Oleh Nur Hadi

Shelter 3, basecamp terakhir menuju puncak dilihat dari punggung Gunung Kerinci.

Shelter 3, basecamp terakhir menuju puncak
dilihat dari punggung Gunung Kerinci.

Gunung Kerinci di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) secara administratif masuk wilayah Propinsi Jambi, tapi untuk menuju ke wilayah tersebut lebih mudah diakses dari kota Padang, Propinsi Sumatra Barat. Perjalanan saya mulai dari kota Malang, dengan menggunakan pesawat menuju Bandara Internasional Minangkabau, Padang, Sumatra Barat. Setelah semalam menginap di Padang, perjalanan darat dimulai pagi hari, dengan menumpang minibus L-300 langsung menuju desa Kersik Tuo. Perlu diketahui bahwa di Padang tidak ada terminal untuk bus-bus besar seperti di kota-kota Jawa. Untuk menuju ke berbagai jurusan hanya ada bus-bus kecil dengan pusat pemberangkatan di beberapa perempatan tertentu. Bus besar hanya untuk wisata dan kelihatan satu atau dua di kantor-kantor travel.
Perjalanan darat yang lumayan jauh sekitar delapan jam. Ini merupakan akses terdekat daripada lewat Jambi memakan waktu sekitar sepuluh jam. Perjalanan mulai pukul 09.00 sampai di desa Kersik Tuo, melewati Kabupaten Solok dan Muara Labuh. Jalanan yang terhampar membelah hutan rimba, berkelok naik-turun. Sore hari saya sampai di Kersik Tuo, sebuah desa tua yang ada di TNKS. Di desa ini terdapat beberapa tempat penginapan dengan harga yang murah, sekitar Rp 100.000 per malam. Walaupun berada di kaki gunung, desa ini ternyata sudah sangat maju. Semua perlengkapan ada dan bisa dibeli. Sarana dan prasarana umum sudah tersedia, seperti masjid, sekolah (dari TK sampai SMP), dan puskesmas. Banyak berdiri warung dan toko yang menjual kebutuhan makanan, minuman, pakaian, dan peralatan sehari-hari. Alat-alat untuk mendaki dapat disewa. Terdapat hamparan kebun teh yang sangat luas. Di antara kebun teh dan desa dipisah oleh sebuah jalan yang membujur dari timur-barat.

Perjalanan Mendaki Kerinci

Berbeda dengan mendaki gunung berapi lainnya, seperti Merapi, Semeru, Ijen, Batur atau Rinjani, perjalanan menuju gunung Kerinci dimulai dari tempat yang landai, indah, dan mudah untuk ditempuh. Perjalanan dimulai dari Tugu Macan sebagai batas desa Kersik Tuo. Dilanjutkan menempuh jalan beraspal yang membelah kebun teh. Kebetulan ada lima teman baru yang saya kenal semalam dan berencana mendaki Kerinci. Kami membawa perbekalan yang cukup, berupa air putih maupun makanan kecil. Beberapa teman ternyata punya kebiasaan yang sama, tidak biasa sarapan pagi dan hanya pesan nasi bungkus. Tampaknya perjalanan indah meninggalkan Kersik Tuo selama 1,5 jam hanya pemanasan saja. Perjalanan yang sesungguhnya baru dimulai ketika memasuki gerbang hutan rimba. Boleh dikatakan perjalanan menuju puncak gunung Kerinci dilihat dari tingkat kesulitan, melalui beberapa etape. Semakin lama semakin sulit dan berbahaya. Kewaspadaan harus selalu dimiliki melewati jalanan terjal, licin, dan berbatu. Baru di pos I (Bangku Panjang, 1889 mdpl) napas terengah-engah, kami berhenti sejenak untuk istirahat sambil minum air putih.
Memasuki pos II (Batu Lumut, 2020 mdpl) yang paling mengganggu dan menakutkan adalah suara binatang (siamang). Para pendaki takut jika suara itu membangunkan harimau yang sedang tidur. Ketinggian di bawah 2.000 mdpl masih rawan didatangi harimau. Itu sebabnya para pendaki diminta untuk tidak mengkonsumsi atau membawa makanan yang amis, khususnya telur. Hal ini karena rawan didatangi binatang liar. Juga lonceng yang biasa dikalungkan di leher sapi sebaiknya tidak dipakai. Selain itu sebaiknya mendirikan tenda atau kemah di atas ketinggian 2.000 mdpl. Mulai dari pos I sampai menuju pos II, kita melewati jalanan sempit dengan landasan berupa lumpur padat yang licin dan lengket. Pohon-pohon besar dan tinggi berusia puluhan bahkan ratusan tahun, menjulang berada di sekitar jalan. Berbagai macam tanaman saya jumpai dalam perjalanan, termasuk anggrek-anggrek liar. Perjalanan sungguh melelahkan. Selepas duhur rombongan baru sampai Pos II. Walaupun kondisi sudah sangat lelah, kami hanya istirahat sebentar, khawatir hujan akan turun. Menurut kebiasaan yang terjadi akhir-akhir ini di wilayah Kerinci, hujan biasanya turun sekitar pukul 14.00. Kami segera bergegas melanjutkan perjalanan menuju ke pos III (Pondok Panorama, 2225 mdpl). Akhirnya sampai juga di pos III. Barang bawaan terasa semakin berat. Kami yang sudah di depan berhenti menunggu teman-teman yang masih tertinggal di belakang.
Ada informasi dari mereka yang turun dari puncak, ketika berpapasan dengan kami, bahwa shelter 2 dan 3 penuh dengan para pendaki yang akan menuju puncak sambil melaksanakan upacara 17 Agustus 2015. Bahkan banyak pendaki dari shelter 2 yang turun ke shelter 1 karena tidak mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda. Maka kami mempercepat langkah agar segera sampai ke shelter 1 (2504 mdpl). Tiba di lokasi, benar adanya, sudah dipenuhi tenda-tenda, tapi masih tersisa sedikit tempat. Saya dan seorang teman sambil menunggu anggota tim lain, mendirikan tenda. Badan terasa penat, kami tiduran di dalam tenda. Anggota tim datang lengkap, nasi bungkus mulai saya makan. Hanya dengan lauk sepotong ayam goreng dan tahu, serta sedikit sayur kering, dalam suasana perjalanan mendaki, terasa sangat nikmat dan kenyang. Sambil melanjutkan tidur, kami sepakat nanti malam sekitar pukul 22.00 melanjutkan perjalanan menuju puncak, lewat shelter 2 dan 3. Terasa banyak bagian tubuh yang terasa sakit, ngilu, dan kram. Hawa dingin saya yakini akan banyak membantu untuk kembali memulihkan tenaga, karena itu secukupnya saja saya menggunakan jaket, sleeping bad justru saya pakai untuk bantal.
Pukul 22.00 saya sudah bangun, tapi teman-teman masih tidur. Sekitar pukul 00.00 kami bersiap mendaki kembali. Alat-alat yang berat, termasuk tenda kami tinggal. Di dalam tas hanya berisi makanan dan minuman. Beberapa rekan dari tenda lain juga bergabung sehingga semuanya berjumlah empat belas orang. Perjalanan menuju shelter 2 sangat sulit. Jalurnya terasa lebih sempit dan tanjakannya lebih tajam. Alat utama yang harus digunakan oleh setiap pendaki adalah lampu senter. Kini saya merasakan pada jalur menuju shelter 2 dengan tingkat kesulitan yang tinggi, kadang kami harus bergelantungan di akar-akar pohon untuk melewati jalan sempit dan tajam.
Tiba di shelter 2, terlihat beberapa tenda berdiri, sebagian kosong karena sudah ditinggal penghuninya naik ke puncak, sebagian berisi orang yang sedang tidur. Tanpa menunggu seluruh teman berkumpul, perjalanan segera kami lanjutkan menuju shelter 3, pemberhentian terakhir menuju puncak. Saya agak bergegas sampai di atas, untuk melihat matahari terbit dari sudut yang paling strategis. Maksud hati tampaknya berlawanan dengan kemampuan kaki yang semakin berat melangkah. Sambil menunggu teman-teman, saya menanti matahari terbit. Sayang hanya pancaran merah yang dapat terlihat karena tertutup awan yang agak tebal.

