Kerambil kulon dan Kondang Iwak

Panorama Surga Indonesia

oleh : Maria Ulfah

Malang semakin dipenuhi dengan gedung dan bangunan yang menjulang tinggi. Akses jalan beraspal sudah semakin merambah masuk ke desa-desa. Lahan sawah dan perkebunan dibabat menjadi tempat wisata, mall, pusat perbelanjaan bahkan perumahan. Ruangan kota menjadi semakin sesak. Namun, perlulah untuk menengok sisi lain dari Malang. Di pesisir Selatan, masih ada tempat yang memberikan sela untuk sejenak melepas penat.wonderfulmalangraya.blogspot.com
Malang Selatan terkenal dengan keindahan pantainya. Bahkan eksotismenya tidak kalah dengan yang ada di Pulau Dewata. Suatu ketika, untuk kali pertama saya memutuskan untuk mengikuti sebuah komunitas yang rata-rata anggotanya adalah guru dan kepala sekolah yang kerap melakukan touring, Jama’ah Motor Campuran (JMC). Kami berlimabelas berangkat dengan delapan motor dari Gondanglegi. Awal keberangkatan kami mengisi penuh tangki motor. Kemudian berhenti di Sumbermanjing Kulon untuk membeli perbekalan.
Tidak tahu menahu mengenai tempat yang akan disinggahi. Dipimpin Kapten JMC yang berkendara sendirian, rombongan motor kami menjajaki jalan perkampungan di Dusun Sumber Pucung Desa Tulungrejo Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang. Melewati Pagak, jalan berubah menjadi jalur makadam hingga pantai. Batu terjal disepanjang jalan yang sempit menjadi santapan roda motor kami. Ini merupakan medan yang sangat digemari dan merupakan suatu tantangan yang memiliki daya tarik tersendiri untuk ditaklukan oleh para offroader atau komunitas trail. Tapi, kebanyakan rombongan kami tidak membawa motor trail. Tak heran jika beberapa dari kami sering turun dan berjalan kaki karena roda motor terperosok tak kuasa berpijak di bebatuan. Terlebih lagi untuk rombongan yang mengendarai matic. Kewasapadaan dan kehati-hatikan merupakan suatu hal mutlak yang diperlukan seketika itu. Namun hal ini tidak memangkas semangat kami. Kami tetap menstater motor melewati muara air tawar, lahan nanas dan juga jalan setapak di sela-sela pepohonan.

IMG-20151103-WA0005
Sempat terbesit sebuah penyesalan terhadap keputusan yang saya buat karena sulitnya medan yang dilalui. Namun, semua terhapus tuntas ketika sudut mata menangkap hamparan pasir putih di bibir pantai. Seluruh aliran darah terasa berdesir melihat panorama jernihnya air pantai Kerambilkulon. Tak tertahan untuk melepas alas kaki, kami segera bermain pasir dan merasakan segarnya air laut. Mengabadikan setiap momen. Jepret sana jepret sini. Seakan seperti terhipnotis untuk melupakan segala masalah dan urusan sehari-hari.

