Oleh Mistaram

image001Bercerita tentang batik Malangan, perihal itu memang dirasa unik dan menarik. Pasalnya nama Malang itu sendiri mempunyai sejarah panjang. Keberadaannya bermula dari sejarah Kerajaan Kanjuruhan pada abad ke-8 Masehi, sampai kini menjadi Malang Raya, yaitu Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Bila kita tengok keberadaan sejarah tersebut, ada candi peninggalan sejarah, yaitu Candi Badut yang merupakan candi tertua di Jawa Timur. Hal itu membuktikan bahwa keberadaan Malang sudah ada sejak pra Majapahit.
Menurut catatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang, wilayah cekungan Malang telah ada sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di tempat yang berdekatan. Nama “Malang” sampai saat ini masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama “Malang”.
Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah. Dua prasasti tersebut, yaitu prasasti Mantyasih tahun 907 dan prasasti 908 yang ditemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. Namun, dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu ada di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang.
Berdasarkan kearifan lokal dan catatan sejarah tersebut digunakan sebagai salah satu sudut pandang dalam upaya untuk merancang batik Malangan. Rancangan batik dilahirkan pada tahun 2008 oleh tiga orang, yaitu: Mistaram, Dwi Cahyono, dan Nurhayati. Tiga orang tersebut mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Mistaram yang berasal dari Jurusan Seni dan Desain UM sebagai pakar artistiknya, Dwi Cahyono dari Dewan Kesenian Malang (DKM) sebagai pakar budaya, dan Nurhayati dari Unisma dan praktisi pembatik sebagai pakar di bidang ekonomi dan pasarnya.
Mistaram dan Dwi Cahyono mendapat mandat dari Ketua PKK Kota Malang untuk mendesain batik Malangan yang diberi nama Batik Singa Malangan. Nama tersebut diramu dari berbagai permasalahan, yaitu dari hasil lomba desain batik Kota Malang Tahun 2008. Lima besar terpilih akan dijadikan salah satu bahan pemikiran untuk melakukan perancangan Batik Singa Malangan. Selain itu, kedua pakar tersebut secara intensif mendalami artefak kota Malang, yaitu Candi Badut dan Tugu Kota Malang. Kedua artefak tersebut dicoba untuk dicermati unsur-unsurnya dan dijadikan suatu tatanan dalam perancangan Batik Malangan. Dari kedua artefak tersebut ditemukan motif khas batik yang dapat dijadikan unsur dasar (lemahan/tanahan), motif hias pokok, dan motif hias tambahan (pendukung). Oleh karena itu, proses perancangan batik Singa Malangan akhirnya memenuhi persyaratan untuk diajukan hak patennya.
Batik Singa Malangan yang berhasil dirancang tersebut digunakan sebagai batik yang multi fungsi. Pertama, batik dapat dipakai sebagai seragam pegawai negeri sipil dan guru di lingkungan Kota Malang. Kedua, batik tersebut dapat dijadikan bahan untuk Jas Batik Khas Malangan. Ketiga dapat juga digunakan sebagai “kain panjang” untuk wanita. Untuk itu pada kisaran tahun 2008-2012 batik Singa Malangan dianggap sebagai sebuah artefak kota Malang. Batik Singa Malangan mempunyai tiga hal yang dapat ditinjau dari sudut pandang kebudayaan. Pertama, batik Singa Malangan sebagai hasil pemikiran dan ide yang berdasar dari kearifan lokal. Kedua, batik Singa Malangan mempunyai aktivitas proses penciptaan yang mempunyai multi fungsi. Ketiga, batik Singa Malangan sebagai benda budaya.
Secara detail wujud batik Singa Malangan seperti berikut: (1) motif hias pokok adalah Tugu Kota Malang, diwujudkan dalam berbagai motif hias dukungannya, seperti bunga teratai dari Ikal Rambut Singa. Motif hias dukungan lainnya adalah suluran yang menyebar ke seluruh arah mata angin; (2) motif hias dasar (lemahan/tanahan) adalah rangkaian dari isian (isen-isen) dari dua motif hias, yaitu motif hias Wajik (segi empat miring) dan motif hias bunga Kenanga yang ditata sedemikian rupa sehingga menjadi suatu rangkaian yang berjajar ke seluruh arah; (3) motif hias pinggiran yang dirancang dalam bentuk motif hias yang berjajar, terdiri dari motif hias yang agak besar dan motif hias kecil yang mendampinginya.
Bila dikupas dari segi pemaknaaan, Batik Singa Malangan ini mempunyai arti dan nilai yang mendalam. Hal ini dikarenakan dalam prosesnya dilakukan kajian tentang sejarah dari sisi sosiologi dan antropologi.
Batik Singa Malangan ini bisa dikembangkan oleh siapapun, tetapi perlu di ingat bahwa PKK Kota Malang telah mengajukan hak paten Batik Singa Malangan ini. Untuk pengembangannya, pakar desain batik akan melakukan revitalisasi dan akan diseminarkan dengan berbagai pihak yang terkait yang mewakili lembaga dan masyarakat.
Perancangan ke depan, revitalisasi Batik Singa Malangan ini akan diajukan sebagai pakaian khas bagi warga masyarakat, baik untuk siswa sekolah, para guru, Komite Sekolah, dan pejabat di lingkungan Pemda Kota Malang.

Penulis adalah dosen Seni Rupa