Berdasarkan judul film ini kita bisa berpendapat bahwa arti The philosophers  adalah ahli filsuf yang berkaitan dengan hakikat manusia sebagai makhluk pemikir yang cakap untuk meragukan dan memahami segala sesuatu secara jelas dan terpilah-pilah. Dalam film ini, para ilmuwan, seperti Descartes, Shakespeare, Newton, Wittgenstein merupakan beberapa orang yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dengan kemampuan logika melalui eksperimen, seperti yang pernah diungkapkan Descartes dalam seruannya ‘Aku berpikir maka aku ada!’.

Film Hollywood yang pernah ditayangkan pada kompetisi Neuchâtel International Fantastic Film Festival dan Fantasy Film Fest memberikan kesan positif  bagi penonton untuk dapat menggunakan logika sebagai bentuk pemikiran pembuat keputusan berdasarkan prinsip kebenaran.

Film yang berdurasi seratus enam menit ini ditulis dan diproduksi oleh John Huddles, dia mengambil setting tempat yang berlokasi di Indonesia, yakni Candi Prambanan, Gunung Bromo, dan Pulau Belitung, John Huddles juga melakukan kerja sama dengan PT. Surya Citra Televisi (SCTV). Pembuatan film yang dilakukan di Indonesia ini memberikan keuntungan bagi pendapatan devisa negara karena mampu mempromosikan destinasi wisata unggulan yang terdapat di Indonesia. Para pemain film yang terdiri dari dua puluh satu orang bersama pemeran pembantu lainnya berhasil menyuguhkan skenario kisah sains fiksi yang menarik bahwa tidak semua sesuatu yang dipikir secara logika mampu mengubah keberadaan seseorang dalam menjalani hidup. Alur yang digunakan dalam film ini adalah alur maju yang menghadirkan serentetan penggambaran kasus secara bersambung sehingga para penonton dapat dengan ringan mencerna jalur cerita The Philosophers atau lazim dikenal dengan After The Dark.

Kisah bermula dari pertemuan terakhir para siswa yang terdiri dari dua puluh orang beserta guru filsafat mereka di Sekolah Internasional yang berlokasi di Jakarta. Mr. Zimit—seorang guru yang diperankan oleh James D’ Arcy memberikan tantangan siswanya untuk melakukan percobaan pemikiran, dan beberapa fenomena terkuak dalam perjalanan cerita ini, seperti teorema monyet tak hingga yang memiliki probabilitas matematis atau paradoks kebahagiaan untuk tak mengetahui. Selain itu, film ini juga menyuguhkan perdebatan-perdebatan hebat berdasarkan pemikiran secara mendalam berkaitan dengan aspek-aspek logika, variabel, dan keterampilan demi pemecahan masalah.  Tantangan terberat siswa dalam ujian terakhir jurusan filsafat tersebut adalah harus menjalani eksperimen berupa bencana atom yang seolah-olah telah terjadi kiamat nuklir yang berpeluang meluluhlantakkan peradaban manusia dan kewajiban mereka di sini adalah bagaimana membangun kembali peradaban manusia yang telah terancam oleh bencana atom. Mr. Zimit yang berkarakter egois, ternyata telah menyusun rencana dalam ujian akhir filsafat ini dengan memilihkan berbagai profesi yang tepat bagi peserta didiknya, ia merancang penipuan ketika mengedarkan kotak untuk pemilihan profesi. Dari pemilihan profesi tersebut, mereka harus menjelaskan kelebihan dari pekerjaan yang mereka miliki agar dapat bertahan hidup di dalam sebuah bangunan bunker yang hanya dapat dihuni oleh sepuluh orang selama satu tahun, jika melanggar dari ketentuan, mereka satu persatu akan meninggal karena hipoksia sebab oksigen yang tertampung dalam tangki memberikan cm3 udara untuk setiap orang. Oleh karena itu,  mereka diwajibkan untuk melakukan penyeleksian perihal siapa saja yang pantas tinggal di dalam bunker.

Keadaan atom yang merupakan peristiwa radiologi dalam lingkup global tersebut mampu memberikan efek serius terhadap para siswa jika tidak berlindung, kulit mereka bisa terkelupas serta berpotensi membuat organ berhenti dan akhirnya berujung pada kematian karena paparan radiasi yang beracun.

Pemilihan karakter pemain yang dilakukan oleh sutradara James Huddles beraneka ragam, tema yang dia usung dalam film ini adalah multikulturalisme sehingga ketika menjalani proses casting, John Huddles mengambil pemain-pemain dari negara yang berbeda, yaitu: Turki, Iran, Australia, Afrika, Kanada, Amerika Serikat, Inggris serta Indonesia. Pemain tersebut adalah Sophie Lowe, Cinta Laura, Natasha Gott, Daryl Sabhara, Rhys Wakefield, dan kawan-kawan. Untuk pemilihan nama, John Huddles menggunakan nama yang ringan agar terkesan mudah diingat, seperti Utami—Cinta Laura, Petra—Sophie Lowe, James—Rhys Wakefield, dan lainnya.         .

Penggarapan film ini benar-benar menyajikan keindahan panorama tempat wisata Indonesia, dengan efek visualisasi serta sudut pandang kamera yang terampil sanggup memberikan Indonesia peluang menuju sineas dunia. Dari ketiga tempat wisata tersebut, selalu tersedia bunker yang gunanya sama untuk bertahan hidup. Kenyataannya, film ini mampu menampilkan adegan-adegan yang tidak terduga sama sekali, bila memahami dari judul film ini, mayoritas penikmat akan beraspirasi jika jalan cerita ini secara bersambung berbau filsafat yang sudah lebih dahulu dimulai di awal kisah. Namun, selalu ada perubahan-perubahan mencengangkan yang ditunjukkan oleh sistem pembelajaran filsafat ini, Sophie Lowe—Petra yang dikenal sebagai anak terpintar terpilih memiliki profesi insinyur struktural yang merekonstruksi segala prosedur kehidupan di bunker agar tidak bersifat statis dan bagi para wanita dapat melakukan reproduksi secepatnya untuk menghasilkan keturunan. Petra memilih beraneka profesi dari berbagai bidang, yaitu: sastra, seni, maupun teknik untuk merealisasikan kehidupan agar tidak jenuh dan saling bertoleransi. Di sinilah solusi Petra lebih didukung para siswa lainnya daripada metode percobaan pemikiran yang telah dicetuskan oleh Mr. Zimit. Namun, tipuan guru filsafat tersebut berhasil dipecahkan oleh James—kekasih Petra yang melihat keganjilan pada tingkah laku gurunya.

Akhir cerita film ini membuktikan bahwa hidup tidak segalanya selalu menggunakan konsep berpikir secara mendasar dan sistematis, tetapi kebenaran juga mampu didapat dengan memperhatikan emosi dan perasaan yang sesuai dengan keberadaan manusia bermakna. Sementara itu, film ini juga mengarahkan masing-masing individu agar tidak mudah meremehkan orang lain, sebenarnya semua yang terlihat belum tentu terlihat, selalu ada kelebihan yang melatarbelakangi mereka dan film ini juga membuktikan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan.

KARTIKA RAHMI WIJAYANTI – Film Psikologis Berpijak