dipaving, tetapi tidak serta merta satu tahap pengerjaan, tetapi bertahap pertahun.
Perbaikan jalan sekaligus pemavingan yang berada di suatu areal fakultas diserahkan pembangunan pemavingannya di masing-masing fakultas tersebut. Seluruh wilayah akan selesai dipaving tahun 2013, kecuali areal jalan di wilayah jalan Semarang, karena masih banyak kendaraan besar dan berat yang mengangkut bahan-bahan untuk pembangunan Graha Rektorat. Setelah Graha Rektorat selesai, pemavingan jalan Semarang akan mulai diberlakukan.
Fakta di lapangan membuktikan banyak paving yang rusak, tetapi pihak kampus akan mengganti paving-paving yang sudah rusak tersebut dengan yang baru. “Konsekuensinya memang harus diganti lagi. Ini karena pihak pemborong curang, jadi paving yang digunakan merupakan paving yang kurang bagus. Saat dilewati kendaraan yang lalu lalang, juga karena intensitas hujan, paving menjadi rusak sehingga harus diganti.”
Pemavingan ini tidak akan mengubah letak bangunan, tetapi hanya kebijakan masalah tempat parkir. “Kami akan mengembangkan tempat parkir terpusat yang ada di pinggir dekat dengan gerbang masuk, sehingga untuk menuju gedung di dalam kampus harus jalan kaki.” Jadi, tidak ada kendaraan yang lalu lalang, apalagi mahasiswa yang menggunakan kendaraannya secara ngebut termasuk penggunaan mobil untuk dosen. Jika nanti lewat Jalan Semarang, maka parkirnya akan terpusat di areal dekat ormawa, sedangkan jika dari arah Veteran, parkirnya akan terpusat di areal Graha Cakrawala. “Semoga tahun depan sudah bisa diimplementasikan,” pungkasnya.
“Kami membuat kampus yang nyaman dan ramah lingkungan, itu hal inti dari pemavingan ini. Agar nanti mahasiswa juga nyaman belajar di sini,” tambahnya. Selain pemavingan dan areal parkir yang akan dibuat semi car free day, penanaman pohon juga mulai digalakkan. Tidak sembarang pohon yang ditanam, Rektor menghendaki bahu jalan utama ditanami sawo kecik, lalu agak ke dalam ada tanaman buah dan bunga. “Harapannya mahasiswa juga menjaga pohon-pohon itu, bukan hanya petugas. “Saya kecewa saat anak-anak belajar malam di UM, di gazebo atau di dekat Gedung Rektorat sana, pagi harinya banyak sampah berserakan. Kita nanti siapkan fasilitasnya, tetapi harus dirawat bersama,” imbuhnya.

Parkir Terpusat dan Ring Road
Bukan hanya dari segi jalan saja yang dibenahi oleh UM demi mewujudkan hunian belajar yang nyaman. Mulai akhir tahun ini, UM juga melancarkan program besar, yaitu akan membangun area parkir dengan sistem ring road. Rektor UM, Prof. Dr. Suparno mengatakan bahwa sistem ring road berarti bahwa area parkir diletakkan di tepi-tepian kampus dan kapasitasnya disesuaikan dengan kebutuhan parkir kendaraan warga UM. “Seharusnya area akademik tidak boleh dilalui kendaraan. Oleh karena itu diterapkanlah sistem ring road ini,” jelas rektor.
Untuk menyiasati sistem ring road itu, maka diterapkan pula sistem portal. Banyak jalan yang akan ditutup menggunakan portal, sehingga mau tidak mau warga UM harus memarkir kendaraannya sesuai dengan area ring road. Sistem portal yang mulai terlihat sekarang salah satunya adalah sistem portal di Jalan Sumbersari. Pada saatnya nanti, Jalan Sumbersari akan ditutup dari akses kendaraan karena lahan di sana telah digunakan untuk ring road, seperti yang terletak di belakang Gedung D8 UM. Portal hanya dibuka pada saat-saat tertentu atau saat-saat yang mendesak.
Apabila area ring road masih belum memenuhi kebutuhan kendaraan yang diparkir, maka diterapkanlah model area parkir bertingkat. Model parkir bertingkat dalam ring road bertujuan untuk mengantisipasi penggerusan lahan karena banyaknya kendaraan. Jangan sampai hanya karena parkir, lahan di UM jadi habis dan penuh sesak.
Banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari sistem ring road itu apabila benar-benar direalisasikan. Salah satunya adalah berkurangnya polusi atau pencemaran udara di dalam kampus. Dampak positif yang lain adalah warga UM dapat menjadi lebih sehat karena membiasakan diri untuk berjalan kaki ketika hendak mengajar, kuliah, atau bekerja. Dari sini juga UM akan masuk dalam kawasan kampus ideal, sebab kampus ideal akan menerapkan sistem 60% wilayah perkuliahan dan 40% wilayah tanaman hijau. Sebenarnya UM sudah masuk dalam kategori itu, tetapi jika diterapkan sistem parkir di tepi, maka akan lebih menjadi areal belajar yang berwawasan kampus sehat.

Kolam Renang UM
Selain membahas mengenai jalanan di UM, Komunikasi edisi akhir tahun ini juga mengupas mengenai kolam renang milik UM. Memang benar UM telah memiliki kolam renang sendiri, terhitung sejak tahun 2010 silam. Namun, kolam renang tersebut masih perlu dibenahi, khususnya dari segi fasilitas. Hal tersebut untuk mempersiapkan kolam renang UM, agar benar-benar berstandar internasional. “Kolam renang UM saat ini memang telah berstandar internasional, sayangnya sarana penunjang seperti tribun dan pagar masih belum tersedia,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK), Dr. Roesdiyanto, M.Kes.
Dosen FIK yang terkenal ramah di kalangan mahasiswa itu menjelaskan bahwa pengguna kolam renang UM untuk sementara adalah mahasiswa FIK, tetapi beberapa sekolah dan klub renang mulai berani mencobanya. “Beberapa gelaran pertandingan kecil-kecilan pernah digelar di sini dan terbukti bahwa kolam ini layak untuk digunakan,” tegasnya. Para pengguna di sini memiliki tujuan utama yang sama, yaitu untuk belajar berenang secara lebih profesional. Beberapa sekolah yang pernah menggunakannya, antara lain SMKN 2 Malang dan MTsN 1 Malang.
Sesuai dengan salah satu wujud The Learning University, kolam renang UM didesain dengan makna learning resource. Kolam renang UM dapat dijadikan sumber belajar untuk mempelajari gerakan para atlet renang. Gerakan tersebut terekam dari ruang di dasar kolam yang dapat digunakan untuk melihat gerakan perenang. “Karena kolam renang ini merupakan kolam renang pendidikan, maka dapat digunakan sebagai sumber penelitian juga,” tandas Roesdiyanto.
Secara fisik, memang kolamnya telah layak, tetapi kembali lagi pada fasilitas penunjangnya yang belum dapat dikatakan layak. Kendala itulah yang memberatkan target UM untuk menjadikan kolamnya berstandar internasional. Kolam renang tersebut sejatinya merupakan bentuk kerja sama UM dengan Pertamina. Pada pembangunan tahap pertama, pihak Pertamina mengeluarkan dana sekitar sepuluh miliar rupiah. Setelah itu, masih belum ada kepastian tentang pembangunan tahap kedua. Sungguh sangat disayangkan.
Apabila tahap kedua terealisasi, maka tribun yang hendak dibangun nantinya didesain secara indoor dan outdoor. Pembangunan dengan model demikian tentu dapat memangkas anggaran. Meskipun selama ini kolam renang dikelola oleh pegawai dari FIK, tetapi kolam itu bukan milik FIK saja. Kolam renang UM sejatinya milik universitas dan yang harus bertanggung jawab serta ikut merawatnya juga seluruh warga universitas. “Saya berharap agar sarana penunjang di kolam renang UM ini dapat diselesaikan secepat mungkin, sehingga seluruh lapisan masyarakat nantinya dapat menggunakan kolam renang pendidikan ini,” pungkas Roesdiyanto.
Selaras dengan keterangan Dekan FIK, Imam Arief Efendi, Ketua BEM FIK sekaligus Duta Kampus UM 2013 mengiyakan pendapat tersebut. Menurutnya, dengan adanya kolam renang di wilayah UM membantu mahasiswa khususnya dari Jurusan FIK yang memiliki mata kuliah renang. Sebelum kolam renang diresmikan, ia mengaku banyak mahasiswa FIK yang kelabakan. “Dulu harus bolak-balik UM ke kolam renang di daerah. Dalam segi waktu sudah tidak efisien, apalagi jika setelah renang ada mata kuliah yang harus ditempuh.”
