“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar”.

Gema takbir telah terdengar dimana-mana, beduk telah di tabuh dengan begitu semangatnya, dan orang-orang telah bersiap untuk menyambut hari kemenangan esok hari, termasuk aku. Malam ini aku ikut membantu ibu menyiapkan makanan yang telah dibeli untuk di tata di atas meja. Setelah beres akupun bersiap untuk tidur agar besok tidak terlambat bangun untuk ikut sholat ‘id.

“Fira !ayo bangun nak “ suara ibu dari luar kamar secara otomatis membangunkanku yang masih tertidur pulas.

“Iya bu, Fira sudah bangun” jawabku dengan mata yang masih setengah terbuka. Lalu akupun mendengar suara langkah yang terus menjauh dari kamarku. Aku segera bersiap-siap. Dan setelah siap, aku bersama keluarga berangkat menuju masjid yang kebetulan terletak di seberang rumahku.

Dalam tradisi di desaku, setelah sholat ‘id di laksanakan maka acara selanjutnya adalah silaturrahim dengan berjalan kaki mengunjungi keluarga yang dekat maupun jauh, maklumlah aku kan masih termasuk anak pulau yang adat dan rasa kebersamaannya masih sangat kental.

“Hufh ………………………., capeknya” aku sedang berada di teras rumah sekarang, aku masih ingin mencari udara segar. Tak berselang lama tiba-tiba seseorang menepuk pundakku, akupun menoleh. Ternyata ada Nida, dia adalah teman lamaku semasa SD dulu yang memang jarang bertemu denganku. Akupun mempersilahkannya duduk di sebelahku

“Hai Fir, gimana kabarmu ?” tanyanya.

“Alhamdulillah baik, kamu sendiri gimana ?”.

“Alhamdulillah seperti yang kamu lihat saat ini, dengar-dengar katanya kamu sekarang sudah kuliah di Malang ya ?”.

“Iya, kamu sendiri kuliah dimana ?” aku melihatnya tersenyum sedih.

“Aku gak kuliah, setahun yang lalu setelah lulus SMA aku langsung menikah,         orang tuaku tidak punya cukup uang untuk mengkuliahkanku. Ngomong-ngomong kamu kuliah jurusan apa ?”.

“Jurusan Sosiologi prodi pendidikan sosiologi”.

“Berarti nanti ketika lulus kamu akan menjadi guru dong ?”.

“Insyaallah”.

“Sebenarnya aku sangat ingin kuliah, tapi mau bagaimana lagi. Fir !”.

“Iya Nid, ada apa ?”.

“Aku cuma mau pesan sama kamu, kuliah yang rajin ya, jangan sampai kamu menyia-nyiakan kesempatan yang kamu dapatkan saat ini, karena banyak orang yang tidak seberuntung dirimu, termasuk aku. O iya, karena nantinya kamu akan menjadi seorang guru maka akan ku titipkan anak-anak ku padamu untuk kau didik menjadi orang pintar. Ingat itu ya Fir” ucapnya dengan penuh harap.

Akupun langsung tertegun mendengar ucapannya barusan. Tiba-tiba datang anak kecil dan seorang laki-laki yang menghampiri Nida.

“Ibu ayo pulang” ajak anak itu pada Nida dengan cara ngomong yang masih agak belepotan.

“Fir kenalkan, ini suamiku namanya mas Rio dan ini anakku namanya Nisa”.

Akupun menyalami keduanya. Dan setelah itu Nida pamit pulang beserta suami dan anaknya. Aku tetap pada posisiku. Kembali terngiang di benakku apa yang Nida katakan tadi,

“Aku cuma mau pesan sama kamu, kuliah yang rajin ya, jangan sampai kamu menyia-nyiakan kesempatan yang kamu dapatkan saat ini, karena banyak orang yang tidak seberuntung dirimu, termasuk aku. O iya, karena nantinya kamu akan menjadi seorang guru maka akan ku titipkan anak-anak ku padamu untuk kau didik menjadi orang pintar. Ingat itu ya Fir”.

