Oleh Nurul Fauziah A

preorder-pesantren-impianOrang tua mana yang tidak terpukul ketika masa depan anaknya yang amat dibanggakan tiba-tiba tercoreng hanya karena ulah satu orang kepercayaan? Seorang gadis bernama Rini yang sama sekali tak pernah melakukan bahkan mendekati hal tidak pantas semacam itu. Ini dilihat dari keluarga ningrat dan golongan yang berpendidikan. Kisah awal itulah yang menjadi pokok masalah yang berkelanjutan dalam novel Pesantren Impian karya penulis bernama lengkap Asmarani Rosalba atau yang tidak asing lagi dikenal dengan Asma Nadia.
Diisyaratkan dengan sebuah sub judul di sampul cover novel “Cinta, Teka-teki, dan Kematian”, penulis berhasil membangkitkan rasa keingintahuan pembaca tentang teka-teki apa yang sebenarnya disimpan oleh penulis. Sekilas saat membaca kalimat tersebut, muncul pemikiran jika novel Pesantren Impian ini berisi kisah cinta seseorang hingga mengantarkan pada kematiannya, atau kisah cinta yang berakhir kematian. Akan tetapi, apa hubungannya dengan pemberian judul Pesantren Impian? Asma Nadia dengan uniknya menciptakan suatu ide imajinatif yang tidak mustahil terjadi di kehidupan nyata.
Dilihat dari segi ilustrasi gambar di bagian sampul, yaitu sesosok wanita berkerudung hitam yang sedang menutup separuh mukanya dengan topeng. Gambar tersebut menjadi simbol seorang wanita yang sedang bermain dalam sandiwara kehidupan. Seorang wanita yang kadang menunjukkan sosok sebenarnya di waktu tertentu bersembunyi di balik topengnya. Mimik wajah yang digambarkan dengan sorotan mata yang amat tajam seperti menyimpan banyak misteri di dalam kehidupannya.
Dalam perjalanan ceritanya, Asma Nadia mengungkap berbagai tokoh dengan karakter-karakternya yang tidak cukup mudah dipahami hanya dengan sekali membaca. Permainan watak yang pada awalnya dianggap baik ternyata berkebalikan. Alur cerita dengan pergantian tokoh yang semula hanya menyorot pada Rini sebagai tokoh yang menyeret sekian masalah menjadi berkembang pada tokoh-tokoh lain yang memperkuat suasana kalut Rini yang tiada bisa diatasi.
Empat belas gadis dimunculkan sebagai santriwati di sebuah tempat penyucian diri yang disebut Pesantren Impian. Masing-masing dari mereka hadir dengan membawa masalah yang berbeda-beda pula dan dengan tingkat keberatan masalah yang bervariatif. Masalah Rini yang secara psikologis terganggu atas kehamilannya di luar nikah, Butet yang pernah menjadi pengedar narkoba sekaligus kaki tangan mafia obat-obatan terlarang dan menjadi tersangka pembunuhan, Ipung yang pernah melakukan aborsi hingga empat kali, Ita, Iin, Sissy, Inong, Ina, Evi, dan enam gadis bermasalah lainnya.
Tidak sekedar itu, ternyata pesantren yang dikenal sebagai tempat pembersihan diri untuk menebus dosa itu juga dibangun atas dasar dan alasan yang sama, yakni sebagai satu-satunya cara Umar yang dianggap sebagai anak emas Teungku Budiman untuk menebus dosa-dosanya yang telah mencari rezeki dari uang haram hingga keluarganya meninggal dalam sebuah kebakaran.
Sekian banyak lelaki terdekat Rini yang dicurigai dikumpulkan oleh sahabat-sahabatnya meskipun mereka sendiri memiliki masalah yang sama beratnya. Dari ayah tiri, paklik Kusno, hingga mas Bagus yang ia kagumi pun tidak menutup kemungkinan yang menjadi pelakunya.
Permasalahan Rini yang berkepanjangan dipecahkan bersama sahabat-sahabat barunya hingga Umar yang merupakan pemilik sebenarnya dari Pesantren Impian. Akhirnya, konflik tersebut berakhir oleh terungkapnya pelaku perbuatan keji itu yang sama sekali tidak diduga, yaitu paklik Kusno yang memiliki perawakan seperti wanita.
Novel ini berisi banyak inspirasi yang dapat memotivasi pembaca untuk tidak putus asa dalam menghadapi ujian-ujian kehidupan yang datang secara bertubi-tubi. Dari novel Pesantren Impian, dapat ditemukan beberapa sisi positif yang dapat dijadikan teladan bagi pembaca sebagai manusia yang menganut ideologi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Masalah yang hadir tidak akan diujikan tidak akan keluar dari batas kemampuan dan cara untuk memecahkan masalah itu adalah mengembalikannya kepada Sang Pencipta. Namun, sebelum itu harus ada usaha (ikhtiar) terlebih dahulu. Salah satu usaha yang ditunjukkan dalam novel ini adalah meninggalkan hal-hal yang dekat dengan kemungkinan untuk mengulangi kesalahan yang sama. Lima belas belas gadis itu datang ke Pesantren Impian dalam rangka pembenahan diri dan berusaha untuk meninggalkan masa lalu yang kelam dalam jurang dosa. Tingkatan yang lebih tinggi lagi, yaitu memberikan lapangan berbuat kebaikan bagi orang lain sebagai investasi ibadah sebagai pengakuan dosa.
Cara penulis menyembunyikan identitas tokohnya yang ia tuliskan dengan sebutan si Gadis yang tidak lain juga merupakan santriwati Pesantren Impian belum juga terkuak hingga akhir bab. Pembaca harus benar-benar jeli dalam membaca novel ini. Penulis sepertinya membebaskan pembaca untuk memberi nama tersendiri kepada si Gadis yang dimaksud. Hal itu sekaligus menjadi kelemahan novel ini yang membuat pembaca harus mengulang lagi lembar-lembar sebelumnya untuk memecahkan siapakah gadis yang dimaksud. Akan tetapi, isi dari novel ini layak mendapat predikat A dari nilai-nilai pendidikannya yang dapat dijadikan teladan bagi pembaca.

Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia.