Oleh Indra Yogatama

Cuaca malam itu sedang. Gerakan udara sekitar mengalun begitu tenang. Ada keberkahan di dalamnya. Ada ketentraman di dalamnya. Hanya hati yang dihadirkan dengan kehangatan iman yang akan merasa pada malam itu. Merasa bahwa nikmatnya iman dan lezatnya ketundukan kepada Rabb-nya begitu luar biasa melapangkan dada. Semua berlangsung hingga fajar menyinsing.

Tatkala fajar menyingsing—menyemburatkan cahaya lembut kemerahan memenuhi langit timur—dengan begitu halus cahayanya merambat hingga mentari meninggi, tergelincir di atas kepala.

Taburan kasih sayang yang juga akan dirasakan seisi alam semesta dengan keberkahan dan ketentraman di dalamnya. Ia ada di antara cela hari yang mulia. Di detik-detik terakhir menuju kemenangan dalam pertarungan antara diri dan nafsu amarah.

Ia hadir dalam semalam, namun memberi kesan indah bermalam-malam. Bahkan indahnya begitu memesona hingga lebih daripada seribu bulan. Ianya adalah ia, malam seribu bulan.

Penulis adalah mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UM.