IMG-20151103-WA0006
Sejenak melepas lelah, kami menggelar tikar diatas pasir. Beberapa dari kami membuat api untuk membakar ikan yang dibawa dari rumah. Dengan bekal seadanya dan makanan ringan, kami mengisi perut dengan ditemani semilir angin yang berhembus lembut. Sambil duduk melingkar, bekal yang dibawa dicampur jadi satu. Menyantap makanan secara bersama-sama menciptakan kehangatan tersendiri. Riuh canda tawa juga terdengar saling bersahutan di sana-sini.
Suasana pantai yang tenang, karena tidak ada penghuni lain selain kami, ditambah dengan perut kenyang dan angin yang semilir, membuat kantuk menyergap mata. Sehingga kami memutuskan untuk menyusuri pantai yang saat itu sedang surut. Menginjakkan kaki di karang yang masih alami. Beberapa hewan dan tumbuhan yang tak kami kenal namanya, masih hidup berdampingan dengan damai. Yang kami tahu hanyalah rumput laut dan bulu babi di sela-sela terumbu karang. Hewan yang terlihat cantik dengan duri-durinya yang berwarna hitam ini teryata tak mau disentuh. Dia ingin melekat anggun di tempatnya. Karena jika menyentuhnya, maka duri-durinya akan menancapkan racun yang akan membuat kami merasa kesakitan. Untuk itu, kami dengan jeli memilih sela-sela karang sebagai pijakan kaki agar tidak tertancap duri bulu babi. Entah mereka terusik atau tidak dengan kehadiran kami. Kami hanya diam-diam mengamati dengan takjub. Ingin rasanya menyusuri karang-karang lebih jauh. Terpesona dengan keindahan dan kealamaiannya. Tetapi karena semakin banyaknya bulu babi disana-sini membuat kami mengurungkan niat dan memutuskan kembali ke tempat awal.
Belum puas rasanya mengagumi pantai Kerambilkulon, Sang Kapten mengajak untuk sedikit berpindah tempat. Kami kembali menaiki motor ke pantai sebelah, Pantai Kondang Iwak. Tak kalah indah, pantai yang sama-sama masih belum terekspos dan belum ada pengelolanya ini menyuguhkan hamparan pasir putih bercampur besi hitam yang lebih luas. Di tengah-tengahnya menjulang batu karang berukuran besar yang sedikit menjorok ke laut. Salah satu dari kami yang membawa motor trail sedikit nakal mencoba untuk menaiki motor trailnya di sepanjang bibir pantai. Dengan terseok-seok, roda motornya melaju. Kami pun tertawa melihatnya yang sedikit kesusahan menaklukan tantangan yang dibuatnya sendiri.

IMG-20151103-WA0000
Tak kuasa menahan keinginan hati untuk menjejakkan kaki diantara buih ombak. Namun derasnya ombak membuat hati kami menciut,takut terseret arus. Kami hanya bisa berdecak kagum menikmati deru ombak yang bergulung-gulung. Tak ingin menyia-nyiakan untuk bersantai di pantai, kami pun menggelar tikar kembali. Menikmati jajanan rujak manis yang kami bawa. Tak kalah secangkir kopi yang digilir secara bergantian. Selfie, membuat video, riuhnya canda tawa, sungguh merupakan momen kenangan yang terpaku di benak.
Enggan rasanya untuk beranjak dari tempat kami duduk. Masih tak rela membiarkan jarum jam cepat berputar. Namun, waktulah yang memaksa. Kami harus mencapai perkampungan sebelum petang karena kondisi jalan dan tidak adanya penerangan sama sekali. Di arah pulang, kami berpapasan dengan komunitas motor lain. Mungkin mereka akan berkemah. Meski kami tidak mengenal bahkan berlum pernah bertemu sebelumnya, sapaan tetap tercurah. Walaupun hanya dengan klakson motor ataupun lambaian tangan. Seakan mereka berkata “ Kami bisa menaklukan medan seperti kalian” dan seakan kami pun membalas “Selamat untuk perjuangan dan perjalanan kalian”
Ada hal istimewa yang saya dapati meski ini adalah pengalaman pertama saya melakukan touring bersama JMC. Persaudaraan, kekompakan, dan solidaritas. Sangat terlihat ketika salah satu dari kami sering mengalami kesulitan ketika menaklukan medan. Rombongan tetap sabar menunggu dan mengawasi sampai motor yang dinaiki bisa berhasil melewati bebatuan terjal. Senang rasanya bisa mencicipi sedikit dari persaudaraan yang terjalin. Bisa makan bersama, bahkan ketika pulang ada salah satu sepeda dari rombongan kami yang bannya bocor. Kali itu semua rombongan berhenti untuk membantu. Kami bersyukur ketika tahu salah satu warga desa memiliki kemampuan menambal meskipun tanpa tulisan jasa tambal ban di depan rumahnya. Sampai bannya selesai ditambal, rombongan tetap sabar dan setia menunggu.
Pekerjaan, aktifitas, dan rutinitas sehari-hari memanglah suatu hal yang selalu harus dipertanggungjawabkan. Namun sekali-kali perlulah kita sejenak meletakkan semua beban di pundak. Mendobrak sisi ruang yang penat untuk melihat keindahan alam. tak perlu pergi jauh-jauh ke luar negeri. Jika kita mau menilik, negeri tercinta kita, senantiasa menyuguhkan panorama surga Indonesia yang memanjakan mata.
Penulis adalah mahasiswa Administrasi Perkantoran FE