Laki-laki yang menempuh Jurusan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan itu mengaku bahwa penggunaan kolam renang UM masih terbatas bagi mahasiswa FIK saja. Untuk umum masih dibatasi bagi klub-klub renang yang mencetak atlet. “Saat ini hanya untuk mahasiswa FIK. Kami sebenarnya menunggu pembangunan kolam renang tahap II. Agar nantinya mahasiswa lain di UM tidak merasa dianaktirikan dengan tidak diperbolehkannya meminjam kolam renang yang merupakan salah satu fasilitas UM.”
Dia menambahkan, alasan lainnya mengapa masih belum diperbolehkan adalah untuk berenang di kolam renang yang bertaraf internasional itu harus mematuhi prosedur tertentu. “Untuk berenang harus ada aturan yang diberlakukan seperti harus mengenakan baju khusus renang. Sehingga tidak diperkenankan untuk memakai kaos atau celana katun biasa.” Hal tersebut terkait dengan kesterilan air yang berada di kolam renang. Jika tidak steril, maka alga dan jamur akan tumbuh dengan cepat apalagi kolam renang UM itu masih di outdoor yang terkena sinar matahari secara langsung.
Prosedur penggunaan lainnya, tidak setiap hari dan setiap jam kolam renang itu dibuka. “Ada jam-jam tertentu kolam renang ini dibuka seperti adanya perkuliahan renang dan jadwal klub yang berlatih. Tetapi selama kolam renang kosong dan penjaga membolehkan, maka kolam renang bisa dibuka dan dipakai,” ungkapnya. Hingga tahun 2013, kolam renang itu masih belum digunakan untuk kegiatan lomba nasional. “Masih belum Mbak, mungkin nanti kalau sudah dibangun tribun dan kelengkapan fasilitas lainnya bisa jadi banyak even nasional yang diselenggarakan di sini.” Perlombaan yang diselenggarakan hanya sebatas lomba antar-offering yang diselenggarakan oleh BEM.
Laki-laki yang akrab disapa Pepenk itu juga memberikan harapan ke depan terkait kolam renang yang sudah empat tahun diresmikan. “Semoga pembangunan cepat diselesaikan, kami menunggu pembangunan tahap II ini cepat terealisasikan. Sebab kolam renang ini salah satu ikon FIK. Saya ingin kolam renang ini seperti kolam renang universitas di daerah barat sana, yakni hanya dengan menunjukkan KTM dan menyiapkan pakaian renang lengkap saja, mahasiswa bisa masuk kolam renang yang memang fasilitas umum untuk mahasiswanya,” pungkasnya.

Kata Mereka
Shinta Oktavia, Pimpinan Redaksi (pimred) majalah Spektrum dari Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) UM itu setuju apabila sistem ring road tersebut diterapkan. “Menurutku itu bagus, sehingga saat kuliah mahasiswa tidak terganggu suara motor yang berlalulalang, serta menjadikan mahasiswa untuk lebih disiplin dan bertanggung jawab dan tidak datang ngepres-ngepres,” tandasnya.
Senada dengan Shinta, salah satu pegawai UM, Ari Priyono mengatakan bahwa apabila sistem ring road itu diterapkan, maka warga UM dapat lebih sehat dengan membiasakan diri untuk berjalan kaki. “Segera saja sistem ini diterapkan, agar tidak ditemui lagi beberapa mahasiswa yang ngawur dengan ngebut di dalam kampus ketika hendak masuk kuliah. Apalagi sekarang masih ada saja mahasiswa yang menggunakan knalpot plong,” tegasnya. Petugas Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UM terseut juga menyarankan agar ketika sistem itu diimplementasikan, maka dapat dimulai dari para pejabat yang menerapkannya terlebih dahulu sehingga dapat diteladani oleh para pegawai yang lainnya.
Gesta Dea Charisma, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris UM angkatan 2011 juga angkat bicara mengenai sistem parkir terpusat itu. Dea yang merupakan Duta Kampus Favorit UM 2013 tersebut setuju jika diberlakukan parkir secara terpusat. “Tetapi perlu dipikir lagi ke depannya bagaimana dampak sistem ini bagi dosen sepuh dan juga mahasiswa yang sakit. Saya kasihan kepada mereka jika benar-benar terpusat, kan tidak semua tempat parkir yang disediakan dekat dengan gedung kuliah yang dituju.” Dia menyarankan ada sepeda kampus atau ada mobil keliling yang tersedia sebagai angkutan dalam kampus sehingga dosen sepuh dan mahasiswa sakit bisa sampai di gedung kuliah dengan selamat.Ardi/Tanty