natalAbad ke-3 Masehi, suatu hal yang ajaib terjadi. Konstantin, Kaisar Roma menjadi seorang Kristen. Selama hampir tiga ratus tahun orang Kristen telah mendoakan keselamatan kaisar mereka. Namun, setelah diterbitkan dekrit dari Kaisar, kekristenan dijadikan agama resmi kerajaan. Setiap orang didorong untuk menerima Yesus Kristus sebagai penguasa dan satu-satunya ilah. Hampir setiap orang di dalam kekaisaran membuat “pengakuan iman” dan memeluk agama baru ini karena tidak mau mengambil resiko dipandang  tidak berkerja sama. Setelah beberapa waktu timbullah satu masalah yang besar. Apa yang harus mereka lakukan dengan ilah-ilah yang lain? Bagaimana dengan semua pesta dan perayaan besar yang sudah menjadi sebagian dari kehidupan mereka, terutamanya perayaan Saturnalia, musim sejuk, dan perayaan musim semi ekuinoks? Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Kaisar Konstantin tahu walaupun secara eskternal mereka telah mengakui kekristenan, mereka tidaklah rela dengan begitu saja meniadakan perayaan-perayaan yang begitu mereka senangi.
Ketidakpuasan dan keresahan rakyatnya semakin memuncak dan sang kaisar tahu bahwa sesuatu harus dilakukan. Jadi, karena tidak punya jalan keluar yang lain, ia mengumumkan dua liburan “religius” yang utama. Tanggalnya diambil dari perayaan besar yang sudah diadakan sejak turun temurun itu. Ia mendeklarasikan tanggal 25 Desember (sejak berabad-abad dirayakan sebagai hari ulang tahun matahari, Saturnalia) sebagai perayaan hari ulang tahun Kristus (walaupun para ahli sejarah menyatakan bahwa Yesus, besar kemungkinan lahir di bulan Oktober).
Satu misa besar atau kebaktian religius diadakan memperingati kelahiran Yesus pada hari itu. Sang Kaisar juga mendeklarasikan tanggal hari perayaan musim semi ekuinoks untuk merayakan kebangkitan Kristus. Massa yang menggerutu itu akhirnya dapat ditenangkan karena menyadari mereka dapat sekali lagi merayakan hari-hari perayaan yang besar itu. Ya, walaupun perayaan itu memang sudah diberikan nama yang lain, dan mereka mungkin harus melewati beberapa “upacara religius”, tetapi setidaknya perayaan-perayaan yang mereka senangi masih dapat dirayakan dengan penuh kegairahan.

Arti Natal yang Sesungguhnya
Saya telah mendengar banyak percakapan (terutama oleh orang Kristen) mengenai arti Natal yang sesungguhnya.  Saya telah menyaksikan bagaimana orang Kristen terjerat dengan kesibukan Natal. Mereka meluangkan begitu banyak waktu, bahkan berhari-hari, di pusat perbelanjaan. Mereka berusaha mencari hadiah untuk  keluarga dan sahabat. Setelah itu duduk dengan tegang di sekitar pohon cemara sambil menanti sahabat dan keluarga membuka hadiah mereka. Mereka akan berusaha untuk terlihat kaget dan berseru dengan suka cita.
Orang tua mengajarkan kepada anak-anak apa yang mereka sebutkan sebagai “dogeng yang tidak berbahaya” – kisah tentang Santa dan bagaimana “Ia akan membawakan banyak hadiah, jadi sebaiknya kalian jangan nakal.”
Apabila kita menghitung semua uang yang telah kita hamburkan, di musim di mana arti yang terbesar adalah Bapa memberikan kita Putra-Nya yang satu, yang datang untuk hidup dan mati bagi kita, kita harus berseru menentang ketidakadilan orang Kristen yang memiliki begitu banyak dan melakukan begitu sedikit. Arti sesungguhnya Natal adalah memberikan diri kita pada pekerjaan menyebarkan Injil. Memproklamasikan kebebasan kepada tawanan. Memberikan roti kepada mereka yang lapar, dan mengarahkan mereka kepada “roti” kehidupan, memenuhi jiwa mereka yang kelaparan.
Setiap tahun umat Kristiani merayakan Natal. Bagi umat Katolik, perayaan Natal didahului dengan persiapan masa Natal, yaitu masa Adven yang merupakan masa persiapan kedatangan Kristus. Bagi banyak orang, Natal dan Adven identik dengan pohon natal, kandang natal, dan hadiah natal. Namun, lebih daripada itu, hal yang terpenting dilakukan adalah persiapan rohani untuk menyambut Kristus. Namun sayangnya, banyak orang kurang mengetahui alasan dan makna di balik semua persiapan rohani yang dilakukan.
Penulis adalah staf PUSTIK UM.