Aku masih tidak habis pikir pada diriku sendiri, selama ini aku kuliah malas-malasan tanpa memikirkan orang-orang yang menggantungkan harapan besarnya padaku. Orang-orang yang telah mempercayaiku untuk meneruskan cita-citanya yang terputus. Dan orang-orang yang sangat ingin melihatku menjadi orang yang sukses dalam arti yang sebenarnya yaitu orang tuaku yang selama ini benar-benar berjuang untuk menyekolahkan aku setinggi mungkin. Lalu kenapa bisa aku selama ini hanya menyia-nyiakan waktu selama di kmpus ?. Hanya pulang dan pergi kampus, jarang ke perputakaan, tidak mengikuti organisasi yang sudah ada, ikut UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) hanya satu itupun tidak terlalu semngat dalam mengikutinya. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi seperti yang mereka inginkan jika hanya hal-hal yang tidak berguna yang aku kerjakan ?.

Akupun berjanji dalam hati. Mulai saat ini aku akan sungguh-sungguh dalam belajar dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Aku sekarang benar-benar merasa bahwa semua yang kulakukan dikampus harus kupertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya. Itu semua akan kulakukan sebaik mungkin. Di hari kemenangan ini aku menyadari semuanya, bahwa belenggu itu masih ada, yaitu belenggu untukku agar menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat untuk semua orang. Jika aku tidak bermanfaat bagi orang lain, lalu untuk apa aku di ciptakan ?.

Hari ini saatnya aku kembali ke Malang untuk kembali menjalani aktivitas sebagai mahasiswa. Saat di pelabuhan banyak keluarga yang mengantar, akupun melihat Nida di antara rombongan yang akan mengantarkan kepergianku. Nida menghampiriku, diapun berbisik padaku,

“Fir ! aku yakin, kamu akan menjadi seseorang yang benar-benar bisa menjadikan pulau kita pulau yang akan di terangi oleh ilmu. Aku yakin itu” lalu Nidapun menyalamiku.

“Insyaallah Nid, do’akan aku ya, semoga apa yang kamu katakan bisa benar-benar aku wujudkan”.

Setelah berpamitan pada semua orang akupun meminta restu pada kedua orang tuaku.

“Ayah, Bu, Fira berangkat dulu ya, Fira mohon restunya karena Fira tau tanpa restu dari Ayah dan Ibu semua yang Fira lakukan tidak akan bermanfaat”.

“Pasti nak, kami pasti akan selalu merestui setiap langkahmu, kami percaya padamu, dan untuk itu, jangan pernah sia-siakan kepercayaan yang sudah kami berikan padamu ya. Saat di Malang nanti bertanggung jawablah pada Tuhan dan pada dirimu sendiri. Karena jika kamu hanya bertanggung jawab kepada ayah dan ibu maka saat kami tidak ada di sampingmu, kamu bisa saja berbuat hal yan tidak baik, itu karena kamu hanya bertanggung jawab pada kami. Tapi jika kamu sudah bertanggung jawab kepada Tuhan dan dirimu sendiri, maka insyaallah apapun yang kau lakukan semuanya akan kau pikirkan dengan matang terlebih dahulu” itulah pesan ayahku yang lagi-lagi membuat semangatku semakin membuncah untuk melakukan yang terbaik ketika aku sudah sampai di kampus nanti.             Beberapa menit berlalu, aku mulai berjalan menuju tempat kapal yang akan mengantarkanku sampai di pulau Jawa. Dari atas kapal lagi-lagi aku merenungi semuanya, aku melihat betapa indah pulauku, tapi masih banyak hal yang perlu di perbaiki di sana-sini. Kalau tidak aku mulai dari diriku sendiri bagaimana pulau ini akan membaik ?. Dengan ucapan basmalah aku memantapkan hatiku untuk memperbaiki pulauku tercinta dan membuat pulauku mempunyai sebuah kontribusi yang penting untuk Indonesia.

DILLA FADILA – BELENGGU DI HARI KEMENANGAN

 

Penulis: Dilla Fadila