Oleh Novia Anggraini

Di tanggal yang tak lagi ku ingat angkanya itu, kau pernah berkata padaku, “Aku suka misteri.” Esok harinya, aku mengenakan cadar hitam dan sarung tangan abu-abu dihadapanmu.

Tapi kemudian kau bilang, “Aku sudah tak suka misteri. Aku suka yang indah-indah.” Pagi harinya, aku berlari dengan nafas terengah tanpa peduli sandalku tebalnya tinggal setengah; pergi ke toko bunga dan mencabut sendiri dengan telapak tangan telanjangku setangkai bunga matahari yang kuncupnya sedang mekar.

Dengan enteng saja kau jawab ketika melengoskan wajahmu memandang bunga matahariku, “Aku sekarang lebih suka hal-hal yang sederhana.” Kemudian, sore harinya engkau melihatku mengenakan daster dan sandal jepit yang sudah semakin aus sebab pagi hari tadi kugunakan berlari ke toko bunga.

Lalu ku dengar kau berkata begini, “Sepertinya aku kembali lebih menyukai misteri.”

Pada esok hari di beranda rumahmu, carilah dengan seksama judul berita yang ada namaku –persis di halaman depan yang hurufnya ditulis dengan sangat kapital sampai terkadang membuatmu bertanya apakah sang editor menganggap semua pembaca mempunyai penyakit mata minus lima.

Kau suka hal-hal yang berbau misteri bukan?

Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia UM.