agama_idul qurban

Oleh Novi Fairuzatin Aushoni

Hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, yakni Idul Adha, acap kali disebut dengan hari raya haji, karena pada saat tersebut umat muslim sedang melaksanakan rukun islam yang kelima, yakni ibadah haji di Baitullah. Selain ibadah haji di Baitullah, bagi mereka umat muslim yang mampu dan tidak sedang melaksanakan ibadah haji mempunyai kewajiban untuk berqurban. Tidak banyak yang mengetahui seluk-beluk perintah Allah SWT untuk berqurban. Mengapa harus tanggal 10 Dzulhijjah? Mengapa bukan tanggal dan bulan yang lain?
Sejarah Idul Adha tidak terlepas dari sosok teladan Nabi Ibrahim, Nabi Isma’il dan Siti Hajar. Allah SWT menyerukan kepadanya untuk membawa istrinya yakni Siti Hajar dan Nabi Isma’il putranya yang saat itu masih bayi untuk tinggal di suatu lembah tandus dan tak berpenghuni yang terletak di sebelah utara sekitar 1600 km dari negaranya sendiri, yakni Palestina. Perintah tersebut diabadikan oleh Allah SWT dalam Al-qur’an yang artinya Wahai Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur (Q.S Ibrahim: 37).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa pada saat Siti Hajar tidak dapat lagi menyusui putranya karena kehabisan air minum, ia mencari air kesana kemari sambil berlari-lari kecil (sa’i) antara bukit shofa dan marwah sebanyak tujuh kali. Pada saat itu pula Allah SWT mengutus malaikat Jibril untuk membuat mata air zam-zam. Dari situlah Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Isma’il memperoleh kehidupan. Lembah yang awalnya gersang menjadi kota dengan persediaan air yang melimpah. Berkat doa Nabi Ibrahim dan kecakapan Siti Hajar dalam mengelolanya, kini lembah tersebut kita kenal dengan kota Mekkah.
Nabi Ibrahim berhasil memperoleh gelar Khalilullah (kekasih Allah) berkat kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi berbagai cobaan yang diberikan oleh Allah SWT. Setelah mendapatkan gelar tersebut ia kembali diuji keimanan dan ketaqwaannya oleh Allah SWT. Dikisahkan dalam kitab Misykatul Anwar, konon Nabi Ibrahim memiliki seribu ekor domba, tiga ratus lembu dan seratus ekor unta. Riwayat lain mengatakan bahwa kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Sungguh angka yang tidak sedikit pada zaman itu. Pada suatu ketika seseorang bertanya kepada Nabi Ibrahim perihal kekayaannya, “Milik siapa ternak sebanyak ini?”, Nabi Ibrahim menjawab “Kepunyaan Allah tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”
Ucapan Nabi Ibrahim tersebut yang dijadikan senjata oleh Allah untuk mengujinya kembali. Allah SWT menguji iman dan ketaqwaan Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, ia mengorbankan putranya yang masih berusia tujuh tahun untuk dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan, peristiwa besar itu diabadikan dalam Al-qur’an yang artinya Ibrahim berkata: “Hai anakkku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu“ maka pikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: “Wahai Bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”. (QS As-Saffat: 102)
Berbagai godaan setan tidak mampu menghalangi Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il untuk melalaikan perintah Allah SWT, ia berhasil mengalahkan godaan setan tersebut dengan mengucapkan “Bismillahi Allahu Akbar” sambil lalu melempar batu. Hal itu sampai sekarang diabadikan menjadi salah satu ritual ibadah haji yakni melempar jumrah. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan ke leher Nabi Isma’il, Allah SWT berseru untuk menghentikan pengorbanan tersebut. Allah SWT menilai ketaqwaan mereka dari keikhlasannya melaksankan perintah tersebut. Akhirnya sebagai hadiah Allah SWT berseru agar Nabi Isma’il digantikan dengan seekor kambing sebagai qurban.
Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il tersebut membawa hikmah yang amat sangat besar yakni ketaqwaan, hubungan antar umat, dan peningkatan kualitas diri. Hikmah lain yang terkandung dibalik pelaksanaan shalat Idul Adha adalah bahwasanya semua manusia sama, yang membedakan adalah ketaqwaannya.
Penulis adalah mahasiswa
Teknik Mesin