Menuju Puncak Kerinci

Saya segera bergegas menuju etape terakhir menuju puncak. Hanya pohon-pohon kecil, rimbun, dan rendah yang dilalui, sesudah itu jalanan terdiri dari bebatuan tajam, kerikil, dan pasir. Di etape ini ada sebuah monumen yang dikenal sebagai Tugu Yudha, tempat seorang remaja dari Jakarta hilang. Walaupun telah dicari oleh tim SAR dan satu regu pasukan TNI, tapi jasadnya tidak ditemukan.
Ada beberapa orang yang putus asa dan kembali ke shelter 3 karena sulitnya mendaki. Lewat perjuangan panjang, dengan tabah saya melangkahkan kaki sedikit demi sedikit. Akhirnya saya dan teman-teman sampai di puncak sekitar pukul 09.30. Dengan rasa bahagia dan bersyukur kepada Allah, atas segala karunia dan rahmat-Nya kami dapat mendaki ke puncak. Hari ini tepat tanggal 17 Agustus. Keadaan puncak Kerinci tempat pijakan kaki, bentuknya melingkar selebar sekitar satu sampai empat meter, mengitari sebuah kawah raksasa yang menakjubkan dan sedang mengeluarkan asap serta bau belerang yang sangat menyengat. Keadaan kawah tersebut mirip dengan gunung Bromo, hanya ukurannya lebih luas. Di puncak Kerinci, ketika saya melihat ke bawah nampak beberapa lokasi bergunung dan jauh. Saya merasa diri sangat kecil di tengah alam. Jika hari sedang terang, beberapa tempat seperti Samudra Hindia, Danau Kerinci, Danau Gunung Tujuh, akan dapat dilihat dari puncak.
Setelah puas berada di puncak, segera kami lakukan perjalanan turun menuju basecamp. Perjalanan sedikit lebih ringan daripada naik, tapi tenaga rasanya sudah habis. Demikian juga minuman dan makanan sudah tidak ada, tinggal beberapa permen. Kadang ada pikiran-pikiran aneh, bagaimana kalau tersesat tanpa makanan dan minuman? Tapi segera pikiran itu saya hilangkan. Tidak baik berpikir yang aneh-aneh di gunung. Kembali melewati Tugu Yudha juga shelter 3. Terlihat betapa jelas tempat yang sudah kami lalui semalam. Kadang ada tempat yang curam dan mengerikan yang semalam tidak terlihat karena gelap. Tiba di basecamp, keadaan masih cukup terang, tapi tidak lama, seorang teman sudah sampai duluan di dalam tenda. Saya masuk tenda dan merebahkan diri. Malam ini kami kembali menginap di shelter 1. Sambil berbaring hati terasa lega, bahwa puncak Kerinci sudah berhasil saya daki. Besok pagi kami akan kembali turun.

Penulis adalah dosen Sosiologi